Jakarta –
Keterbatasan fisik terkadang membuat seseorang urung dalam mewujudkan mimpinya berkuliah. Namun, hal tersebut berhasil diterobos oleh Nur Fauzi Ramadhan.
Meski kedua matanya tak lagi bisa melihat sejak usia 15 tahun, ia mampu membuktikan dirinya pantas berkuliah layaknya mahasiswa lain. Bahkan, pada Sabtu (24/8/2024) ia baru saja diwisuda dari Universitas Indonesia (UI).
Fauzi adalah salah satu dari sekian banyaknya tunanetra yang memperoleh kesempatan berkuliah di kampus favorit tersebut. Sebelumnya ia mengenyam pendidikan S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum UI.
“Bagi saya yang memiliki disabilitas visual, berkesempatan belajar di FHUI merupakan peluang yang sangat baik. Selama menempuh pendidikan di sini, saya dilatih berpikir kritis, bertanggung jawab, dan peka terhadap fenomena sekitar, terutama terkait hukum dan kebijakan,” kata Fauzi, dikutip dari laman UI, Selasa (27/8/2024).
Perjalanan Selama Berkuliah di UI
Fauzi memang tak sebebas mahasiswa lainnya dalam berkegiatan di kampus. Akan tetapi, ia tak jadi pasif dan hanya mengikuti perkuliahan saja.
Pada 2023 lalu, ia terpilih sebagai peserta di Sekolah Staf Presiden 2023 oleh Kantor Staf Presiden. Pada tahun yang sama, ia juga pernah dipercaya sebagai delegasi Indonesia untuk Asian Blind Youth Summit di Manila, Philippines.
Tekad Fauzi menimba ilmu hukum di UI tak semata hanya ingin belajar hukum tapi juga cara bertanggung jawab, berempati, dan peka terhadap lingkungan sekitar. Fauzi juga mengaku aktif dalam kegiatan advokasi kebijakan untuk penyandang disabilitas.
Lulus dengan Predikat Cum Laude
Berkat usahanya, Fauzi berhasil lulus dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,65 yang termasuk cum laude. Ia mengatakan pencapaiannya ini tak bisa terwujud tanpa dukungan dari orang-orang sekitar.
“Saya juga ingin berterima kasih kepada semua yang membantu dan mendoakan saya, mulai dari mamah dan ayah, keluarga, dosen, serta teman-teman semua,” kata Fauzi.
“Selain itu, teman-teman mahasiswa sangat kooperatif dan dengan senang hati membantu apabila saya ada kesulitan. Para dosen juga memberikan peluang yang sama bagi saya untuk berkembang tanpa membedakan status disabilitas,” sambungnya.
Setelah lulus, Fauzi berharap dapat menjadi pakar hukum disabilitas yang diakui dunia. Ia ingin memperjuangkan hak-hak penyandang disabilitas agar tetap bisa beradaptasi dengan perkembangan zaman hingga teknologi.
“Saya berharap UI tetap menjadi lembaga pendidikan kelas dunia yang menghasilkan insan-insan terbaik bangsa yang menginspirasi dan membawa Indonesia menjadi lebih baik. Semoga kesempatan belajar dan mengembangkan diri bagi para disabilitas tetap terbuka, dan UI bisa menjadi kampus percontohan dalam kedua hal itu baik secara nasional maupun internasional,” kata Fauzi.
Pesan Fauzi untuk Kawan Difabel
Kepada kawan-kawan disabilitas lainnya, Fauzi berpesan untuk selalu optimis dalam menempuh pendidikan. Ia mengingatkan bahwa saat ini sudah banyak kampus yang inklusif terhadap difabel.
“Saya merasa bangga dan terhormat menjadi salah satu lulusan FHUI. Semoga bisa menginspirasi, terutama teman-teman penyandang disabilitas yang memiliki cita-cita mengenyam pendidikan setinggi mungkin,” pesan Fauzi.
Begitu pun ibu dari Fauzi yakni Nurlaiah mengajak para orang tua yang anaknya difabel untuk terus memotivasi mereka seraya berdoa. Ia berpesan untuk terus mendukung putra-putrinya.
“Bagi orang tua yang memiliki putra-putri difabel, tolonglah, kalau bukan kita orang tuanya, siapa yang akan mendukung anak-anak kita. Mudah-mudahan ke depannya difabel lebih diperhatikan lagi dan tidak dipandang sebelah mata,” kata Nurlailah.
Sebagai orang tua, Nurlailah sangat bangga karena Fauzi dapat menuai buah manisnya. Ia sendiri telah menyaksikan perjalanan Fauzi yang cukup panjang agar bisa kuliah di UI.
“Saya selalu bilang ke Fauzi, kamu jangan menyerah, kamu harus bisa. Di balik kekurangan, pasti ada kelebihan. Semua yang ada di sekeliling kamu hanya bisa mendukung, tetapi yang menentukan adalah dirimu sendiri,” ujarnya.
(cyu/nwy)