Jakarta –
Selama Ramadan, siswa SD-SMA/SMK akan menjalani pembelajaran di sekolah. Sebagaimana telah diinstruksikan dalam Surat Edaran Bersama (SEB) 3 Menteri.
Dalam SEB Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah RI, Menteri Agama RI, dan Menteri Dalam Negeri RI No 2 Tahun 2025, No 2 Tahun 2025 dan No 400.1/320/SJ tersebut, siswa dianjurkan melakukan beberapa kegiatan bermanfaat.
Beberapa contohnya melakukan tadarus Al-Qur’an, mengikuti kajian keislaman, pesantren kilat dan lainnya. Begitu juga bagi siswa non-Islam dapat melaksanakan kegiatan sesuai kepercayaan masing-masing.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak hanya di sekolah, siswa juga akan melaksanakan pembelajaran Ramadan di rumah. Diketahui, libur lebaran bagi siswa telah diperpanjang yang awalnya 26 Maret-8 April 2025 menjadi 21 Maret-8 April 2025.
Pakar sosiologi pendidikan Universitas Airlangga (Unair) Prof Tuti Budirahayu Dra MSi berpendapat bahwa waktu libur lebaran tersebut bisa diisi dengan kegiatan bermanfaat. Menurutnya, kegiatan siswa selama Ramadan atau libur lebaran dapat mengikuti ritme ibadah dan nilai-nilai sosial.
“Dalam amalan ibadah Ramadan, siswa dilatih untuk menerapkan disiplin, sabar, bertoleransi, dan menghargai sesama,” ujar Tuti dilansir dari laman Unair, Rabu (5/3/2025).
Belajar Membuat Jadwal Harian
Menurut Tuti, momen Ramadan dapat dijadikan kesempatan bagi siswa belajar mengelola waktu dengan lebih baik. Jika bisa mengelola waktu dengan baik maka siswa lebih siap menghadapi tantangan akademik usai Ramadan.
Selain itu, kemampuan mengatur waktu adalah bentuk kebiasaan positif. Sehingga hal ini dapat memberikan efek jangka panjang.
Untuk membentuk kebiasaan ini, siswa bisa diminta membuat jadwal harian yang seimbang. Misalnya membaca Al-Qur’an 10-15 menit setelah sahur dan sholat Subuh.
Kemudian, belajar dan mengerjakan tugas hingga waktu sholat Dzuhur. Usai Dzuhur, siswa bisa beristirahat atau tidur siang secukupnya agar bisa menjalani aktivitas sore dengan bugar.
Setelah mengerjakan sholat Ashar, siswa bisa kembali mengerjakan tugas atau membantu orang tua menyiapkan menu buka puasa. Adapun kegiatan ibadah bisa dilanjutkan setelah berbuka misalnya tadarus Al-Qur’an dan tarawih.
“Berpuasa tidak identik dengan tidur atau bermain-main, apalagi diberi libur lalu dimanfaatkan untuk bermain game melalui gawainya atau bermain-main ke luar rumah tanpa tujuan yang jelas,” tegasnya.
Peran Guru-Orang Tua untuk Pembelajaran Ramadan
Tuti juga menyoroti peran dari guru hingga orang tua dalam memaksimalkan kegiatan Ramadan. Menurutnya, guru dan orang tua harus membuat kesepakatan untuk membantu siswa dalam menjalankan pembelajaran.
“Setiap anak harus berkomitmen dengan jadwal yang telah dibuatnya,” jelasnya.
Selain itu, peran orang tua juga perlu dalam memastikan anak produktif. Orang tua bisa mengeceknya setiap saat atau selekas pulang kerja.
“Ketika kembali ke rumah, waktu yang tersisa dapat digunakan untuk mengecek kegiatan anak,” tambahnya.
Dalam SEB tiga menteri pun telah dijelaskan bahwa orang tua atau wali harus membimbing dan mendampingi siswa dalam melaksanakan ibadah. Tak hanya itu, orang tua/wali juga harus memantau kegiatan belajar mandiri siswa.
Disebutkan juga peran dari berbagai pihak untuk memaksimalkan kegiatan pembelajaran Ramadan ini. Kemendikdasmen memerintahkan pemerintah daerah hingga kantor Kemenag provinsi dan kabupaten/kota untuk membantu merencanakan kegiatan pembelajaran Ramadan.
(cyu/nwy)