Jakarta –
Indonesia memiliki tokoh muslim yang memiliki sumbangsih pemikiran tentang hisab awal bulan, awal waktu salat, hingga persoalan astronomi lainnya. Tokoh yang dimaksud adalah Saadoe’ddin Djambek.
Dikenal sebagai pakar ilmu falak, Saadoe’ddin telah mempelajari ilmu hisab sejak tahun 1929, saat usianya masih 18 tahun. Ia menempuh studi hingga berguru kepada ahli hisab atau ilmuwan bidang astronomi dan benda-benda langit.
Di kemudian hari, Saadoe’ddin menghasilkan karya-karya dalam bidang ilmu falak, salah satunya hisab awal bulan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tokoh Asal Minangkabau
Saadoe’ddin Djambek biasa juga dikenal dengan Datuk Sampono Radjo. Ia dilahirkan di Bukittinggi, Sumatra Barat pada 24 Maret 1911 (29 Rabi’ul Awal 1329 H).
Saadoe’ddin merupakan putra ulama besar asal Minangkabau bernama Muhammad Djamil Djambek. Ayahnya juga dikenal sebagai ahli ilmu falak pada masanya, demikian dilansir Observatorium Ilmu Falak Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (OIF UMSU).
Sejak kecil, Saadoe’ddin telah menempuh pendidikan formal dan keagamaan. Khususnya soal ilmu falak, ia belajar langsung dengan ayahnya.
Selain itu, pada usia dewasa muda, ia juga belajar ilmu hisab dari Syekh Taher Jalaludin, yang mengajar di Al-Jami’ah islamiah Padang tahun 1939.
Pendidikan Saadoe’ddin Djambek dan Kariernya sebagai Guru
Menurut karya ilmiah yang ditulis Miqdad Rikanie pada 2019 dari Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Saadoe’ddin memperoleh pendidikan formal pertama di HIS (Hollands Inlandsche School) hingga tamat pada tahun 1924.
Setelah lulus, ia melanjutkan studi ke sekolah pendidikan guru, HIK (Hollands Inlandsche Kweekschool) di Bukittinggi dan tamat pada 1927. Lanjut lagi, ia meneruskan studinya ke Hogere Kweekschool (HKS), sekolah pendidikan guru atas, di Bandung, Jawa Barat dan memperoleh ijazah pada 1930.
Selepas mengantongi ijazah pendidikan guru, ia mengabdi sebagai guru Gouvernements Schakelschool di Perbaungan, Palembang selama empat tahun dari 1930 hingga 1934.
Kariernya terus berlanjut, hingga akhirnya ia mengajukan permohonan untuk dipindahtugaskan ke Jakarta. Tujuan kepindahan ini agar, Saadoe’ddin bisa melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.
Selama di Jakarta, tokoh asal Minang ini kembali mengabdi sebagai guru Gouvernements HIS selama setahun (1934-1935 M). Tak lama setelahnya, ia melanjutkan pendidikan ke Indische Hoofdakte (program diploma pendidikan) di Bandung sampai memperoleh ijazah pada 1937.
Tak butuh waktu yang lama, setelah mengikuti pendidikan di Bandung, Saadoe’ddin kembali menjalankan tugas sebagai guru Gouvernement HIS di Simpang Tiga (Sumatra Timur) selama empat tahun (1937-1941).
Seiring waktu, kariernya terus meningkat, dari guru sekolah dasar sampai menjadi dosen di perguruan tinggi.
Meski kariernya meningkat, Saadoe’ddin sebagai seorang pemikir terus memperdalam keilmuannya. Pada 1954-1955, ia memperdalam pengetahuannya di Fakultas Ilmu Pasti Alam dan Astronomi Institut Teknologi Bandung (ITB) atau yang kini dikenal dengan FMIPA ITB.
Ia juga belajar hingga ke luar negeri, seperti menghadiri konferensi Mathematical Education di India (1958). Namanya kemudian semakin dikenal sebagai ahli falak dan berkontribusi dalam pendidikan, melalui Muhammadiyah.
Pada 1969, Saadoe’ddin diberi kepercayaan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah menjadi ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis Pendidikan dan Pengajaran di Jakarta periode 1969-1973.
Selama periode ini, ia tetap belajar. Ia pergi lagi ke luar negeri untuk mempelajari sistem Comprehensive School di berbagai Negara seperti India, Thailand, Swedia, Belgia, Inggris, Amerika Serikat dan Jepang (1971).
Lalu pada 1972, saat diadakan musyawarah ahli Hisab dan Rukyat seluruh Indonesia, disepakati dibentuknya Badan Hisab dan Rukyat. Saadoe’ddin kemudian dipilih dan dilantik sebagai Ketua Badan Hisab dan Rukyat.
Pemikiran Saadoe’ddin Djambek
Miqdad Rikanie, dalam studinya juga menguraikan pemikiran Saadoe’ddin. Salah satunya tentang pengembangan sistem baru dalam perhitungan hisab dengan mengenalkan teori Spherical Trigonometry (segitiga bola).
Menurut Saadoe’ddin, teori itu dibangun untuk menjawab tantangan zaman. Artinya dengan meningkatnya kecerdasan umat di bidang ilmu pengetahuan maka teori-teori yang berkaitan dengan ilmu astronomi hisab perlu didialogkan dengan ilmu astronomi modern sehingga dapat dicapai hasil yang lebih akurat.
Saadoe’ddin menggunakan teori-teori yang terdapat dalam spherical trigonometry untuk menghisab arah kiblat, menghisab terjadinya bayang-bayang kiblat, menghisab awal waktu shalat dan menghisab awal bulan dalam kalender Hijriah.
Karena sistem tersebut dikembangkan olehnya, sistem itu akhirnya dikenal dengan istilah hisab Saadoe’ddin Djambek.
Beberapa pemikirannya juga didokumentasikan dalam buku, antara lain:
– Waktu dan Djadwal Penjelasan Populer Mengenai Perjalanan Bumi, Bulan dan Matahari (Penerbit Tintamas tahun 1952)
– Almanak Djamiliyah (Penerbit Tintamas tahun 1953)
– Arah Kiblat dan Tjara Menghitungnya dengan Djalan Ilmu Ukur Segi Tiga Bola (Penerbit Tintamas tahun 1956)
– Menghisab Awal Waktu Shalat (Penerbit Tintamas tahun 1957)
– Perbandingan Tarich (Penerbit Tintamas tahun 1968)
– Pedoman Waktu Shalat Sepanjang Masa (Penerbit Bulan Bintang tahun 1974)
– Shalat dan Puasa di daerah Kutub (Penerbit Bulan Bintang tahun 1974)
– Hisab Awal bulan Qamariyah (Penerbit Tintamas tahun 1976)
(faz/nwk)