Jakarta –
Penjurusan IPA-IPS-Bahasa di SMA masih menimbulkan pro-kontra di antara praktisi pendidikan. Ada pandangan sendiri dari Ketua Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) Prof Eduart Wolok. Apa katanya?
“Saya tidak akan mengomentari kebijakan penjurusan IPA-IPS itu karena pasti teman-teman di Kemendikdasmen sudah mempertimbangkan mengenai kebijakan ini, tentang pertimbangan substansinya,” jelas Eduart saat berbincang dengan detikEdu, ditulis Rabu (16/4/2025).
Lantas bagaimana dari segi pedagogiknya? Rektor Universitas Gorontalo ini mengatakan semakin banyak mata pelajaran (mapel) di SMA yang relevan dengan program studi (prodi) tujuan kuliah, akan semakin baik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Semakin banyak mata pelajaran yang diambil di SMA yang relevan dengan program studi kuliah akan jauh lebih baik. Sehingga IPA-IPS ya lebih mudah dipahami. Kalau mau mengambil jurusan sains di perguruan tinggi, maka akan jauh lebih baik jurusan IPA. Kalau kamu memotret bahwasanya akan lebih banyak kelompok sains yang dipilih, semakin banyak mapel yang relevan akan lebih baik. Kalau saya siswa SMA kelas 12, dan ingin ambil jurusan teknik, maka akan jauh lebih baik dan relevan ambil mata pelajaran yang terkait teknik 2 sampai 3 mapel sehingga bisa disosialisasikan lagi soal penjurusan ini,” ujar Eduart yang juga Ketua Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru (SNPMB) 2025 ini.
Penjurusan Terkait TKA dan Tes Jalur Masuk PTN Perlu Dikaji
Mendikdasmen Abdul Mu’ti sebelumnya mengatakan bahwa penjurusan IPA-IPS-Bahasa di SMA yang akan diadakan lagi ini, terkait dengan Tes Kemampuan Akademik (TKA) yang akan dimulai pada November 2025 buat kelas 12 SMA. Dalam TKA ada mata pelajaran wajib yakni matematika dan bahasa Indonesia. Sisanya ada mapel pilihan apakah IPA yang terdiri dari Biologi, Fisika, Kimia atau IPS seperti Akuntansi dan Geografi.
Mu’ti saat itu juga mengatakan tidak menutup kemungkinan TKA ini akan menjadi tes masuk ke PTN, sehingga tidak perlu mengadakan seleksi tes masuk lagi. Sekali lagi, ini masih wacana.
“Sebenernya jalur tes harus melihat dulu, perlu menyamakan persepsi pelaksanaan TKA dengan UTBK. Karena jadi 2 hal berbeda, TKA substansi tesnya kemampuan penyerapan mata pelajaran di SMA dengan UTBK untuk menguji kemampuan mereka di prodi yang dipilih,” jelas Eduart soal wacana kemungkinan TKA jadi tes masuk seleksi PTN.
TKA sebenarnya akan menjadi salah satu indikator dan semacam validator nilai rapor. Nilai TKA akan menjadi koreksi nilai rapor yang tidak standar.
“Nilai rapormu dan saya misalnya. Nilaimu rata-rata 90, nilai saya hanya 80 atau 75. Kita memilih prodi yang sama dan PTN yang sama, dengan TKA yang sama itu kan jadi koreksi nilai rapor lagi. Jadi ini salah satu indikator penilaian, untuk TKA ini,” imbuhnya.
Lain halnya bila TKA ini diproyeksikan menjadi format UTBK (Ujian Tulis Berbasis Komputer) masa depan, menurut Eduart harus didiskusikan dengan panjang-lebar lagi, karena substansi tolok ukurnya berbeda.
“Apakah TKA akan jadi UTBK masa depan dan sebagainya, perlu didiskusikan lebih panjang. TKA untuk mengukur kompetensi akademik selama pembelajaran di SMA. UTBK tes kemampuan akademik untuk nantinya dia akan menempuh prodi yang dipilih di perkuliahan tersebut dengan kuota kursi yang kita tentukan. Kalau TKA untuk jalur prestasi atau SNBP itu bisa jadi indikator tambahan validasi nilai rapor. Tapi untuk UTBK masa depan masih jauh,” jelas Eduart.
Mendikdasmen Abdul Mu’ti melontarkan wacana yang kemungkinan besar akan dieksekusi pada tahun ajaran baru 2025/2026.
“Jurusan akan kita hidupkan lagi, IPA, IPS, Bahasa. Di TKA (Tes Kemampuan Akademik) ada tes wajib Bahasa Indonesia dan Matematika,” jelas Mendikdasmen Abdul Mu’ti dalam Halal Bihalal Bersama Forum Wartawan Pendidikan (Fortadikbud) di Perpustakaan Kemendikdasmen, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta, Jumat (11/4/2025).
Hal ini berkaitan dengan Tes Kemampuan Akademik (TKA) yang akan dimulai pada November 2025.
“Kalau jurusan IPA, boleh pilih fisika, kimia atau biologi. Kalau IPS ada akuntansi dan sebagainya,” lanjut Mu’ti.
(nwk/pal)