Jakarta –
19 Kampus di China dilaporkan mengapus jurusan studi yang dinilai ‘tradisional’, mengubahnya ke 96 jurusan teknologi baru. Apa alasannya?
Dari 2013-2022, data dari Kementerian Pendidikan China, menunjukkan bahwa jumlah jurusan teknik di perguruan tinggi seluruh China meningkat jadi 7.566. Data per Juli 2024, total 19 perguruan tinggi di China menghapus 99 jurusan yang dinilai ‘tradisional’ dan mengubahnya ke 96 jurusan teknologi baru seperti Artificial Intelligence (AI), robotika, keamanan siber, blockchain, hingga big data, demikian dilansir dari South China Morning Post (SCMP).
Universitas Sichuan, misalnya, mengganti jurusan seperti animasi dan fisika terapan dengan jurusan baru yang berfokus pada sains dan teknik biomassa. Pergeseran ini, menurut pihak kampus, tidak hanya akan mendukung industri seperti penyamakan kulit dan pembuatan kertas, tetapi juga akan mempersiapkan permintaan sektor biomassa di masa mendatang. Perubahan ini merupakan bagian dari inisiatif yang lebih luas yang dipimpin oleh Kementerian Pendidikan, yang telah mendesak universitas untuk menyelaraskan kembali program mereka agar lebih melayani tujuan modernisasi China.
China sedang membentuk ulang sistem pendidikan tingginya untuk memenuhi kebutuhan kritis akan tenaga kerja yang sangat terampil dalam teknologi mutakhir seperti komputasi kuantum, kecerdasan buatan (AI), dan sirkuit terpadu. Dorongan ini sejalan dengan strategi pemerintah yang lebih luas untuk meningkatkan kemandirian teknologi dan mempertahankan ekonomi yang digerakkan oleh inovasi.
Pergeseran pendidikan ini sejalan dengan strategi China yang lebih luas untuk mencapai kemandirian teknologi dan mempertahankan keunggulan kompetitifnya di arena teknologi global, terutama di tengah sanksi Barat terhadap semikonduktor canggih. Fokus pada pendidikan teknologi tinggi diharapkan dapat mempercepat inovasi di sektor-sektor seperti keamanan siber dan komputasi kuantum, meskipun hal itu juga menimbulkan kekhawatiran tentang relevansi masa depan disiplin ilmu tradisional dan kemampuan adaptasi kurikulum.
Secara global, tenaga kerja kuantum – atau kekurangannya – telah lama diakui sebagai kelemahan dalam pengembangan dan komersialisasi teknologi. Di Barat, pengembangan tenaga kerja akar rumput dan peluang pendidikan telah dimulai untuk meningkatkan jumlah orang di bidang kuantum dan teknologi mendalam.
Kampus China Diminta Bersiap di Tengah Ketegangan dengan Barat
Presiden Xi Jinping dalam pidatonya di bulan Juni 2024 lalu menekankan bahwa penting untuk merebut ‘posisi yang lebih unggul’ dalam persaingan teknologi global, terutama dalam menghadapi ketegangan yang sedang berlangsung dengan Amerika Serikat (AS).
“Karena ada beberapa kekurangan dan kelemahan, kita perlu meningkatkan kekuatan strategis nasional sains dan teknologi China,” ungkap Presiden Xi.
Presiden Xi menganjurkan dukungan yang lebih besar untuk penelitian dasar sambil mendorong eksplorasi bebas di bidang-bidang penting seperti teknologi kuantum dan AI. Presiden Xi juga meluncurkan sejumlah inisiatif untuk memperkuat kemampuan teknologi negara, meliputi rencana pemerintah selama 3 tahun untuk melatih insinyur teknisi dan pekerja digital di berbagai bidang, di antaranya keamanan data dan big data. Rencana tersebut diperintahkan kepada universitas agar memperkenalkan jurusan baru yang terkait dengan ekonomi digital dan meningkatkan pelatihan interdisipliner untuk menghasilkan tenaga kerja yang lebih serba bisa dan terampil.
Maka Kementerian Pendidikan China menginisiasi perombakan kurikulum di perguruan tinggi. Wakil Menteri Pendidikan Wu Yan pun menegaskan bahwa program pendidikan memiliki kaitan yang erat dengan pengembangan industri. Bukan hal yang baru ketika pemerintah berfokus pada pengembangan tenaga kerja yang mampu menciptakan teknologi tinggi. Sehingga sistem pendidikan dapat mendukung strategi pemerintah yang lebih luas yang didorong oleh inovasi.
Tantangan China Menghadapi Perubahan
Demi perubahan ini, China harus menghadapi sejumlah tantangan, salah satunya adalah pengorganisasian prioritas pendidikan dari atas ke bawah yang semakin tidak efisien dan kurang tangkas dalam menanggapi kebutuhan masa depan.
Pemerintah maupun pihak institusi pendidikan harus memastikan bahwa jurusan baru dapat memenuhi kebutuhan industri teknologi tinggi yang berkembang. Juga perlunya melakukan pembaruan berkelanjutan pada kurikulum dan metode pengajaran.
Mahasiswa maupun pengajar juga perlu diedukasi untuk menjawab kebingungan mereka karena adanya fokus pada teknologi baru ini. Juga mengubah pemikiran mengenai keterampilan mereka yang semakin usang dalam paradigma pendidikan yang baru.
(nwk/nwk)