Jakarta –
Gelar doktor dan profesor ternyata tidaklah sama. Selama ini, profesor sering disebut sebagai gelar tertentu, padahalnya nyatanya profesor bukanlah gelar akademik.
Gelar akademik adalah sarjana, magister, dan doktor. Gelar-gelar ini melekat dengan pemiliknya, tidak terkait dengan jabatan yang disandang.
Sementara, profesor merupakan jabatan fungsional akademik. Seperti halnya dengan asisten ahli, lektor, dan lektor kepala.
Menurut tulisan Hasanudin Abdurakhman dalam arsip detikNews, konsekuensi bahwa profesor adalah jabatan, maka ada kewajiban yang menyertainya. Kewajiban-kewajiban tersebut di antaranya mengajar, meneliti, membuat karya ilmiah, membimbing mahasiswa, dan melakukan pengabdian kepada masyarakat.
Namun, seperti apa sejarah gelar profesor?
Sejarah Gelar Profesor
Jabatan profesor dimulai di Eropa pada abad pertengahan. Gelar profesor telah berevolusi. Berdasarkan kamus Oxford, gelar profesor berevolusi dari sinonim magister atau doktor (yang menunjukkan seseorang yang memenuhi syarat untuk mengajar), menjadi istilah perbedaan dalam hierarki guru yang berkembang secara bertahap.
“Hak yang awalnya dimiliki oleh Master atau Doktor mana pun untuk mengajar di depan umum di sekolah-sekolah suatu Fakultas secara bertahap dibatasi pada kalangan guru-guru terdekat, dan istilah profesor pada akhirnya terbatas pada pemegang kantor pengajar yang digaji, atau untuk golongan tertinggi. Seperti gelar pembaca, dosen, instruktur, tutor, dan sebagainya, diberikan kepada guru yang berpangkat lebih rendah,” jelas kamus Oxford.
Beberapa jabatan guru besar paling awal di Inggris sebenarnya awalnya disebut dosen atau pembaca, dan lambat laun dikenal sebagai jabatan profesor.
Pada periode Tudor (dinasti Tudor memerintah Inggris dari tahun 1485 hingga 1603), tiga istilah dosen, pembaca, dan profesor digunakan tanpa pandang bulu. Sementara, pada abad ke-21 menunjukkan hierarki tingkat akademis.
Dikutip dari University of Leeds, evolusi gelar dari jabatan dosen menjadi jabatan profesor dipercepat pada tahun 1540-an, ketika raja Tudor Inggris, Henry VIII, mendirikan lima jabatan profesor regius di bidang ketuhanan, hukum sipil, kedokteran, Ibrani, dan Yunani. Pada titik ini para guru mulai lebih sering disebut sebagai profesor.
Guru Besar Pertama di Indonesia
Prof Dr Husein Djajadiningrat merupakan pelopor dunia kesarjanaan di Indonesia. Dia adalah guru besar pertama di Indonesia.
Husein Djajadiningrat meraih gelar doktor dalam bidang humaniora (bahasa, kebudayaan, dan sejarh) di Universitas Leiden, Belanda.
Pada 1905 ada 36 orang Indonesia yang meneruskan sekolah ke Belanda, termasuk Husein Djajadiningrat. Dia menyelesaikan gelar doktornya di Universitas Leiden pada 1913.
Disebutkan dalam buku IPS untuk kelas VIII SMP oleh nana Supriatna, Mamat Ruhimat, dan Kosim,Husein Djajadiningrat menuliskan disertasi berjudul “Tinjauan Kritis tentang Sejarah Banten (Critische Beschouwing van de Sedjarah Banten)”.
(nah/faz)