Jakarta –
Direktur Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus (PMPK) Direktorat Jenderal PAUD Dikdasmen, Baharudin mengatakan ada enam tantangan mewujudkan pendidikan inklusif bagi siswa disabilitas di Indonesia.
“Dalam penyelenggaraan pendidikan yang inklusi ada banyak tantangan yang harus kita selesaikan bersama,” tuturnya dalam acara peringatan Hari Disabilitas Internasional (HDI) 2024 di Hotel The Tribata Darmawangsa, Jakarta Selatan, Selasa (3/12/2024).
Tantangan yang pertama adalah penolakan dari masyarakat. Ia melihat masih ada beberapa orang yang menampik penyandang disabilitas di tengah masyarakat.
“Yang pertama bagaimana implementasi pendidikan ini inklusif di sekolah, saat ini masih banyak penolakan dari berbagai masyarakat,” katanya.
Tantangan kedua adalah soal keterbatasan jumlah guru bagi siswa disabilitas. Terutama di daerah-daerah terpencil.
Padahal, jumlah peserta didik yang menyandang disabilitas angkanya mencapai 340 ribu. Seperti dicatat dalam Dapodik per November 2024.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 162 ribu lebih telah menempuh pendidikan di sekolah luar biasa (SLB). Sisanya tersebar di sekolah-sekolah reguler.
“Yang ketiga, sampai saat ini masih ada sekitar 341.414 peserta didik penyandang disabilitas yang terdiri atas 162.038 peserta didik yang belajar di sekolah luar biasa,” ucap Baharudin.
Kemudian, Baharudin menyampaikan bahwa beberapa layanan unit layanan disabilitas di Indonesia masih kurang, sehingga perlu adanya peningkatan pelayanan.
“Tantangan yang keempat adalah mendorong kehadiran dan peningkatan fungsi kualitas unit layanan disabilitas di bidang pendidikan,” tuturnya.
Selain kekurangan tenaga pengajar, Baharudin melihat anggaran untuk pemenuhan guru disabilitas di daerah masih belum cukup.
“Yang kelima populasi pendidik inklusif di daerah perlu ditingkatkan sebagai acuan untuk mendorong dan perlu didukung oleh anggaran belanja daerah,” katanya.
Terakhir adalah kurangnya layanan pendidikan bagi penyandang disabilitas. Meskipun saat ini telah berdiri banyak yayasan, tetapi keberadaannya belum merata.
“Yang keenam adalah memaksimalkan layanan pendidikan bagi yang memiliki bakat istimewa dan kecerdasan istimewa,” katanya.
Dalam peringatan HDI 2024, Baharudin mengajak guru dan tenaga kependidikan untuk bersama-sama menghapus stigma tersebut di sekolah. Ia menegaskan siswa difabel harus diperlakukan sama.
“Kita harus menghapus stigma untuk menumbuhkan kesadaran bahwa keberadaan penyandang disabilitas adalah sesuatu yang biasa,” katanya.
Penyadaran ini turut dipertegas oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti. Ia mengajak berbagai kalangan untuk mewujudkan pendidikan inklusif di Indonesia bagi siswa difabel.
“Peran kolaboratif, saling mendukung antarkomunitas, satuan pendidikan masyarakat dan pemerintah menjadi salah satu kunci dalam menyediakan pendidikan yang berkualitas bagi penyandang disabilitas,” ujarnya.
Mu’ti menekankan peran penting guru. Menurutnya, guru harus bisa menciptakan ruang belajar non-diskriminasi di sekolah.
“Dalam pendidikan inklusif, pemerintah terus berupaya untuk mengajak semua pemangku kepentingan di bidang pendidikan termasuk kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, siswa, orang tua, masyarakat dan pembina pendidikan secara bersama-sama,” ujarnya.
(cyu/nah)