Jakarta –
Kasus produksi dan peredaran uang palsu mencuat di Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Sulawesi Selatan. Pihak kepolisian menetapkan 17 tersangka dalam kasus ini, termasuk dua pegawai UIN Alauddin Makassar dan dua karyawan bank BUMN.
Rektor UIN Alauddin Makassar Prof. Hamdan Juhannis menyatakan pihak kampus mengambil langkah pemecatan dengan tidak hormat terhadap kedua pegawai segera setelah penetapan tersangka.
“Kami mengambil langkah tegas; setelah ini jelas kedua oknum yang terlibat dari kampus kami langsung kami berhentikan dengan tidak hormat,” kata Hamdan pada Konferensi Pers Pengungkapan Pembuatan dan Peredaran Uang Palsu di Polres Gowa, Kamis (19/12/2024), dikutip dari laman kampus, Sabtu (21/12/2024).
Guru Besar bidang Sosiologi UIN Alauddin tersebut mengatakan pihak kampus mendukung penuh upaya kepolisian untuk menuntaskan kasus ini. Ia juga menyatakan janji untuk meningkatkan pengawasan internal agar kejadian serupa tidak terjadi kembali.
“Selaku pimpinan tertinggi di UIN Alauddin, saya marah, malu, dan merasa tertampar. Setengah mati kami membangun kampus dan reputasi, namun sekejap dihancurkan,” ucapnya.
Kasus Uang Palsu UIN Alauddin
Dimulai Juni 2010
Dalam acara yang sama, Kapolda Sulsel Irjen Yudhiawan mengatakan produksi dan peredaran uang palsu di UIN Alauddin Makassar dimulai pada Juni 2010 atau hampir 14 tahun silam. Aktivitas ini kemudian berlanjut pada 2011-2012.
Produksi uang palsu menurut Yudhiawan sempat terhenti untuk mematangkan persiapan perencanaan aksi. Aktivitas kriminal tersebut dimulai lagi pada 2022. Para pelaku menyiapkan perlengkapan untuk mencetak uang palsu.
Pada Mei 2024, produksi uang palsu dilaksanakan dengan menggunakan mesin pencetak uang palsu, tinta, dan kertas dari China.
Cetak Uang Palsu di Kampus
Mesin pencetak uang palsu kemudian diselundupkan ke gedung perpustakaan UIN Alauddin Makassar pada September 2024.
Uang palsu Rp 150 juta mulai diedarkan pada November 2024.
Yudhiawan mengatakan Kepala Perpustakaan UIN Alauddin Makassar Andi Ibrahim (AI) merupakan otak sindikat uang palsu dalam kampus tersebut.
“Jadi mereka yang 17 orang ini perannya berbeda-beda, ya tapi peran sentralnya ada di saudara AI,” ucapnya, dilansir detikSulsel.
Kasus ini terungkap usai tersangka M bertransaksi jual beli uang palsu dengan AI dengan rasio 1:2.
“Nah uang palsu perbandingannya satu banding dua. Jadi satu asli, dua uang palsu, terus kemudian transaksi ini sudah melalui beberapa tersangka yang lain,” terang Yudhiawan.
Polisi menyita barang bukti dengan total nilai ratusan triliun rupiah. Ratusan lembar mata uang asing termasuk won Korea dan dong Vietnam juga disita dalam kasus ini.
Simak selengkapnya dengan klik di sini.
(twu/pal)