Jakarta –
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) melalui tim Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) Sumatra Utara telah melakukan klarifikasi ke Sekolah Dasar (SD) swasta Abdi Sukma Kota Medan, perihal siswa yang mendapat hukuman belajar di lantai.
Tim tersebut bertemu dengan murid, orang tua, guru, dan pihak yayasan. Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, Gogot Suharwoto PhD mengungkapkan laporan dari tim menyebutkan sebenarnya yang belum dibayarkan orang tua murid bukan uang sekolah.
“Ternyata ada tunggakan bukan uang sekolah, tapi iuran tambahan karena itu kan sekolah swasta,” ujar Gogot saat dihubungi detikEdu, Sabtu (11/1/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sanksi untuk Guru Jadi Kewenangan Yayasan
Gogot pun menyatakan seharusnya prosedur yang ditempuh yayasan dan sekolah adalah melakukan komunikasi dengan orang tua.
“SOP seharusnya memang bersurat ke orang tua karena yang membayar orang tua. Anak kan tahunya sekolah. Hal ini yang sangat disayangkan,” ujar mantan Atase Pendidikan dan Kebudayaan Kedutaan Besar Republik Indonesia Korea Selatan itu.
Pihak yayasan yang menaungi sekolah tersebut juga mengaku tidak pernah mengeluarkan kebijakan untuk menghukum keterlambatan pembayaran dengan belajar di lantai kelas. “Hukuman itu inisiatif guru wali kelasnya,” kata Gogot.
Adapun sanksi untuk guru tersebut diserahkan pada pihak yayasan. “Kewenangan dari yayasan untuk memberi menindak guru. Seharusnya di yayasan sudah ada prosedurnya,” ujar Gogor.
Tidak Boleh Ada Kekerasan dalam Pendidikan
Gogot menegaskan pendidik dalam proses belajar mengajar di sekolah seharusnya memberikan rasa aman, nyaman, menyenangkan bagi siswa.
Ia pun menyatakan dalam proses pembelajaran setiap peserta didik harus bebas dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi.
“Tidak boleh ada kekerasan dalam pendidikan. Dalam video tersebut, kasihan sekali anaknya memang terlihat tertekan,” ujar doktor bidang Pendidikan Matematika dari Oregon State University, Corvallis, Oregon, Amerika Serikat itu.
Kronologi Siswa SD Diminta Belajar di Lantai Kelas
Dikutip dari detikSumut, orang tua siswa, Kamelia (38), mengatakan jika peristiwa dalam video terjadi pada Rabu (8/1). Anaknya sendiri ternyata telah duduk selama 3 hari di lantai.
“Di hari Rabu, tanggal 6 (Januari) masuk sekolah kan, jadi sekitar 3 hari itu dia memang duduknya di lantai tanpa sepengetahuan saya,” kata Kamelia kepada detikSumut, Jumat (10/1/2025).
Kamelia pun menceritakan kronologi dia mengetahui anaknya duduk di lantai saat belajar. Kamelia menyebutkan wali kelas membuat peraturan jika siswa yang belum mengambil rapor tidak boleh mengikuti kegiatan belajar mengajar.
“Jadi gini ceritanya, saya memang belum melunasi uang SPP awalnya, tapi wali kelasnya itu kan membuat peraturan kalau sudah terima rapor baru muridnya bisa mengikuti pelajaran,” ujarnya
Kamelia mengaku sudah berkomunikasi dengan wali kelas jika dia belum bisa datang ke sekolah. Dirinya berniat menjual handphone-nya agar bisa melunasi uang sekolah kedua anaknya di sekolah itu.
Sementara anaknya yang lain, disebut tidak mendapat perlakuan seperti itu meskipun belum membayar uang sekolah.
“Saya sudah koordinasi hari Selasa-nya, saya bilang ibu izin saya belum bisa datang, itu rencana kemarin saya mau sempat jual HP untuk bayar uang sekolah biar (anak) dapat rapor,” ucapnya.
Dia mengaku mengetahui jika anaknya duduk di lantai berawal dari anaknya yang tidak mau berangkat ke sekolah pada Rabu (8/1) pagi. Saat itu, Kamelia meminta agar anaknya pergi duluan dan akan menyusul untuk membayar uang sekolah.
Anaknya kemudian menceritakan jika dia malu duduk di lantai beberapa hari ini karena belum mengambil rapor. Dari situlah kemudian Kamelia datang ke sekolah.
“Terus anak saya bilang gini ‘jangan lah Mak, ayolah datang ke sekolah, Mahesa malu lo Mak asyik duduk di semen aja, dari pertama masuk,” ujarnya.
Kamelia kemudian menghubungi wali kelas anaknya untuk memastikan informasi dari anaknya. Wali kelas membenarkan hal itu dan ngotot jika aturannya anak tidak bisa mengikuti pelajaran jika tidak mengambil rapor.
Mengetahui hal itu, Kamelia kemudian datang ke sekolah dan melihat langsung anaknya duduk di lantai saat belajar. Kamelia mengaku miris saat melihat anaknya duduk di lantai.
“Miris hati saya, kok kecewa kali, saya kan dari awal sudah izin, kenapa didudukkan di semen juga,” ungkapnya.
Setelah sempat mempertanyakan soal anaknya duduk di lantai, Kamelia kemudian diajak ke kantor. Wali kelas disebut tetap bersikeras dengan sikapnya, padahal kepala sekolah mengatakan tidak ada membuat aturan seperti itu.
“Memang dia keukeuh, dia (wali kelas) bilang ‘saya sudah suruh keluar tapi dia (siswa) nggak mau’, saya tanya kepsek apakah itu peraturan dari sekolah, kepsek bilang ‘peraturan itu nggak ada saya buat’,” sebutnya.
Kamelia mengaku sudah memohon, apalagi dirinya saat itu sedang sakit. Suami Kamelia sendiri bekerja sebagai tukang bangunan.
Uang sekolah anaknya di SD itu sebesar Rp60 ribu per bulan. Kedua anaknya yang sekolah di SD itu sama-sama menunggak uang sekolah selama 3 bulan.
“Kalau dia kan dari kelas 1 itu Rp60 ribu, tidak ada naik sampai sekarang Rp60 ribu, mereka kan ini berdua abang beradik, si adik lah satu, tiga bulan lah uang SPP mereka belum dibayar,” ucapnya.
(pal/faz)