Jakarta –
Perguruan tinggi masuk ke daftar baru pihak yang bisa mengelola tambang mineral dan batu bara bersama dengan organisasi masyarakat (ormas) keagamaan dalam revisi Undang-undang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba).
Hal ini terungkap dalam Rapat Pleno Badan Legislasi DPR RI yang membahas Penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (20/1/2025).
Ketua Baleg DPR RI, Bob Hasan mengungkapkan dalam rapat sebelumnya pada 14 Januari 2025 disepakati selain hilirisasi, pengelolaan pertambangan oleh ormas keagamaan menjadi prioritas untuk diatur dalam UU Minerba.
Selain itu, Bob menyampaikan pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) pada perguruan tinggi juga menjadi salah satu prioritas.
“Demikian pula juga dengan (pengelolaan tambang oleh) perguruan tinggi ya dan tentunya UKM usaha kecil,” ujar anggota Fraksi Partai Gerindra itu.
Ketentuan tentang perguruan tinggi bisa mengelola tambang hadir dalam Pasal 51A dalam draf revisi UU Minerba, yang berbunyi:
(1) Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) Mineral logam dapat diberikan kepada perguruan tinggi dengan cara prioritas.
(2) Pemberian dengan cara prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mempertimbangkan:
a. luas WIUP Mineral logam.
b. akreditasi perguruan tinggi dengan status paling rendah B, dan/atau
c. Peningkatan akses dan layanan pendidikan bagi masyarakat.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian WIUP Mineral logam dengan cara prioritas kepada perguruan tinggi diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Tak Relevan dan Berpotensi Timbulkan Masalah
Keputusan penetapan perguruan tinggi sebagai pengelola tambang menimbulkan banyak pendapat. Anggota Baleg DPR RI, Umbu Kabunang Rudi Yanto Hunga menyatakan kebijakan ini bisa berpotensi menimbulkan masalah baru.
“Bagaimana pemerintah bisa memberikan kewenangan kepada universitas atau perguruan tinggi, yang jumlahnya ribuan di Indonesia? Ini bisa memunculkan masalah baru,” katanya dikutip dari E-Media DPR RI, Selasa (21/1/2025).
Alih-alih memberikan izin tambang, Umbu mengusulkan agar perguruan tinggi diberikan dana langsung bila ingin mendukung peningkatan mutu pendidikan. Bantuan dana langsung ini dinilai lebih relevan, karena Indonesia belum mengatur undang-undang khusus tentang pengelolaan tambang di ranah universitas.
“Sepanjang kita belum mengatur bagaimana undang-undang terkait universitas atau perguruan tinggi disesuaikan dengan pengelolaan tambang, maka hal ini berpotensi menimbulkan persoalan,” tambahnya.
Pendapat serupa juga datang dari anggota Baleg lain, Al Muzammil Yusuf. Ia mempertanyakan tujuan pemberian wewenang pertambangan kepada perguruan tinggi.
Karena di dalam Tridharma Perguruan Tinggi yang diatur dalam UU Pendidikan Tinggi tidak ada masalah pertambangan. Melainkan hanya mencakup pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
“Bagaimana nantinya hubungan UU (Minerba) ini dengan UU Pendidikan Tinggi,” ujar anggota DPR dari Fraksi PartaI Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Menurut Al Muzzammil, RUU Minerba harus dibuat dengan cermat agar tak berpotensi menimbulkan masalah hukum di masa depan. Proses ini perlu dilakukan karena minerba sangat penting dan bermanfaat untuk masyarakat.
“Saya kira kita semua sepakat bahwa pemanfaatan minerba sangat penting untuk pembangunan masyarakat, pembukaan lapangan kerja, dan hilirisasi. Namun, kita harus berhati-hati agar tidak memunculkan persoalan baru yang nantinya bisa digugat di Mahkamah Konstitusi (MK),” tegas Al Muzzammil.
(det/pal)