Jakarta –
Pemerintah telah mengumumkan libur sekolah selama Ramadan. Berdasarkan Surat Edaran Bersama (SEB) 3 Menteri, siswa akan mulai libur pada Kamis-Jumat, 27 dan 28 Februari 2025.
Siswa akan masuk sekolah pertama pada bulan Ramadan yakni tanggal 6 Maret 2025. Setelah kurang lebih 3 pekan bersekolah, siswa akan libur lagi menjelang lebaran mulai Rabu, 26 Maret 2025 dan baru masuk lagi pada 9 April 2025.
Informasi yang tertera pada SEB ini ditujukan untuk semua siswa, termasuk siswa di sekolah nonIslam. Berdasarkan isi SEB, siswa nonmuslim dianjurkan untuk mengikuti kegiatan kerohanian dan dibimbing oleh guru yang sesuai dengan agamanya masing-masing.
“Jadi aturan itu berlaku komprehensif, tidak hanya untuk mereka yang beragama Islam, tapi juga untuk murid yang tidak beragama Islam,” kata Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti, usai rapat kerja dengan Komisi X di Jakarta, Rabu (22/1/2025).
Bimbingan Rohani untuk Siswa Nonmuslim Perlu Dipikirkan
Sejauh ini, teknis skema bimbingan kerohanian untuk siswa nonmuslim selama Ramadan belum dijelaskan secara rinci. Mendikdasmen hanya menyebut “kegiatan kerohanian”.
Merespons hal ini, Dosen Program Studi Manajemen Kebijakan Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr Subarsono, M Si, M A, mengatakan bahwa pemerintah perlu memikirkan juga format bimbingan keagamaan untuk siswa nonmuslim.
“Saya pikir perlu dipikirkan format yang lebih matang, terukur dan implementatif, misalnya bimbingan rohani atau keagamaan itu di bawah pengawasan siapa. Apakah guru agama atau sekolah kerja sama dengan lembaga keagamaan, misalnya gereja?” ucapnya kepada detikEdu, Rabu (22/1/2025).
Subarsono berpendapat, skema atau SOP bimbingan rohani perlu dibuat agar tidak diisi semuanya oleh guru agama tanpa arah yang jelas.
“Sebagai contoh, bagi siswa Kristen, bimbingan agama akan lebih tepat sesuai kalender gereja, yakni (misal) masa pra-Paskah, sehingga bimbingan rohani berisi materi persiapan menuju Paskah. Demikian (juga) agama lain, disesuaikan dengan kalender agama mereka,” paparnya.
“Untuk mendukung kegiatan ini, bisa menggunakan berbagai platform digital dalam bimbingan rohani,” tambahnya.
Perlunya Kerja Sama Guru dan Orang Tua
Sementara itu, terkait agenda libur sekolah pada awal Ramadan dan jelang lebaran, pakar menilai perlu adanya kerja sama antara guru dan orang tua. Hal ini terutama terkait pembelajaran mandiri siswa ketika di rumah.
Menurut Subarsono, kerja sama antara guru dan orang tua ditujukan agar implementasi belajar mandiri siswa bisa tercapai.
“Pada tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD), keterlibatan orang tua dalam pengawasan anak didik dan kerja sama dengan sekolah (harus) lebih tinggi dari pada level SMP atau SLTA. Karena semakin tinggi level sekolah para siswanya relatif lebih mandiri,” papar Pakar Kebijakan Pendidikan UGM tersebut.
“Pada level pendidikan SD, perlu ada sosialisasi dari sekolah jenis pengawasan dan bimbingan seperti apa yang perlu dilakukan orang tua, semacam kisi-kisi lah, sehingga orang tua (bisa lebih) jelas (terkait) kewajibannya,” lanjutnya.
(faz/pal)