Jakarta –
Negara-negara dengan ekonomi yang maju biasanya memiliki sistem pendidikan yang berkembang dengan baik. Contohnya, Singapura dan Finlandia berhasil mencapai kemajuan berkat pendidikan yang berkualitas tinggi.
Hal ini disampaikan oleh Prof Dr Abdul Mu’ti, Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah, di depan peserta Sidang Tanwir Muhammadiyah yang berlangsung di Kupang pada 5 Desember 2024.
Sidang Tanwir ini merupakan pertemuan tingkat kedua setelah Muktamar, dihadiri oleh jajaran Pimpinan Pusat, Unsur Pembantu Pimpinan, Pimpinan Organisasi Otonom, serta Pimpinan Wilayah dari seluruh Indonesia, dengan tema “Menghadirkan Kemakmuran untuk Semua.”
Pendidikan yang berkualitas untuk semua adalah amanat dari UUD 1945, yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Hal ini juga dikuatkan oleh UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2023, yang menegaskan hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.
“Terkait dengan penugasan saya di kabinet Merah Putih, sebagai Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, yang memiliki Pendidikan Bermutu untuk Semua, merupakan amanat UUD 1945 dan juga amanat dari UU Sisdiknas No 20 tahun 2023, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang bermutu,” ujar Mu’ti yang juga Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) dalam keterangan yang diterima detikedu, Jumat (6/12/2024).
Menteri Mu’ti juga berharap agar Muhammadiyah dapat bersinergi dan berkolaborasi dalam mewujudkan visi tersebut. Harapan ini bukan tanpa dasar, karena Muhammadiyah telah terbukti menjadi pengelola lembaga pendidikan terbesar di Indonesia.
“Perlu saya sampaikan secara nyata Muhammadiyah memiliki peran penting dalam pendidikan nasional. Jumlah sekolah swasta yang paling banyak di Indonesia adalah sekolah yang dikelola oleh Muhammadiyah, begitu pula jumlah murid swasta terbesar belajar di perguruan Muhammadiyah,” jelasnya yang disambut tepuk tangan peserta.
Data per bulan April 2024 menunjukkan bahwa terdapat 1.054.000 murid yang belajar di sekolah-sekolah Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Selain itu, Muhammadiyah juga memiliki jumlah guru terbanyak, termasuk di dalamnya guru-guru yang lulus dari PPPK. Dari lebih dari 110.000 guru yang lulus PPPK, lebih dari 10.000 di antaranya berasal dari Muhammadiyah.
Menteri Mu’ti mengidentifikasi beberapa langkah yang dapat dilakukan bersama, salah satunya adalah program wajib belajar 13 tahun yang dimulai dari pendidikan pra-sekolah.
Pendidikan pra-sekolah yang paling banyak dijalankan adalah oleh Aisyiyah, yang menunjukkan bahwa keberhasilan program wajib belajar 13 tahun sangat bergantung pada peran ibu-ibu Aisyiyah melalui Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal.
Kerja sama lain dengan Muhammadiyah adalah menyediakan layanan pendidikan berkualitas untuk semua, khususnya di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar).
Keberhasilan layanan pendidikan di daerah 3T memerlukan dukungan dari Lembaga Pengembangan Cabang Ranting dan Pembinaan Masjid (LPCRPM), Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM), dan Lembaga Dakwah Khusus (LDK). Di daerah 3T, terdapat undang-undang yang mengatur satu desa satu PAUD, yang dapat dikelola oleh LPCRPM.
Menurut Mu’ti, di daerah terpencil yang sulit dijangkau oleh layanan sekolah, pendekatan dapat dilakukan melalui relawan pendidikan atau relawan pengajar. Hal ini dapat bersinergi dengan LDK, di mana relawan tidak hanya mengajar tetapi juga berdakwah di kalangan komunitas.
Mu’ti berharap agar program-program pendidikan dapat terus berjalan dengan dukungan yang memadai, dan hal ini tentu saja sangat dipengaruhi oleh kualitas pendidikan di sekolah-sekolah Muhammadiyah serta kualitas para guru Muhammadiyah.
“Itulah beberapa hal yang akan saya sampaikan untuk nanti bisa menjadi sinergi bersama dalam memajukan pendidikan mewujudkan pendidikan bermutu menuju bangsa yang bermutu,” ujar Mu’ti.
(pal/pal)