Jakarta –
Di tengah hiruk pikuk Jakarta yang padat dan ramai, terdapat kisah inspiratif dari seorang perempuan Tuli. Sehari-hari, ia bekerja sebagai pengemudi (driver) ojek online (ojol).
Stigma tak bisa berkendara dan lebih sulit mandiri dipatahkan perempuan ini. Ini kisah Siti Ningsih.
Menjadi Driver Ojol Tuli
Siti Ningsih merupakan salah satu penyandang disabilitas Tuli yang menjadi driver ojol Tuli. Ia menuturkan, pilihan pekerjaan ini diambilnya untuk memenuhi kebutuhan dasar dan menjadi mandiri.
“Saya butuh nafkah untuk hidup sendiri dan mandiri demi masa depan,” ujarnya pada detikEdu.
Meski penghasilan sebagai driver Gojek belum memadai, dia tetap bersyukur atas setiap rupiah yang diperoleh. Siti berharap ada kenaikan tarif ojol ke depannya untuk menaikkan pemasukan.
“Tarif lebih murah, tapi saya tetap bersyukur dan berharap mudah-mudahan tarif bisa naik,” tuturnya.
Cek Stiker di Helm-Keterangan di Aplikasi!
Agar penumpangnya tahu kondisinya sebagai seorang teman Tuli, Siti memasang stiker pengenal di helmnya. Pada aplikasi ojolnya, nama Siti juga disertai keterangan sebagai “driver tunarungu.”
Namun, tidak semua penumpang sadar dan peduli dengan stiker helm teman Tuli serta penanda tunarungu tersebut.
“Tidak nyaman jika penumpang tidak perhatian dan tidak membaca stiker di helm atau motor, atau dia cuek saja,” ungkapnya.
“Penumpang tidak semua pengertian,” tambahnya dengan nada kecewa.
Kendati tidak semua pengalaman dengan customer-nya menyenangkan, Siti tidak menyerah begitu saja. Baginya, setiap penumpang adalah tanggung jawab yang harus diemban dengan sepenuh hati.
Untuk itu, dia terus berusaha memberikan pelayanan terbaik sekalipun menghadapi penumpang yang kurang memahami kondisinya. Keselamatan di jalan adalah prioritas utamanya.
“Saya selalu berhati-hati di jalan dan memastikan komunikasi yang jelas dengan penumpang,” katanya.
Pesanan Makanan Kerap Batal, Peringkat Turun
Selain tantangan komunikasi dengan penumpang, dia juga menghadapi kendala dalam layanan pesan antar makanan.
“Kadang customer tidak mengerti dan langsung menelepon, restoran banyak yang tutup atau tidak sesuai titik lokasi, sehingga pesanan sering dibatalkan,” jelasnya.
Ketika pesanan dibatalkan, bukan hanya penghasilan yang hilang, tetapi juga peringkatnya di platform yang dapat menurun.
Dia percaya bahwa dukungan dari pemberi kerja seperti startup ojol sangat penting bagi penyandang Tuli. Ia berharap ke depannya makin banyak pelatihan dan fasilitas yang layak.
“Perusahaan harus lebih peduli dan mendukung inklusi dengan menyediakan pelatihan dan fasilitas yang memadai,” tegasnya.
Siti ingin ada lebih banyak pelatihan khusus yang dapat membantu penyandang Tuli seperti dirinya untuk berkomunikasi lebih efektif dengan penumpang dan pelanggan.
Menurutnya, kesetaraan dan inklusi di tempat kerja adalah hal yang sangat penting bagi penyandang disabilitas. Dia berharap masyarakat dan perusahaan dapat lebih memahami dan mendukung pola komunikasi yang digunakan oleh penyandang Tuli.
“Kesetaraan bagi penyandang Tuli sangat penting,” tegasnya.
“Masyarakat dan perusahaan harus lebih peduli dan perhatian untuk meningkatkan inklusi,” imbuhnya.
Dengan segala tantangan yang ia hadapinya, Siti tetap optimis tentang masa depan. Dia berharap bahwa kesadaran masyarakat tentang disabilitas akan meningkat dan lebih banyak dukungan kepada penyandang disabilitas.
(twu/twu)