Jakarta –
Impian menjadi guru sudah ada sejak kecil dalam dirinya. Namun, ia tak menyangka setelah jadi guru honorer, bisa menjadi kepala sekolah dan berangkat ke Singapura untuk belajar.
Sosok yang dimaksud adalah Marlupi S Pd. Perjalanannya untuk terus bermimpi menjadi guru membuatnya tidak berhenti belajar dan bisa mencapai titik yang ia tak menyangka.
Ia yang dulunya guru honorer, kini berkat mimpi dan daya juang belajarnya, bisa pergi ke Singapura untuk menambah ilmu dan pengalaman.
“Saya juga tidak pernah bermimpi mendapat kesempatan untuk belajar kepemimpinan di NIE Singapore. Namun ternyata itu nyata, menambah keyakinan kuat dalam diri saya. Jadi diri sendiri, semangat dan teruslah belajar menjadi lebih baik,” ujar Marlupi kepada detikEdu.
National Institute of Education (NIE) Singapura merupakan lembaga pendidikan guru yang menyediakan program pengembangan profesional guru dan kepemimpinan sekolah.
Program pendidikan guru di NIE Singapura yang berbasis universitas bermitra dengan Kementerian Pendidikan, termasuk Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) RI.
Belajar Selama Puluhan Tahun Menjadi Guru
Marlupi bercerita bahwa sejak lulus kuliah, ia menjadi guru honorer. Baru tahun 2008 ia menjadi guru aparatur sipil negara (ASN).
Setelah puluhan tahun menjadi guru, ia kemudian mengikuti program Guru Penggerak (GP). Seorang guru penggerak merupakan pemimpin pembelajaran yang menerapkan konsep Merdeka Belajar dan menggerakkan seluruh ekosistem pendidikan.
“Menjadi guru adalah impian saya dari kecil. Sebelum menjadi GP, saya mendapat kesempatan menjadi mentor/fasilitator Program Guru Pembelajar (PGP) di Kabupaten Bantul. Kemudian menjadi guru inti mapel IPA pada program kemitraan,” kata alumnus Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) tahun 2000 tersebut.
Bagi Marlupi, guru harus sadar dengan perkembangan zaman. Maka ketika ada program Guru Penggerak dari Kemendikbudristek, ia pun ikut belajar dan mendaftar.
“Waktu terus berjalan, zaman pun terus berubah, maka belajar bagi seorang guru adalah keniscayaan. Ketika dicanangkan Program Guru Penggerak angkatan 3, saya pun mendaftar dan lolos seleksi, selanjutnya mengikuti pendidikan selama 9 bulan,” ceritanya.
“Dari PGP ini banyak hal yang saya dapatkan dan saya terapkan di kelas saya, sampai pada tahun 2022, sebelum PGP selesai, saya mendapat tugas tambahan sebagai kepala sekolah,” lanjutnya.
Pertama diangkat menjadi kepala sekolah pada 2022, ia mengampu SMP 5 Banguntapan, Bantul.
Tak Berhenti Belajar meski Sudah Menjadi Kepala Sekolah
Pencapaian menjadi kepala sekolah tak membuat Marlupi mandek belajar. Ia justru mengingat kembali tantangan-tantangan yang dihadapi selama menjadi guru.
Contohnya yakni kembali belajar dan mengingat cara mengimplementasikan ilmu kepada rekan sejawat. Ia juga terus mempelajari pola pembelajaran yang berpusat pada peserta didik.
Menurut Marlupi, sangat penting untuk membangun budaya positif dan membuat kesepakatan-kesepakatan kelas. Ia menjelaskan, langkah-langkah tersebut dapat menumbuhkan motivasi internal dalam diri anak didik.
“Mengenal anak-anak dengan lebih dekat, serta membiasakan melakukan refleksi, sehingga anak-anak benar-benar terlibat aktif dalam pembelajaran. Sebagai seorang guru saya berupaya memperbaiki pembelajaran dan melakukan perubahan, dimulai dari kelas saya,” papar Marlupi, yang kini menjabat sebagai Kepala SMPN 2 Pleret, Bantul.
Bahkan ketika diberi tugas sebagai kepala sekolah, ia mengaku masih terus belajar. Saat ditempatkan di sekolah yang belum dikenal, ia belajar beradaptasi dan terus menggali apa yang diinginkan oleh warga sekolah.
Salah satunya ia lakukan dengan membangun komunikasi yang efektif dengan warga sekolah sehingga tumbuh rasa percaya. Selain itu, ia juga mencoba untuk mengajak warga sekolah duduk bersama, membahas arah, visi, dan misi sekolah.
“Motivasi saya selama ini menjadi guru adalah pilihan, belajar adalah keharusan. Maka saya selalu merasa butuh untuk terus belajar dan memperbaiki diri sehingga bisa menjalankan tugas dengan profesional dan membawa perubahan serta bermanfaat bagi sesama. Di mana pun saya ditugaskan, mencoba untuk memberikan versi terbaik saya,” ungkap Marlupi.
Berkesempatan Belajar ke NIE Singapura
Atas segala perjuangan dan niatnya, lulusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY tersebut akhirnya mencapai titik yang tak disangka-sangka. Ia bisa belajar hingga ke Singapura pada September 2024 mendatang.
Ia mengikuti Program School Leadership Workshop ( SLW ) 2.0 dari Program Guru Penggerak. Program tersebut merupakan kelanjutan dari SLW 1.
“Pada tahun ini alhamdulillah mendapat kesempatan untuk ikut seleksi SLW 2.0 yang diselenggarakan secara luring di NIE Singapura,” ucapnya.
“Harapan dan kesempatan ini semoga semakin menambah bekal saya dan nantinya bisa saya implementasikan dengan berbagai penyesuain di sekolah saya, yang kebetulan juga merupakan Sekolah Penggerak,” imbuhnya.
Bagi Marlupi, guru harus melakukan yang terbaik dan terus meningkatkan kompetensi diri.
“Lakukan yang terbaik, upgrade kompetensi diri, bekerja dengan ikhlas untuk anak bangsa, dan biarkan Allah yang menentukan semuanya. Ketika kita ikhlas, banyak hal yang tak terduga, hadir dalam hidup kita. Mungkin itulah keberkahan,” kata Marlupi.
Menurutnya, sangat penting bagi setiap guru untuk menjadi diri sendiri, terus semangat, dan belajar menjadi lebih baik. Sebab, tidak ada hambatan dalam perjalanan, yang ada adalah tantangan yang harus dihadapi dengan selalu berpikir positif.
“Semua sudah tertakar dan tak akan pernah tertukar. Semangat untuk teman-teman semua, tetap tergerak, bergerak dan menggerakkan. Lakukan perubahan sekecil apapun dari kelas kita. Terus berproses dan progress,” pesannya kepada guru-guru di seluruh Indonesia.
(faz/twu)