Jakarta –
Ujian Nasional (UN) akan kembali digelar mulai tahun 2026. Rencana tersebut diumumkan langsung oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti.
“InsyaAllah kalau nanti sudah masuk pada tahun ajaran berikutnya (2025/2026), skemanya seperti apa nanti kita umumkan pada waktunya. Tunggu sampai ada pengumuman resmi,” kata Mu’ti dalam arsip detikEdu, dikutip Jumat (3/1/2025).
Mu’ti mengatakan konsep baru untuk UN mendatang masih disiapkan hingga matang. Sehingga pelaksanaannya belum bisa dimulai pada 2025.
“Ujian nasional sudah siap secara konsep tetapi 2025 ini belum kita laksanakan,” katanya.
Kembalinya UN sontak menjadi perbincangan hangat di dunia pendidikan. Seperti diketahui, UN sempat menjadi penentu kelulusan siswa pada jenjang SD, SMP, dan SMA. Namun kebijakan itu terhenti pada 2015 dan UN berhenti secara total pada 2021.
Minta UN Bersifat Low Stake
Menanggapi kembalinya UN, Kepala Bidang Advokasi Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Iman Zanatul Haeri, menegaskan agar Kemdikdasmen perlu mengkaji ulang UN sebelum diterapkan kembali.
Imam mengatakan, ada tiga kriteria yang perlu dipenuhi dalam mengadakan asesmen siswa. Kriteria tersebut adalah asesmen dirancang sesuai tujuan sistem pendidikan, asesmen yang memuat informasi komprehensif dari segi input, proses, dan output pembelajaran, dan asesmen bersifat low-stake atau tidak berisiko apapun terhadap capaian akademik siswa.
“Jika UN digunakan sebagai penentu kelulusan siswa, ini jelas harus ditolak. Karena bersifat high-stakes testing bagi murid,” kata Iman.
Lebih lanjut, Imam berpendapat jika UN di masa lalu mencampuradukan fungsi asesmen sumatif bagi siswa, formatif bagi sekolah, dan dijadikan alat menyeleksi siswa masuk ke jenjang pendidikan di atasnya dengan menggunakan nilai UN. Nilai UN tertera di belakang ijazah sebagai bentuk sertifikat capaian belajar siswa.
“UN pada masa lampau sangat tidak adil, hanya berorientasi kognitif, mendistorsi proses pendidikan itu sendiri, dan mengkotak-kotakan mana mata pelajaran penting dan yang tidak,” lanjut Iman.
Apabila UN yang akan dikembalikan tidak menjadi penentu kelulusan, maka Kemendikdasmen harus jelas tujuan, fungsi, skema, anggaran, kepesertaan, instrumen, teknis implementasi, dan dampaknya.
“Apakah ujiannya berbasis mata pelajaran, apa saja? Empat mata pelajaran Matematika, Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia dan mata pelajaran pilihan untuk SMA/SMK/MA? Atau justru semua pelajaran yang di-UN-kan?” tanya Iman.
Rekomendasi Pelaksanaan UN dari P2G
P2G memberikan sejumlah rekomendasi untuk pelaksanaan UN ke depannya, yakni:
1. Evaluasi terhadap sistem pendidikan dalam rangka pengendalian mutu dan pencapaian standar nasional nasional.
2. Pemerintah menghidupkan kembali lembaga mandiri dan independen yang berwenang melakukan evaluasi dan menilai pencapaian standar nasional pendidikan.
3. UN yang akan dilaksanakan harus dilakukan secara terpadu, bersifat low-stakes, tidak berbasis mata pelajaran, dan fokus pada foundational skills.
4. Mendorong Kemdikdasmen tetap fokus kepada evaluasi untuk pemetaan kompetensi mendasar siswa atau foundational skills yakni kompetensi literasi dan kompetensi numerasi. Hal ini dikarenakan hasil tes terstandar nasional dapat dijadikan alat ukur pemetaan mutu dan kompetensi siswa secara nasional.
(nir/faz)