Jakarta –
Rektor Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Prof Dr Moh Nasih menilai sistem pengajuan gelar guru besar perlu digantikan dengan mesin seluruhnya. Menurut Prof Nasih, pengajuan gelar guru besar perlu perbaikan dengan meminimalisasi peran individu dalam proses penilaian.
“Saya tidak yakin pembayaran itu dilakukan untuk proses profesornya. Menurut hemat kami untuk bisa mencegah harus digitalisasi. Tidak perlu melibatkan orang untuk mencapai syarat guru besar,” jelas Prof Nasih di Surabaya pada Jumat (19/7/2024), dikutip dari Antara News.
Berdasarkan pandangan Prof Nasih, maka calon guru besar tak perlu bertemu dengan petugas atau asesor untuk dinilai. Namun, sistem yang akan menyeleksi apakah persyaratan calon guru besar sudah dipenuhi atau belum.
“Tidak perlu ketemu orang by orang, jadi nanti sistem bisa menyeleksi sendiri nantinya judul jurnal discontinue akan ditolak. Kemungkinan ada kasus ini karena masih melibatkan orang. Makanya perlu minimalisasi orangnya. Jadi kalau memang sudah waktunya dan memenuhi tindak perlu tanda tangan menteri bisa langsung di-print,” beber Prof Nasih.
Maka, puncak dari sistem tersebut adalah asesor sebagai penilai calon guru besar dihapuskan, karena sudah digantikan mesin. Prof Nasih juga menyebut hal ini merupakan investasi yang sangat besar, tetapi jangan sampai ketemu orang per orang.
“Karena ketemu orang per orang pasti ada tidak enaknya, sungkan-nya dan lainnya,” kata dia.
Di Unair Tak Akan Desakralisasi Gelar Profesor
Prof Nasih turut berkomentar soal desakralisasi gelar profesor. Dia menyebut hal ini tak akan dilakukan di lingkungan Unair.
Menurut Prof Nasih, jabatan profesor atau guru besar adalah jabatan tertinggi di bidang akademik yang pantas memperoleh kehormatan.
“Kalau ada kesalahan jangan sampai merusak semuanya. Kemuliaan dan martabat harus tetap dilakukan. Bukan dengan desakralisasi tetapi memposisikan kapan gelar profesor digunakan,” ujarnya.
Dia menyampaikan untuk acara administratif gelar profesor tidak dibutuhkan. Namun, untuk acara akademik seperti wisuda dan pengukuhan guru besar, gelar profesor dibutuhkan. Terlebih dalam pengujian dan pengajaran, gelar guru besar wajar disampaikan.
Prof Nasih mengatakan, urusan lainnya jika memang tidak berkaitan dengan kegiatan akademik, maka tidak diperlukan.
“Jadi tidak perlu desakralisasi. Tidak semua orang bisa mencapai gelar ini, jadi salah satunya ya saringannya jangan sampai meloloskan yang belum waktunya,” kata Prof Nasih.
(nah/nwk)