Jakarta –
Biaya kuliah yang tinggi sekaligus ekonomi keluarga yang tidak mencukupi kerap memaksa mahasiswa turut meraup pundi-pundi Rupiah.
Seperti halnya dilakukan oleh YP (23) dan NRS (23), mahasiswa yang sedang berkuliah semester akhir di salah satu perguruan tinggi di Semarang, Jawa Tengah. Uang kuliah tunggal yang didapatkan YP adalah Rp 4,1 juta per semester dengan sumbangan pengembangan institusi (SPI) Rp 10 juta.
“Ketika aku mencoba mendaftar KIP isi di laman kan ada itu, kemudian aku enggak keterima, terus dengan 14,1 juta bingung kan,” kata YP kepada detikEdu pada Selasa (25/6/2024).
“Akhirnya setelah mencari informasi juta 14,1 juta sekian itu bisa diangsur selama 3 bulan,” tambahnya.
Jelang semester 3, ia mengajukan keringanan disertai bukti-bukti yang ada. YP pun memperoleh keringanan UKT yang semula Rp 4,1 juta menjadi Rp 3 juta dan SPI senilai Rp 10 juta dapat diangsur selama 6 bulan.
Walaupun ada penurunan, ekonomi keluarganya masih merasa keberatan hingga akhirnya ia mengajukan KIP-Kuliah (KIP-K) Sayangnya, pengajuan ini ditolak. YP mengajukan keringanan sekali lagi dan ditolak kembali.
“Sebenarnya si sudah berkali-kali mengajukan cuman dari fakultas karena ya dari dulu sering bersinggungan yang mengurus UKT itu di fakultas, memang mengatakan setiap mahasiswa itu hanya memiliki satu kesempatan maka ketika sudah turun yah sudah turun,” ujar YP.
Tak putus asa, YP memberanikan diri untuk membuat bisnis transportasi dengan antar jemput mahasiswa. Ia sendiri telah terlatih mencari uang semenjak bersekolah.
“Alhamdulillah dari tahun 2022 awal sampai sekarang hampir 2 tahun berjalan, ramenya itu mahasiswa kalau libur semester mapun Idul Fitri kemarin, cuman di sisi lain kalau memang enggak ada yah aku memilih freelance atau streaming gitu,” jelas YP.
Kisah NRS Jajal Beberapa Profesi
NRS, mahasiswa kerja untuk bayar UKT Foto: Dokumen pribadi NRS
|
Lain lagi kisah NRS. Ia mencoba beberapa profesi selama kuliah, seperti tukang masak di salah satu tempat makan dan hotel, usaha pertanian, membantu saat pemilu, dan kini menyediakan barang dan jasa.
“Bisa dibilang serabutan ya, apapun bisa dikerjakan,” ungkap NRS.
Alasan dibalik dari NRS yang jajal berbagai profesi tersebut tidak lain untuk memenuhi kebutuhannya sebagai mahasiswa.
“Bukan cuma UKT. Jadi, kuliah itu kan butuh makan, tempat sewa kos, terus bensin,” kata NRS.
“Namanya dipengaruhi ya faktor UKT yang besar nanti kalau gak bekerja yah gak bisa kuliah,” lanjutnya.
NRS mengatakan UKT yang dibebankan kepadanya sebesar Rp 5 juta per semester, ditambah dengan SPI-nya sebesar Rp 5 juta. Karena dirasa berat dengan kondisi orang tuanya yang petani, ia lantas mengajukan KIP-K dengan melengkapi persyaratan, sayang ditolak. Lantas ia mengajukan keringanan UKT.
“Keringanan UKT pernah cuma memang enggak enggak bisa dikatakan keringanan UKT karena dia itu diberikannya mencicil lah istilahnya nyicil ya, dikatakan keringanan enggak bisa dikatakan keringanan karena memang nggak mengurangi nilai dari anggaran atau pun nominalnya,” terangnya.
Kesulitan Kuliah Sambil Kerja
Waktu YP dan NRS terbagi menjadi dua yaitu kuliah dan bekerja. Oleh sebab itu, ada tantangan sendiri yang mereka hadapi dalam menyeimbangkannya.
YP sendiri mengaku jika di awal memulai kuliah sambil kerja, merasa sulit mengatur waktu kuliah maupun bekerja. Namun, lama-kelamaan bisa berjalan dengan lancar dan tidak terlalu memengaruhi nilainya secara signifikan.
“Waktunya kuliah ya kuliah gitu karena memang tujuan awalnya aku di sini untuk kuliah bukan untuk bekerja,” ucap YP.
Ia juga mengaku pernah memikirkan untuk keluar dari kampus karena penghasilan yang didapatkan. Walau begitu di sisi lain ia melihat jika pekerjaan yang beredar di luar sana membutuhkan lulusan S1, sehingga tetap melanjutkan rutinitas kuliah sambil kerja.
Sementara NRS mengaku kuliah sambil bekerja sangat memengaruhi keaktifannya di perkuliahan.
“Akademik memang berpengaruh ya Kak dalam artian pengaruhnya itu lebih kepada e kurang aktif di perkuliahan atau tugas yang aku kerjakan kurang maksimal,” kata NRS.
Ia sendiri mengaku manajemen waktu menjadi tantangan berat baginya, sehingga membuat NRS cukup lama menyelesaikan perkuliahan. Saat ini ia masuk di semester 12.
“Ya karena terhalang dengan kebutuhan hidup, ya terhalang waktu juga,” ujarnya.
Manfaat yang Dirasakan Kuliah Sambil Kerja
YP mengatakan ada manfaat yang ia rasakan selama kuliah sambil kerja.
“Aku bisa ngembangin relasi aku, bisa ngembangin relasi dibandingkan teman-temanku karena memang pekerjaanku berhubungan dengan jalan banget ya dengan jalan terus kemudian berinteraksi dengan orang-orang baru,” ujar YP.
Sementara NRS mengaku jika ia manfaat yang ia rasakan ketika kuliah sambil kerja adalah mampu berpikiran lebih luas, termasuk melihat bagaimana kariernya ke depan.
“Dulu awal kuliah, saya memikirkan jika saya jurusan pendidikan outputnya hanya bisa jadi guru, tapi dengan jam terbang atau mungkin lebih kepada bertemu dengan banyak orang,” katanya.
“Pikiran itu terbuka jadi S1 itu bukan hanya bekerja di bidang sesuai jurusannya tapi lebih kepada yang terbuka memungkinkan kita untuk lebih pandai, lebih mengetahui jangka panjang. Apa ya, efek atau mungkin dampak apa yang akan terjadi di bidang pekerjaan kita gitu,” paparnya.
Saran buat Maba yang Dijatah UKT Tinggi
NRS menyampaikan saran kepada mahasiswa baru yang sama seperti dirinya di waktu awal berkuliah, kebingungan dengan UKT yang didapat serta ekonomi keluarga yang tidak mencukupi.
“Mungkin pernah masa-masa waktu seperti itu ya, mau enggak mau kita harus bekerja keras kan. Dirimu kalau gak bisa bekerja juga orang lain gak bisa membantu gitu. Jangan menyerah, karena memang Tuhan itu memberikan cobaan kepada hambanya sesuai dengan kemampuannya,” ujar NRS.
Sementara untuk instansi pendidikan, NRS menyampaikan sarannya.
“Ya realisasikanlah terkait pendidikan gratis, pendidikan gratis bukan hanya pendidikan SD sampai SMA tapi negara itu menjamin dalam artian lebih kepada orang yang mau merasakan pendidikan, sudah ada toh undang-undang yang mengatur tentang pendidikan gitu,” ungkap NRS.
“Namanya masyarakat kita juga bayar pajak, jangan hanya infrastruktur, tapi juga pembangunan sumber daya manusia itu juga harus dipikirkan apalagi bisa dikatakan Indonesia 2045 Indonesia emas,” imbuhnya.
(nah/nah)