Jakarta –
Anggota DPR Andreas Hugo Pareira mengungkap sederet masalah pendidikan di Indonesia yang masih belum rampung. Menurutnya, hal ini akan menjadi tugas besar bagi menteri pendidikan dalam kabinet pemerintahan selanjutnya yakni Prabowo-Gibran.
“Kita tahu ada banyak sekali pekerjaan rumah di sektor pendidikan, banyak permasalahan yang masih belum terselesaikan. Wajar kalau banyak pihak menilai presiden terpilih perlu sangat selektif memilih Mendikbud di Kabinetnya,” kata Andreas dalam keterangan resminya, Kamis (10/10/24).
Anggota Komisi X tersebut juga menyebut rincian masalah pendidikan ini. Mulai dari persoalan kualitas guru hingga kurikulum.
“Sementara tahun lalu anggaran pendidikan tidak terserap maksimal. Belum lagi kurikulum yang masih dalam periode transisi dan terhambat akibat dua tahun masa pandemi,” tuturnya.
Persoalan Guru di Indonesia
Sebagai anggota dewan yang pernah membidangi masalah pendidikan ini, Andreas melihat kualitas guru di daerah masih perlu ditingkatkan. Begitu pula dengan sarana prasarana sekolah-sekolah di daerah.
“Banyak sekali permasalahan di daerah yang tidak teratasi terutama menyangkut guru dan sarana prasarana menyebabkan masih rendah kualitas layanan pendidikan,” ungkap Andreas.
Selain kualitas guru yang masih rendah, Andreas juga menyinggung soal kekurangan guru. Utamanya di sektor pendidikan formal.
“Masalah rendahnya kualitas pendidikan nasional salah satu sebabnya adalah ketimpangan sertifikasi guru dan rendahnya hasil uji kompetensi guru. Ini menunjukkan bahwa pemerintah perlu segera mengambil langkah-langkah strategis untuk meningkatkan mutu pendidikan,” ujarnya.
Solusi Atas Permasalahan Guru di Indonesia
Berdasarkan data dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), 1,6 juta guru masih belum tersertifikasi. Hal ini yang menjadi bukti ketimpangan kualitas guru di Indonesia.
Oleh karena itu, Andreas meminta pemerintah agar bisa mempercepat proses sertifikasi guru. Sebelum mengikuti sertifikasi, guru bisa mengikuti pelatihan terlebih dahulu.
“Sertifikasi tidak hanya dilihat sebagai formalitas. Tetapi harus disertai pengukuran kompetensi yang lebih ketat, memastikan guru memiliki keterampilan yang diperlukan,” terang Andreas.
Dengan sertifikasi guru, Andreas yakin para pendidikan bisa memenuhi standar kompetensi. Selain itu, mereka juga bisa meningkatkan kualitas pengajarannya.
“Jika pengajarnya memiliki kualitas yang baik, maka akan memberikan performa mengajar yang baik pula untuk anak-anak kita sebagai generasi penerus bangsa,” katanya.
Andreas kemudian membeberkan angka presentasi guru yang telah tersertifikasi. Di jenjang SMP baru 48,44 persen, di SD baru 45,77 persen, dan terendah di jenjang SMK yakni baru 38,49 persen.
“Pemanfaatan teknologi, seperti pembelajaran daring, bisa menjadi solusi untuk menjangkau guru di daerah terpencil. Namun sebelumnya pemerintah harus memastikan bahwa akses internet sudah terpenuhi di seluruh wilayah-wilayah pelosok,” jelas Andreas.
Persoalan Pendidikan Lainnya di RI
Selain menyoroti permasalahan guru yang belum ada habisnya, Andreas pun membeberkan isu lain. Salah satunya soal Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang selalu jadi polemik tiap tahunnya.
Kemudian, ia menyebut ketimpangan kualitas pendidikan masih belum teratasi. Buktinya ada beberapa sekolah yang masih mendapati kesulitan dalam akses transportasi atau komunikasi.
Ditambah lagi dengan aspek lainnya seperti biaya pendidikan seperti uang kuliah yang mahal. Pengaruh status sosial, agama, hingga diskriminasi gender. Oleh karena itu, Andreas mendorong evaluasi menyeluruh terhadap keseluruhan masalah pendidikan di RI.
“Harus ada evaluasi secara menyeluruh, dan permasalahan kualitas layanan pendidikan perlu diselesaikan dari hulu ke hilir,” tegasnya.
(cyu/cyu)