Jakarta –
Wacana siswa libur selama Ramadan 2025 tengah ramai diperbincangkan. Rencana kebijakan ini pun menuai pro dan kontra.
Pakar pendidikan dari Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Dr Kemil Wachidah SPd I MPd mengutarakan tanggapannya. Menurut Kemil, realisasi libur selama Ramadan ini bisa memicu dampak yang kompleks.
“Di satu sisi, Ramadan adalah bulan suci bagi mayoritas masyarakat Indonesia yang beragama Islam. Dalam konteks budaya, Ramadan menjadi momentum penting untuk memperkuat nilai-nilai religius, spiritual, dan kebersamaan dalam keluarga serta komunitas,” ujarnya dilansir dari laman Umsida, Rabu (8/1/2025).
Siswa Bisa Kehilangan Momentum Belajar
Dosen prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Umsida tersebut menuturkan libur sekolah selama Ramadan dapat menimbulkan banyak tantangan. Salah satunya dalam kontinuitas belajar mengajar.
Siswa bisa kehilangan momentum belajar yang sudah dibangun lama. Kemil menyebut di samping memberikan pengajaran karakter, sekolah juga harus memberikan pendidikan akademik yang memadai.
Konsep Libur Ramadan Harus Jelas
Kemil mengatakan, libur selama Ramadan bukanlah hal baru bagi santri pondok pesantren. Sehingga jika libur ini diterapkan kepada siswa di sekolah umum, maka konsepnya harus jelas.
“Saya ambil contoh liburan full Ramadan di pondok modern Gontor. Mengapa pondok tersebut menerapkan libur penuh selama bulan Ramadan? Karena pondok Gontor memaknai arti liburan prinsip Ar-rohah fii tabadulil a’mal (istirahat itu ada pada pergantian pekerjaan),” ujarnya.
Konsep libur selama Ramadan di pondok pesantren dimaknai dengan mengisi waktu istirahat dengan hal yang berbeda. Para santri biasanya akan mengamalkan ilmunya di masyarakat selama libur tersebut.
Sehingga, Kemil menyampaikan siswa di sekolah umum jangan sampai menganggap libur Ramadan sebagai momen untuk berekreasi. Akan tetapi, harus ada kegiatan jelas yang dilakukan selama libur itu.
“Misalnya dengan mempersingkat jam belajar atau mengganti kegiatan akademik dengan program berbasis nilai-nilai keislaman, seperti diskusi tentang Ramadan, ceramah keagamaan, atau bakti sosial,” kata Kemil.
Tugas Guru Jika Siswa Libur Selama Ramadan
Kemil kemudian memberikan pesan kepada para guru jika kebijakan ini diterapkan. Menurutnya, guru harus terus memastikan bahwa siswa tetap belajar selama libur.
Caranya bisa dengan memberikan tugas atau proyek yang mengintegrasikan aspek akademis dan nilai spiritual. Dengan begitu, guru bisa memantau perkembangan karakter sekaligus akademik siswa.
“Misalnya, siswa dapat diminta untuk menulis jurnal tentang pengalaman mereka selama bulan puasa, mengerjakan proyek sosial, atau melaksanakan kegiatan keagamaan yang kemudian dilaporkan dalam bentuk refleksi,” tuturnya.
Dalam menjaga interaksi dengan siswa, guru bisa memaksimalkan teknologi. Tugas pun dapat berupa video atau soal-soal yang bisa dibagikan lewat platform online.
“Platform daring memungkinkan siswa untuk tetap belajar meskipun tidak berada di sekolah, dan pendidik bisa mengadakan diskusi online untuk membantu siswa,” terang Kemil.
(cyu/nwy)