Jakarta –
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, MY Esti Wijayanti mengungkapkan profesi guru di Indonesia sangatlah rentan. Hal ini terlihat dari berbagai kasus guru yang berujung dengan risiko hukum dalam proses membina siswa.
Selama beberapa tahun terakhir, berbagai kasus guru dilaporkan orang tua menjadi semakin banyak. Salah satu alasannya adalah karena orang tua tidak terima ketika anaknya didisiplinkan dengan sedikit keras di sekolah.
Sebut saja kasus Sambudi, guru asal Sidoarjo, Jawa Timur yang dilaporkan orang tua karena tidak terima anaknya dicubit hingga memar. Ia berujung vonis 3 bulan penjara karena perbuatannya mencubit murid yang tidak mau ibadah sholat.
Selanjutnya pada 2023 lalu ada kasus guru Zaharman asal Bengkulu yang diketapel orang tua siswa hingga buta permanen. Hal ini dikarenakan orang tua tak terima anaknya dimarahi karena ketahuan merokok.
Sampai yang terbaru, ada guru honorer Supriyani asal Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Supriyani ditetapkan sebagai tersangka usai dituduh melakukan pemukulan terhadap siswa yang merupakan anak personel kepolisian di Polsek Baito.
Ia sempat ditahan, hingga akhirnya penahanannya ditanggungkan lantaran ada kesaksian yang mendukung Supriyani tidak bersalah.
Sistem Pendidikan Harus Melindungi Guru
Berkaca dari berbagai kasus ini hingga yang terbaru Supriyani, MY Esti Wijayanti menilai sistem pendidikan harusnya melindungi guru ketika menjalankan tugasnya.
“Kasus guru Supriyani ini menjadi contoh betapa rentannya profesi guru di era saat ini, khususnya bagi para guru honorer yang perjuangannya dalam menjalankan tugas sangat besar,” kata sosok yang akrab dipanggil Esti ini dikutip dari rilis yang diterima detikEdu, Minggu (27/10/2024).
Dalam berbagai kasus guru ini, Esti menyoroti adanya intervensi dan reaksi orang tua siswa yang menurutnya berlebihan. Apalagi ketika salah satu pihak (dari orang tua) memiliki kekuasaan atau pengaruh. Hal ini akan membebani guru.
“Fenomena seperti ini tidak jarang terjadi dalam sistem pendidikan kita. Padahal reaksi atau intervensi yang terlalu berlebihan dan tidak proporsional justru dapat merusak proses pendidikan,” tuturnya.
Guru Harus Diberi Ruang Disiplinkan-Bimbing Siswa
Lebih lanjut, Anggota dewan yang juga bertugas di Badan Anggaran (Banggar) DPR RI itu menekankan guru adalah elemen kunci dalam sistem pendidikan. Tugasnya tidak hanya mengajar tetapi membimbing dan membentuk karakter siswa melalui pengajaran nilai-nilai disiplin, tanggung jawab, dan etik.
Dengan labelnya sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, beban guru masa kini sangatlah berat dan penuh tantangan. Sayangnya, ruang guru untuk disiplinkan dan bimbing siswa kini semakin hilang.
“Karena fenomena reaksi orang tua yang sedikit-sedikit membawa masalah ke ranah hukum,” ucap Esti.
Hal ini menyebabkan kurangnya pendidikan karakter bagi anak di sekolah. Akibatnya banyak, seperti meningkatnya bullying di sekolah hingga tidak ada rasa hormat atau keseganan dari murid untuk guru.
Esti tidak bisa menyangkal, bila memang nyatanya benar-benar ada berbagai kasus kekerasan yang dilakukan guru pada muridnya. Tetapi, orang tua harus bisa membedakan mana tindakan disiplin dan bentuk kekerasan. Keduanya, menurut Esti tidak bisa disamaratakan.
“Kalau memang guru melakukan kekerasan ya memang harus dan wajib diproses hukum dan mendapat sanksi. Tapi saya mengajak semua masyarakat, khususnya wali murid, untuk mendukung proses pembinaan karakter yang dilakukan guru di sekolah demi perkembangan karakter anak-anak kita,” terangnya lagi.
Sehingga ia menekankan, seharusnya sistem pendidikan nasional bisa memastikan bila guru, orang tua, dan siswa dapat bekerja sama. Dalam hal ini, guru diberikan ruang untuk mendisiplinkan dan membimbing siswa, sedangkan orang tua mempercayakan hal tersebut kepada sekolah, sehingga siswa mendapat perlindungan yang layak.
“Guru harus diberikan ruang untuk mendisiplinkan dan membimbing siswa, sementara siswa tetap mendapatkan perlindungan yang layak,” tukasnya.
Jika tindakan pendisiplinan yang diterapkan guru selalu menjadi sorotan dan dipertanyakan dampaknya, guru bisa terancam dalam menjalankan tugasnya. Dampak yang ditimbulkan justru kurangnya perkembangan moral dan tanggung jawab siswa.
“Kalau orang tua melakukan intervensi terus, guru bisa merasa terancam dalam menjalankan tugasnya. Ini mengakibatkan kurangnya penerapan disiplin di kelas, yang pada akhirnya berdampak pada perkembangan moral dan tanggung jawab siswa itu sendiri,” jelas Esti.
Kesejahteraan Guru yang Masih Kurang
Untuk itu, Esti mendorong pemerintah untuk membuat sistem pendidikan yang seimbang antara hak guru untuk mendisiplinkan siswa dan hak orang tua untuk melindungi anak-anak mereka. Perlindungan ini juga harus dikelola dengan bijak melalui regulasi dan kebijakan pendidikan yang komprehensif.
Legislator dari Dapil DI Yogyakarta itu juga menekankan pentingnya meningkatkan kesejahteraan guru, khususnya bagi para guru honorer. Mengingat beban kerja dan tanggung jawab mereka sangat besar.
“Sudahlah tugas dan bebannya berat, kesejahteraan guru itu masih kurang. Ini yang masih PR kita dan akan terus kami perjuangkan di DPR demi memastikan agar semua guru di Indonesia yang memiliki tugas mulia mendidik anak bangsa mendapatkan kesejahteraan dan kehidupan yang layak,” tutup Esti.
(det/faz)