Jakarta –
Dunia pendidikan diramaikan dengan kasus guru yang menghukum siswa SD Swasta Abdi Sukma Kota Medan karena menunggak pembayaran Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP). Ketua Guru Belajar Foundation memberikan pendapatnya.
Beberapa waktu ini, ramai isu seorang guru bernama Haryati yang menghukum siswa karena menunggak pembayaran SPP. Dalam video peristiwa yang terjadi pada Rabu (8/1/2025), siswa tersebut terlihat duduk di lantai selama kegiatan belajar-mengajar. Setelah melalui pertimbangan, Yayasan Sukma Abdi Medan mengumumkan pemberian sanksi skorsing pada Haryati.
Melihat kasus itu, Bukik Setiawan selaku Ketua Guru Belajar Foundation mempertanyakan pengelolaan manajemen yayasan. Pasalnya, urusan administrasi seperti pembayaran SPP seharusnya bukan ranah guru.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Muara persoalan ini adalah tata kelola satuan pendidikan. Penagihan SPP bukan tanggung jawab guru. Guru bertanggung jawab mendidik murid, bukan mengelola keuangan, ” kata Bukik dalam keterangan resmi yang diterima detikEdu, Kamis (16/1/2025).
Dugaan Guru Ditekan Pihak Yayasan
Bukik menduga adanya tekanan dari pihak yayasan yang mendorong guru untuk ikut bertanggung jawab atas keterlambatan pembayaran SPP siswa. Pada akhirnya, desakan ini membuat guru memberikan tekanan kepada siswa.
Menurut Bukik, pelunasan SPP seharusnya hanya terjadi antara orang tua dengan sekolah atau yayasan. Bukan dengan guru ke siswa. Apabila ditemukan kesulitan pembayaran, yayasan seharusnya mengambil langkah proaktif.
“Apabila ternyata memang ada kesulitan dari pihak orang tua, manajemen sekolah atau yayasan yang mengambil langkah proaktif untuk mencari solusi. Bukan kemudian membebankan tanggung jawab ini pada guru,” lanjutnya.
Lebih lanjut, Bukik mengajak guru untuk tidak mengorbankan tugas pokok untuk melaksanakan tugas tambahan. Melalui kasus ini, beban tambahan yang tidak sesuai terbukti menciptakan ketidakharmonisan guru dengan siswa.
Selain itu, Bukik juga menegaskan pentingnya yayasan sekolah untuk membedakan tugas pengajaran dan administrasi yang tidak ada kaitannya dengan guru. Sekolah perlu memastikan agar guru bekerja di lingkungan yang mendukung.
Kemendikdasmen Kunjungi Sekolah Terkait
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) melalui tim Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) Sumatera Utara telah melakukan klarifikasi ke SD swasta Abdi Sukma Kota Medan perihal siswa yang mendapat hukuman belajar di lantai.
Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, Gogot Suharwoto PhD mengungkapkan laporan dari tim menyebutkan sebenarnya yang belum dibayarkan orang tua siswa bukan uang sekolah.
“Ternyata ada tunggakan bukan uang sekolah, tapi iuran tambahan karena itu kan sekolah swasta,” ujar Gogot saat dihubungi detikedu, Sabtu (11/1/2024).
Gogot menyatakan seharusnya prosedur yang ditempuh yayasan dan sekolah adalah melakukan komunikasi dengan orang tua, bukan siswa.
“SOP seharusnya memang bersurat ke orang tua karena yang membayar orang tua. Anak kan tahunya sekolah. Hal ini yang sangat disayangkan,” ujar mantan Atase Pendidikan dan Kebudayaan Kedutaan Besar Republik Indonesia Korea Selatan itu.
Pihak yayasan yang menaungi sekolah tersebut juga mengaku tidak pernah mengeluarkan kebijakan untuk menghukum keterlambatan pembayaran dengan belajar di lantai kelas.
“Hukuman itu inisiatif guru wali kelasnya,” kataGogot.
Sementara itu ketua yayasan yang menaungi SD tersebut, Ahmad Parlindungan, menyatakan pihaknya telah memberi sanksi pada guru bersangkutan. Guru tersebut kini dirumahkan.
“Gurunya ya kita rumahkan dulu lah, tenangkan dirinya,” ucapnya, dilansir detikSumut, dikutip Kamis (16/1/2025).
“Sudah kita berikan juga sanksi, setelah viral suasana tidak kondusif, jadi saya bilang mulai hari Senin istirahat di rumah sampai tenang, sampai kondusif, nanti kelanjutannya disampaikan,” imbuh Ahmad Parlindungan.
(nir/twu)