Jakarta –
Institut Teknologi Bandung (ITB) menerapkan kebijakan wajib kerja paruh waktu di kampus bagi mahasiswa penerima beasiswa pengurangan uang kuliah tunggal (UKT). Mahasiswa yang dimaksud yakni yang dikenakan UKT di bawah Rp 12,5 juta.
Jika mahasiswa penerima pengurangan UKT tidak mengisi data formulir kerja paruh waktu, ITB akan mengevaluasi status beasiswa UKT-nya.
“Mahasiswa sekalian, ITB membuat kebijakan kepada seluruh mahasiswa ITB yang menerima beasiswa UKT, yaitu beasiswa dalam bentuk pengurangan UKT, diwajibkan melakukan kerja paruh waktu untuk ITB. Kebijakan ini adalah untuk memberikan kesempatan kepada mahasiswa penerima beasiswa UKT, berkontribusi kepada ITB,” bunyi surel pemberitahuan kebijakan tersebut, dikutip Kamis (26/9/2024).
Merespons kebijakan tersebut, Ketua Kabinet Keluarga Mahasiswa ITB (Kabinet KM ITB) Fidela Marwa Huwaida menyatakan pihaknya menuntut ITB sebagai institusi pendidikan atas kewajiban memberikan hak keringanan UKT pada mahasiswa yang membutuhkan tanpa meminta imbalan kepada mahasiswa.
“Pekerjaan paruh waktu yang dilakukan oleh mahasiswa kepada ITB harus bersifat sukarela, tanpa paksaan, dan tanpa konsekuensi terhadap hak pengurangan UKT yang dimiliki mahasiswa,” kata Fidela dalam keterangan resminya, Rabu (25/9/2024) malam.
Mahasiswa Kerja Paruh Waktu Wajib Tidak Diberi Upah
Mengadvokasi isu kebijakan wajib kerja paruh waktu tersebut, Kabinet KM ITB sebelumnya melakukan audiensi dengan Direktur Pendidikan (Dirdik) ITB Dr Techn Ir Arief Hariyanto pada Rabu (25/9/2024).
Fidela mengatakan, ITB tidak akan memberi upah atas kerja paruh waktu wajib tersebut sebagai tanda terima kasih mahasiswa pada kampus.
Ia menambahkan, ITB menginginkan agar mahasiswa ITB lebih setara dan karena itu perlu memberi kontribusi pada kampus lewat kerja paruh waktu wajib.
“Dirdik ITB menganggap bahwa kerja paruh waktu sebagai kontribusi, bukan eksploitasi, dan tidak akan diberi upah sebagai tanda terima kasih ke ITB,” kata Fidela.
Fidela mengatakan ITB juga menolak memberikan surat perjanjian kerja pada mahasiswa yang dikenakan wajib kerja paruh waktu tersebut.
“Pihak pimpinan ITB menolak untuk memberikan surat perjanjian kerja karena merasa kebijakan timbal balik merupakan moral diri mahasiswa ITB yang telah dibantu oleh ITB,” terang Fidela.
“Dirdik ITB mengatakan bahwa program ini dibuat agar mahasiswa lebih menghargai bantuan dari ITB. Pihaknya menekankan agar mahjasiswa ITB tidak berpikir seperti penerima bantuan langsung tunai (BLT) yang menurutnya memiliki tingkatan yang lebih rendah,” imbuhnya.
Seruan Aksi Penolakan Kerja Paruh Waktu Wajib di ITB
Atas respons ITB tersebut, Kabinet KM ITB mengeluarkan seruan aksi bagi seluruh mahasiswa ITB untuk berkumpul di Lapangan Basket ITB Ganesha hari ini, (Kamis 26/9/2024) pukul 12.30 WIB. Titik aksi akan berlangsung di Gedung Annex ITB.
Mahasiswa yang akan aksi dapat mendaftar di bit.ly/RegisAksiKMITB26September.
“Dengan tidak berubahnya hasil keputusan rektorat bahkan setelah diadakannya advokasi, menandakan bahwa institusi ini masih abai terhadap mahasiswanya. Maka dari itu, mari suarakan aspirasi kita dalam aksi hari ini,” tulis Kabinet KM ITB melalui akun Instagram @km.itb, Kamis (26/9/2024) pukul 07.00 WIB.
Kata KM ITB Soal Wajib Kerja Paruh Waktu Tanpa Upah
Kabinet KM ITB merangkum sejumlah poin masalah kebijakan wajib kerja paruh waktu bagi mahasiswa penerima pengurangan UKT berdasarkan hasil audiensi dengan pihak rektorat. Berikut rinciannya.
Tanpa Sosialisasi ke Mahasiswa
Dirdik ITB mengeluarkan kebijakan wajib kerja paruh waktu bagi mahasiswa penerima keringanan UKT tanpa sosialisasi lebih dulu karena menganggap bahwa mengeluarkan kebijakan tanpa melibatkan mahasiswa ITB adalah hak pimpinan.
Surel pemberitahuan dan formulir daring kerja paruh waktu wajib diedarkan untuk sengaja memancing diskusi berbagai pihak dengan antisipasi akan ada gelombang penolakan.
Dirdik ITB mengakui ada kekurangan dalam proses penyampaian informasi kebijakan via surel tersebut pada mahasiswa.
Boleh Ditolak tapi Risiko Putus Keringanan UKT
Dirdik ITB mempertanyakan kenapa mahasiswa tidak menolak kerja paruh waktu melalui formulir kerja tersebut. Namun, dalam formulir dinyatakan bahwa mahasiswa yang menolak akan dievaluasi dan/atau dihentikan keringanan UKT-nya pada semester berikutnya.
Durasi dan Jenis Kerja Paruh Waktu Wajib Tanpa Upah
Dirdik ITB mengkaim bahwa kerja paruh waktu wajib tersebut maksimal 2 jam per minggu. Kerja ini tanpa upah dan surat perjanjian kerja.
Dirdik ITB mengklaim bahwa jenis kerja paruh waktu wajib antara lain asisten mata kuliah/praktikum, penugasan administratif di sekolah/fakultas, atau prodi, atau laboratorium, atau unit kerja di bawah kantor Wakil Rektor bidang Akademik dan Kemahasiswaan (WRAM) ITB, dan membantu bimbingan mahasiswa dan akademik.
Mengacu pada Permendikbudristek No 2 Tahun 2024
Dirdik ITB mengklaim bahwa keringanan UKT yang termaktub dalam Permendikbudristek No 2 Tahun 2024 pasal 18 setara dengan beasiswa UKT ITB. Untuk itu, mahasiswa tetap harus memberi timbal balik ke ITB.
Berdasarkan pasal 18 ayat 4 dan 5 Permendikbudristek No 2 Tahun 2024, pemimpin PTN dapat memberikan keringanan UKT, penurunan tarif dan atau perubahan kelompok UKT, atau tidak, mengacu pada hasil verifikasi dan validasi pada mahasiswa, orang tua mahasiswa atau pihak pembiaya mahasiswa yang mengalami perubahan kemampuan ekonomi dan mengajukan peninjauan kembali tarif UKT.
Lebih lanjut, pemberian keringanan UKT di atas dapat berbentuk pembayaran UKT secara mengangsur atau pembebasan sementara UKT.
Mencontoh NUS, Tapi…
Dirdik ITB menyebut kebijakan wajib kerja paruh waktu bagi mahasiswa sudah dibandingkan dengan praktik di beberapa universitas, termasuk National University of Singapore (NUS). Namun, beasiswa NUS meliputi biaya kuliah hingga tempat tinggal.
“Sedangkan ITB hanya menyesuaikan UKT berdasarkan verifikasi ekonomi, yang sebenarnya adalah hak mahasiswa sesuai dengan Permendikbud No 2 Tahun 2024,” kata Fidela.
Pertimbangan Kemungkinan Mahasiswa Tertinggal
Dirdik ITB akan mempertimbangkan jumlah SKS, IPK, dan kemungkinan mahasiswa tertinggal dalam beberapa mata kuliah atas berjalannya kebijakan ini.
Saat formulir ditutup dari yang seharusnya pada Jumat, 27 September 2024 besok, sudah 200 mahasiswa yang mengisi formulir wajib kerja tersebut.
“Status kebijakan ini masih dalam kondisi ditunda oleh pimpinan ITB dengan melihat kondisi keberterimaannya oleh seluruh pihak,” kata Fidela.
Prioritas untuk Mahasiswa Kategori Ekonomi Lebih Tinggi
Dirdik ITB mengatakan jumlah posisi kerja paruh waktu ITB tidak akan bisa menampung seluruh mahasiswa yang mengajukan keringanan UKT. Karena itu, wajib kerja paruh waktu akan diutamakan untuk mahasiswa yang tergolong kelompok ekonomi lebih tinggi.
Disebut Opsional, Tapi Ada Risiko Putus Pengurangan UKT
Formulir kerja paruh waktu wajib disebut sebagai kegiatan opsional bagi mahasiswa untuk membantu sistem pengajaran maupun layanan di ITB.
“Namun, hingga saat ini belum ada jaminan bahwa tidak ada pencabutan hak pengurangan UKT bagi yang tidak bekerja paruh waktu,” kata Fidela.
(twu/nwy)