Jakarta –
Sejak kebijakan ‘cleansing’ diberlakukan Dinas Pendidikan DKI Jakarta kepada beberapa guru honorer, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) menerima banyak aduan terkait permasalahan yang dirasakan guru terkait.
Imbas dari diberhentikannya 107 guru honorer di DKI membuat LBH mendapat beberapa kekeliruan yang ada dalam kebijakan Disdik DKI tersebut.
Menurut Muhammad Fadhil Alfathan selaku Kepala Advokat LBH Jakarta, pemecatan sepihak ini tentunya merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Selain itu, LBH Jakarta juga mendengar keluhan guru honorer yang mendapat ancaman hingga teror jika melaporkan pemecatannya.
Penggunaan Istilah ‘Cleansing’ Keliru
Dalam hal kebijakan, Fadhil dan tim pun menemukan adanya kekeliruan dalam penggunaan istilah ‘cleansing’. Menurutnya, penamaan tersebut cukup ambigu dalam dunia hukum.
“Istilah cleansing ini yang kemudian menunjukkan inkompetensi dari Dinas Pendidikan DKI Jakarta khususnya Plt Kepala Disdik DKI Jakarta,” katanya di Gedung YLBHI, Jakarta Pusat, Rabu (16/7).
LBH Jakarta mendapati bahwa penggunaan istilah tersebut tak bijak jika diterapkan pada proses penataan guru. Terlebih mengingat bahwa para guru honorer pun perlu dimanusiawikan.
“Hingga saat ini banyak keterangan yang berbeda-beda. Awalnya yang digunakan cleansing, kemudian yang digunakan optimalisasi, apakah istilah ini kemudian menyebabkan konsekuensi yang tidak sederhana bagi pengembangan karier guru,” kata Fadhil seraya keheranan.
Fadhil mengatakan LBH Jakarta menyoroti penggunaan istilah tersebut. Dalam tata manajemen atau kebijakan ASN pasal 66 UU ASN tak ada penggunaan istilah demikian.
“Dari situ kita melihat enggak ada istilah cleansing, nggak ada istilah pembersihan. Istilah dari mana kah ini? Yang kita lihat juga, kita menelusuri di pernyataan dan kami hingga saat ini belum tahu cleansing ini wujudnya apa. Cleansing ini binatang apa, cleansing ini barang apa,” kata Fadhil.
Sependapat dengan Fadhil, sebagai perwakilan dari guru dan Kepala Advokat P2G, Iman Zanatul Haeri pun masih mempertanyakan kebijakan cleansing ini yang dilakukan secara tiba-tiba.
“Upaya cleansing dari Disdik DKI ini sangat kami pertanyakan. Dan saat ini kami masih berharap guru honorer ini masih dapat dikembalikan ke sekolah masing-masing,” katanya.
Ia juga menyoroti kebijakan yang menurutnya tak memanusiawikan guru honorer. Ia berharap para guru terdampak bisa kembali di sekolah masing-masing.
“Kondisi ini kami kira sangat tidak manusiawi. Kebetulan di tahun 2024 ini Sekjen PBB mengeluarkan ketentuan dalam panel internasional soal pendidik, bahwa pertama guru itu harus diperlakukan secara manusiawi dan yang kedua harus dimartabatkan,” katanya.
PHK Guru Honorer Bisa Picu Kekurangan Guru
Kebutuhan guru di 2024 dikatakan oleh Iman sekitar 1,3 juta. Sedangkan dalam realisasinya lewat seleksi PPPK, kebutuhan yang disediakan tidak sampai setengahnya.
“Artinya, kalau seluruh guru honorer di-PHK dari seluruh sekolah, maka kita akan defisit atau kekurangan secara nasional,” katanya.
“Tentunya akan merugikan seluruh masyarakat Indonesia karena anak-anak mereka tak bisa diajar oleh guru.
Selain itu, Iman menyebut kebijakan cleansing atau pengusiran guru di DKI Jakarta atau juga di beberapa wilayah Indonesia bisa memicu learning lost seperti yang terjadi saat pandemi.
Solusi Disdik DKI untuk Guru Honorer yang Di-PHK
Sementara Plt Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Budi Awaluddin mengajukan solusi untuk para guru honorer yang kena PHK. Para guru honorer itu masih bisa mengikuti seleksi guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
“Jadi bagaimana nasib mereka, kita nanti kan ada seleksi PPPK di tahun ini. Dan kemarin dari Kemendikbud juga menyatakan bahwa kebutuhan kita kan hampir 1.900-an ya untuk PPPK, untuk guru. Mereka bisa mendaftar ke sana,” kata Budi kepada wartawan di Balai Kota Jakarta, Rabu (17/7/2024) dilansir dari detikNews (https://news.detik.com/berita/d-7443867/disdik-dki-sebut-guru-honorer-kena-pecat-bisa-ikut-pppk)
Penjelasan Disdik DKI Soal Cleansing
Adapun penjelasan dari Plt Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Budi Awaluddin menyebutkan bahwa kebijakan adalah tindak lanjut dari peraturan yang sudah dikeluarkan Disdik DKI sejak 2017 lalu, demikian dilansir detikNews.
Ia mengatakan bahwa guru honorer bisa diangkat jika memiliki surat rekomendasi dari dinas. Namun, kenyataannya saat ini banyak guru honorer yang diangkat hanya karena usulan kepala sekolah saja.
“Guru honorer saat ini diangkat oleh Kepsek tanpa rekomendasi dari Dinas Pendidikan. Yang dibiayai oleh dana BOS. Kami melakukan cleansing hasil temuan dari BPK,” ungkapnya.
(cyu/pal)