Jakarta –
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) belum lama ini meluncurkan 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat. Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Dr Seto Mulyadi, S Psi atau yang akrab dikenal Kak Seto turut merespons program tersebut.
Menurutnya, ‘7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat’ ini sangat penting. Kak Seto pun turut menerapkan program ini di sekolah-sekolah rumahan yang ia asuh.
Kak Seto berharap gerakan ini dapat bersinergi antara perlindungan anak dan pendidikan. Sebab, kekerasan anak tanpa sadar kerap terjadi di sekolah-sekolah yang mengatasnamakan pendidikan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Sebagai contoh kasus di Lebak Bulus anak membunuh bapaknya dan neneknya. Itu akibat penekanan pelajaran pada IPTEK, serba kognitif mengabaikan etika dan estetika membuat anak-anak tertekan,” jelasnya melalui keterangan secara tertulis yang diterima pada Selasa (14/1/2025).
“Etika soal akhlak mulia, sedang estetika soal keindahan cara berkomunikasi,” imbuhnya.
Isi Pendidikan Semestinya Nomor Satu Akhlak
Kak Seto menilai, isi pendidikan semestinya secara berurutan adalah etika, estetika, iptek, kreativitas, lalu senang bersahabat, dan sebagainya.
“Jadi nomor satu adalah akhlak mulia, kedua kebhinekaan global, menghargai perbedaan, kreativitas, juga berpikir kritis,” jelasnya.
Soal Generasi Strawberry, Begini Kata Kak Seto
Menurutnya, anak-anak yang disebut ‘generasi strawberry’ adalah yang tidak kuat mental, mudah kesal, dan putus asa sambil mengambil jalan pintas. Ini disebabkan ketiadaan kecerdasan emosional dan spiritual.
“Kecerdasannya hanya kecerdasan kognitif saja, tidak ada kecerdasan emosional, juga tidak ada kecerdasan spiritual,” kata Kak Seto.
Maka itu, ia menyebut program ‘7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat’ sudah tepat. Karena menurutnya, memang harus ada keseimbangan antara makan bergizi, istirahat, dan olahraga.
“Saya menyebutnya mungkin dengan program Gembira. G-gerak, olahraga, kemudian E-emosi cerdas, kecerdasan emosional memegang peran penting dengan bersosialisasi, tidak mudah tersinggung, tidak gampang bermusuhan,” paparnya.
“M-makan minum berkualitas, bergizi, B-beribadah, atau bersyukur bahagia, I-istirahat cukup, tidur cepat, R-rukun, unsur bermasyarakat ramah bergaul, A-aktif belajar atau gemar belajar,” lanjutnya.
Kak Seto menegaskan bahwa belajar tidak selalu akademik, melainkan bisa berupa keterampilan, seni gamelan, menari, dan lainnya.
“Sudah pas betul program Pak Menteri,” ucap Kak Seto.
Kak Seto mengatakan dalam hal kecerdasan spiritual, pelajaran agama penting bukan hanya dengan dilafalkan, tetapi juga dipraktikkan dan harus dicontohkan para pendidik. Dia pun menyinggung soal tuntutan agar anak menurut.
“Sekarang ini kalau mimpi punya anak penurut malah sering gagal. Karena apa, di depan orang tua nurut, di belakang nggak nurut,” ujarnya.
Ia menekankan setiap anak hebat, autentik, tidak terbandingkan, dan mempunyai keunikan masing-masing.
“Dalam keluarga tidak lagi diterapkan cara-cara otoriter harus begini, begitu, anak malah kabur, antara fight atau fly, kabur ke kamar main gadget jadinya malah terpapar hal-hal negatif. Segala sesuatu melalui kerja sama sebagai ‘superteam’,” terangnya.
Kak Seto mencontohkan, misalnya soal ibadah, anak juga perlu diberi kesempatan menyampaikan pendapat agar ia menjalankannya berdasarkan motivasi internal, bukan eksternal.
Saran untuk 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat
Lebih lanjut, Kak Seto menyarankan, agar program ‘7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat’ ini diperkenalkan dengan cara ramah anak dan diteladankan.
Dia menceritakan pengalamannya mencetuskan program di LPAI pada 2018 bernama Sasana yang terdiri dari kata Saya Sahabat Anak. Pada program tersebut pihaknya meminta Presiden, Menteri Pendidikan, Menteri Sosial, Menteri Kesehatan, dan Menko PMK, untuk mendorong agar anak-anak sehat mentalnya dan senang bersosialisasi.
“Presiden dan para Menteri menjadi sahabat anak, kami ajak dolanan bersama permainan tradisional, di halaman samping Istana Merdeka dalam rangka Hari Pendidikan Nasional tahun 2018. Saat itu Menteri Pendidikan pak Muhadjir Effendy,” ceritanya.
“Setelah itu mengajak para Gubernur, sampai pada tingkat RT dan RW, memposisikan anak sebagai teman, guru juga sebagai teman. Saya pun yang sudah kakek-kakek dipanggil Kak,” ungkap Kak Seto.
(nah/faz)