Jakarta –
Yudha Wisuda Pratama mendapat penghargaan sebagai Guru Berprestasi Yayasan Pendidikan Dharma Karya (YPDK) 2024. Guru Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan (PJOK) SMK Dharma Karya, Melawai, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan ini baru mengajar sejak 2019, saat dirinya bahkan belum rampung skripsi.
Tumbuh besar menyenangi olahraga bola basket, mengapa ia memilih menjadi pendidik? Ini kisahnya.
Terinspirasi Bapak
Semasa kecil, Yudha terinspirasi untuk mengikuti jejak ayahnya menjadi guru kendati belum tahu ingin jadi guru apa. Yang ia tahu, dirinya gemar berolahraga, khususnya bola basket. Ia sampai belajar di sekolah bola basket sejak SMP.
Lulus sekolah, Yudha diminta pelatih untuk menggantikannya membimbing latihan bola basket siswa SMA. Kesempatan ini menjadi momen untuknya belajar melatih.
“Belajar bicara, belajar menghadapi anak, mengetahui karakteristiknya. Kayak micro-teaching waktu itu,” tuturnya pada detikEdu usai perayaan puncak HUT ke-67 Yayasan Pendidikan Dharma Karya (YPDK) di sekolah, Selasa (10/9/2024) kemarin.
Merasa cocok, ia terdorong untuk menjadi guru olahraga. Ia lalu memutuskan untuk melanjutkan kuliah Pendidikan Kepelatihan Olahraga di Universitas Negeri Jakarta.
Belum rampung skripsi, ia ditawari untuk menjadi guru olahraga. Peluang ini mengantarkan Yudha jadi guru Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan (PJOK) di SMK Dharma Karya mulai 2019.
Menjadi Pendidik
Masa-masa awal menjadi guru bagi Yudha adalah fase pengajar. Setelah mengajar, ia melanjutkan hari sebagai pelatih di sejumlah sekolah dan wasit bola basket.
Fase kedua dimulai saat guru senior di sekolah pindah tugas ke sekolah negeri karena lolos seleksi guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Yudha mendapati sosok yang kerap mendisiplinkan siswa tidak lagi ada di sekolah.
Alhasil, ia bersama rekan-rekan guru muda lainnya harus bertugas mendisiplinkan siswa, memastikan tidak ada yang terlambat masuk dan nongkrong di luar sekolah pada jam pelajaran. Yudha sudah tiba di sekolah pukul 6.30 pagi, setelah mengantarkan sang istri yang seorang guru di sekolah negeri.
Ia pun belajar untuk menjadi contoh baik dalam bertindak dan bertutur kata.
“Awalnya nggak pada takut, apalagi segan, terutama yang sudah kelas 3. Mulai awal tahun ajaran baru, masuk siswa kelas 10, kita perkenalkan lagi budaya disiplin,” ucap tertawa.
Di masa-masa itu, ia belajar untuk bertransisi dari pengajar menjadi pendidik. Mendapat tugas sebagai pembina OSIS, ia kerap belajar dari seniornya untuk membina siswa dalam melaksanakan kegiatan dan mengembangkan organisasi.
Pengalaman ini baru baginya yang memilih untuk fokus berlatih semasa kuliah ketimbang berorganisasi. Sejak 04.30 pagi, Yudha di masa kuliah sudah tiba di lapangan untuk berlatih, lalu masuk kelas. Pukul 17.00, ia dan teman-teman latihan lagi hingga 21.00.
Untuk memperkaya ilmu sebagai guru dan pembina OSIS, ia salah satunya belajar dan mengisi Platform Merdeka Mengajar (PMM). Kendati tidak mudah membagi waktu mendidik, membina, dan belajar, ia coba mendalami Kurikulum Merdeka hingga Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5).
Koordinator P5 SMK Dharma Karya tersebut juga mempelajari bidang kesehatan di PMM sebagai bagian dari PJOK.
“Tinggal aksi nyata, contohnya mengadakan penyuluhan khususnya siswi, yang ada siklus menstruasi. Bekerja sama dengan puskesmas untuk masalah kurang darah dan pemberian suplemen penambah darah,” tuturnya.
Penghasilan sampingan Yudha sebagai pelatih dan wasit sehari-hari bisa lebih besar dari yang ia dapatkan sebagai guru. Namun baginya, ada kesenangan sendiri untuk menjadi pendidik di sekolah.
“Ibu saya selalu bilang, ‘Nak, kalau kamu jadi guru, memang uangnya tidak banyak. Tapi itu menjadi sebuah berkah dalam hidup kamu. Kita ini hidup bukan hanya mencari harta, tapi mencari berkah Allah’,” ucapnya.
“Dan saya memilih untuk menjadi pendidik,” kata dia.
(twu/nwy)