Jakarta –
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) merilis hasil survei yang mereka lakukan terhadap kebijakan Ujian Nasional (UN) dan sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2024. Bagaimana hasilnya?
Survei ini dilakukan karena dua hal tersebut tengah jadi pertanyaan masyarakat saat ini. Sebelumnya, sistem zonasi diminta Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka untuk dihapuskan.
Namun, pihak Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemdikdasmen) saat ini tengah mengkaji kedua kebijakan tersebut. Nah, jika dari sudut pandang masyarakat bagaimana pendapat mereka terkait UN dan zonasi ini?
Metode Survei FSGI Soal UN dan Zonasi
FSGI mencoba mengumpulkan sebanyak 912 guru di 15 provinsi di Indonesia. Mereka terdiri dari 58,9% guru di jenjang SMP/MTs, 25% guru SMA/MA/SMK, 10,1% guru SD/MI, dan6% guru SLB.
Sebanyak 6,4% responden merupakan guru perempuan dan 43,6% adalah guru laki-laki. Periode survei dilakukan pada 17-22 November 2024 dengan menggunakan metode google form.
Adapun isi pertanyaan yang dilayangkan kepada para guru menanyakan ‘apakah responden setuju UN dihapuskan’ dan ‘apakah responden setuju jika PPDB sistem zonasi dipertahankan?’.
87,6% Responden Ingin UN Dihapuskan
Dari hasil survei tersebut, diketahui sebanyak 87,6% responden setuju UN dihapus dan 12,4% setuju UN kembali dilaksanakan. Sementara soal zonasi, 72,3% responden setuju tetap ada dan 27,7% responden ingin zonasi dihapus.
Selain mengumpulkan pendapat setuju atau tidak, FSGI juga menampung alasan para guru berpendapat demikian. Berikut beberapa alasannya:
Alasan Responden Setuju UN Dihapus
1. Pelaksanaan UN sebagai penentu kelulusan telah menimbulkan banyak kecurangan sistematis, terstruktur dan masif di masa lalu.
2. Pelaksanaan UN sebagai penentu kelulusan timbulkan tekanan psikis pada peserta didik.
3. UN tidak tepat menjadi penentu kelulusan peserta didik ketika standar pendidikan di tiap sekolah dan daerah berbeda beda kondisinya.
4. UN bisa digunakan untuk parameter pemetaan kualitas pendidikan, dengan catatan tidak dilakukan setiap tahun dan tidak semua sekolah (sampel saja).
5. Amanat UN sebagai parameter pemetaan kualitas pendidikan justru ada dalam UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
6. Kondisi dan kualitas sekolah belum merata, jadi kebijakan UN sebagai penentu kelulusan jadi tak adil
7. Ketika semua sekolah di Indonesia sudah rata kualitasnya, maka standarisasi pendidikan Nasional melalui kebijakan UN bisa dilaksanakan, sehingga memenuhi rasa keadilan bagi semua.
8. Evaluasi dulu ANBK yang sudah diterapkan sebagai pengganti UN dalam 5 tahun terakhir ini.
Alasan Responden Setuju Zonasi Tetap Ada
1. Lebih melindungi peserta didik selama perjalanan dari dan ke sekolah.
2. Lebih menjamin tumbuh kembang anak secara optimal.
3. Lebih berkeadilan, dimana semua anak dengan latar belakang dan kondisi apapun dapat mengakses sekolah negeri selama masih ada kuotanya.
4. Lebih memberikan kesempatan untuk semua kondisi, karena PPDB tidak hanya jalur zonasi tapi ada jalur lain yang mengakomodasi semua, yaitu jalur prestasi, afirmasi, perpindahan tugas
orangtua yang memberikan peluang akses bagi siapapun, bukan atas dasar nilai atau prestasi akademik semata.
5. Mendorong daerah menambah sekolah negeri baru untuk memenuhi hak atas pendidikan anak-anak di daerahnya. Penambahan sekolah negeri baru di kecamatan yang tidak ada sekolah negerinya, menunjukkan kesungguhan Kepala Daerah dalam memenuhi hak atas Pendidikan anak-anak di wilayahnya.
6. Pemenuhan hak atas Pendidikan merupakan kewajiban negara dalam pelaksanaan Program Wajib Belajar sebagaimana diamanatkan dalam UUD 45.
Saran FSGI Terkait Kebijakan UN dan Zonasi
Berdasarkan hasil survei FSGI, mereka memberikan rekomendasi soal kebijakan UN dan zonasi bagi pemerintah, yakni:
1. FSGI mendorong Presiden Prabowo tidak terburu-buru dalam menghidupkan UN kembali dan mengevaluasi ANBK terlebih dahulu.
2. FSGI mendorong Komisi X DPR RI memanggil Mendikdasmen soal wacana UN dan zonasi.
3. FSGI mendorong Komisi X DPR dan Mendikdasmen meminta masukan banyak dari stakeholder pendidikan.
4. FSGI mendorong Presiden mempertahankan zonasi dalam PPDB karena lebih mendekati prinsip keadilan.
5. FSGI mendesak pemerintah kabupaten/kota untuk membangun SMP negeri baru dan pemerintah provinsi membanun SMAN/SMK baru.
6. FSGI mendorong pemerintah daerah merencanakan pembangunan sekolah negeri baru untuk mengurangi blank spot.
7. FSGI mendorong pemerintah daerah melakukan pemetaan wilayah kecamatan yang tidak memiliki sekolah negari baik SMP, SMA dan SMK.
8. FSGI mendorong pemerintah daerah pemerintah daerah melakukan regrouping atau merger dengan SDN terdekat yang kekurangan murid atau tidak mendapatkan murid saat PPDB di merger.
9. FSGI mendorong pemerintah daerah tidak hanya menghitung penambahan jumlah sekolah negeri, namun juga menghitung kebutuhan pengajarnya.
10. FSGI mendorong pemerintah daerah memperbaiki sistem kependudukan terutama terkait perpindahan Kartu Keluarga untuk kepentingan PPDB.
Menurut Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti pemerintah harus membuat kebijakan dengan berprinsipkan keadilan. Sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD.
“Kebijakan ini lebih menjunjung tinggi prinsip keadilan dalam pemenuhan hak atas Pendidikan sebagaimana diamanatkan dalam konstitusi Republik Indonesia”, ujar Retno.
Ia pun mendukung Komisi X DPR dan Kemdikdasmen yang tidak terburu-buru dalam memutuskan kebijakan baru. Menurutnya, jika zonasi akan diganti, maka pemerintah harus menjamin mayoritas anak Indonesia usia sekolah bisa tertampung di sekolah negeri.
“Karena mau diganti seperti apapun sistemnya, kalau pemerintah daerah tidak pernah membangun sekolah negeri baru di Kelurahan atau Kecamatan yang tidak memiliki sekolah negeri, terutama SMAN dan SMKN yang jumlahnya minim hampir di seluruh provinsi di Indonesia,” tuturnya.
(cyu/faz)