Jakarta –
Bagaimana rasanya menjalani puasa Ramadan di negara dengan mayoritas nonmuslim? Kondisi ini tengah dirasakan oleh Danny Fadel Prasetya, mahasiswa asal Indonesia yang berada di Swedia.
Danny, sapaannya, merupakan mahasiswa tahun pertama program Master in Sustainable Production Development di KTH Royal Institute of Technology di Swedia. Ia tinggal di ibu kota Swedia yakni Stockholm.
“Tahun ini adalah tahun pertama saya di kota Stockholm. Tidak ada acara ataupun agenda khusus untuk menyambut bulan suci Ramadan mengingat bahwa negara Swedia adalah negara yang mayoritas penduduknya nonmuslim,” ucapnya kepada detikEdu, Selasa (11/3/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak hanya mayoritas penduduknya nonmuslim, Swedia juga termasuk negara di ujung utara bumi. Hal ini membuat berpuasa di Swedia bisa lebih panjang dari wilayah lain pada musim tertentu.
Puasa Bisa Mencapai 15 Jam
Mengutip Al Jazeera, Swedia tercatat sebagai negara dengan durasi puasa terpanjang di dunia. Waktu puasa terpanjang pada Ramadan 2025 ini bisa mencapai 15 jam, terutama di kota Stockholm.
Durasi ini mirip dengan wilayah Helsinki di Finlandia, Oslo di Norwegia, hingga Glasgow di Skotlandia. Sementara yang mengalami durasi puasa terpanjang untuk Ramadan 2025 yakni ada di Nuuk, Greenland yang mencapai 16 jam lebih.
Di Stockholm sendiri, Danny, menjelaskan bahwa tahun ini, untuk awal Ramadan, durasi puasa masih mirip dengan Indonesia yakni sekitar 13 jam. Namun, untuk akhir bulan Ramadan, durasi puasa bisa lebih lama.
“Untuk waktu berbuka di Swedia tahun ini relatif sama dengan Indonesia di awal Ramadan dari jam setengah 5 pagi hingga jam setengah 6 sore, tetapi secara berangsur akan lebih panjang di akhir Ramadan sampai puncaknya di jam 3 pagi hingga setengah 7 malam karena berakhirnya musim dingin dan daylight saving time (atau dikenal dengan waktu musim panas),” ungkapnya.
Buka Bersama hingga Tadarus Al Quran
Danny mengakui bahwa pengalaman puasa yang dirasakan di Swedia sangat berbeda dibandingkan ketika menjalani bulan Ramadan di Tanah Air.
Jika di Tanah Air, lanjutnya, masyarakat sangat antusias dalam menyambut bulan Ramadan, seperti banyak bazar makanan, masyarakat berburu takjil di sore hari, waktu kerja dan kuliah disesuaikan dengan waktu puasa. Namun di Swedia, masyarakat beraktivitas seperti bulan-bulan biasanya.
Meski begitu, ia tetap bisa merasakan suasana Ramadan, terutama ketika jelang waktu berbuka. Sebab, ia akan pergi ke masjid dan berkumpul bersama warga negara Indonesia lainnya.
“Beberapa masjid di Stockholm mengadakan kultum sebelum adzan Maghrib dan dilanjutkan dengan berbuka puasa bersama hingga salat tarawih. Biasanya, di sinilah diaspora Indonesia berkumpul bersama untuk menikmati suasana Ramadan,” ujar pria asal Yogyakarta tersebut.
![]() |
Tak hanya itu, diaspora Indonesia juga turut menghidupkan Ramadan di Stockholm dengan cara mengadakan acara pengajian dan buka bersama hampir setiap minggu yang dihadiri 50-100 orang.
Acara dimulai dengan tadarus Al-Quran dilanjutkan dengan kultum secara hybrid dengan platform Zoom dan diakhiri dengan tarawih bersama.
“Pada saat berbuka, menu makanan Nusantara pun dibawa teman-teman secara potluck untuk mengobati rasa kangen suasana Ramadan di kampung halaman,” tutupnya.
(faz/pal)