Jakarta –
Prof Dr Heru Nugroho, dosen Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM) memiliki kebiasaan yang menarik. Belakangan ia gemar menyambangi rumah mahasiswanya.
Memang tidak semua rumah mahasiswa ia datangi. Tujuan Prof Heru melakukan ini adalah untuk belajar langsung dari masyarakat, melalui perjuangan-perjuangan hidup yang dialami mahasiswanya.
“Anak yang pintar berinteraksi dengan saya itu kan panggung depan, panggung belakangnya itu kadang-kadang kita nggak lihat. Nah, setelah lihat panggung depan dan belakang, saya baru tahu perjuangan-perjuangan hidup yang dilalui oleh mahasiswa,” ujar Prof Heru di Gedung Fisipol UGM, Kamis (24/10/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu mahasiswa yang rumahnya dikunjungi oleh Prof Heru adalah Surya Aji Pratama. Surya merupakan mahasiswa bimbingan skripsi Prof Heru yang berasal dari Gunung Kidul, Yogyakarta.
Ditemui secara terpisah, Surya mengaku relasi antara dosen dan mahasiswa di lingkungan Departemen Sosiologi UGM memang menarik.
“Ada beberapa dosen yang sering nongkrong bareng ketika jam makan siang, jam istirahat. Mereka itu habis ngajar ke kantin terus duduk bareng mahasiswa, ngobrol-ngobrol santai, rokok, habis itu ngobrol ngalor ngidul tentang isu-isu sosial, tentang kehidupan pribadi, tentang karier masa depan,” terang Surya di lingkungan Fisipol UGM, Jumat (25/10/2024), dan ditulis Sabtu (26/10/2024).
Ia mengatakan, di lingkungan akademiknya relasi antara dosen dan mahasiswa terbilang santai. Maka dari itu lumrah, jika seorang dosen seperti Prof Heru berkunjung ke rumah mahasiswanya.
“Jadi kalau di sini sifatnya santai aja. Jadi hubungan antara mahasiswa dengan dosen kalau bisa enggak ada hierarki. Aku memandangnya seperti itu. Mereka mengupayakan seperti itu,” ujarnya lagi.
Surya mengatakan, di tempatnya, mahasiswa tidak diizinkan untuk memanggil dosen dengan sebutan pak atau bu, melainkan mas atau mbak.
“Tapi biasanya saya manggil Mas Heru itu Prof Heru, kalau dosen-dosen yang lain biasanya mas, mbak,” jelasnya.
Mahasiswa dan Dosen yang Saling Belajar
Pada tulisannya yang diunggah dalam akun Facebook, Prof Heru menyampaikan dirinya mengunjungi rumah Surya agar bisa belajar banyak tentang strategi kelangsungan hidup saat ini, di tengah pusaran ekonomi politik.
“Di samping peran ayah yang bekerja sebagai guru honorer SD, ibu sebagai guru mengaji merangkap usaha emping, simbahnya juga mendukung ekonomi keluarga dengan berusaha menjual bahan bakar arang, sebagai supplier daun ketela,” tulis Prof Heru, dalam unggahan Facebook pribadinya.
Prof Heru mengatakan, ternyata sebagai dosen harus belajar dari mahasiswa
Selama berkomunikasi mengenai akademik dan kehidupan mahasiswanya, Prof Heru sadar perjuangan di balik mahasiswanya bukan hanya bapak ibu, tetapi juga ada keluarga besar yang turut mendukung, khususnya pada mahasiswa yang tinggal di Yogyakarta.
Dia menyebut hal itulah yang membuatnya datang ke Bantul hingga Gunung Kidul.
“Menjadi dosen itu biasanya ngomong, minta didengarkan. Kalau mengunjungi, saya justru belajar dan mendengarkan, lebih banyak mendengarkan saya. Bukan menasihati gitu loh, mendengarkan saya. Di situlah banyak cerita-cerita perjuangan orang luar biasa. Dan di situlah perjuangan bahagia itu berat,” jelas Prof Heru.
Senada dengan dosen pembimbingnya, Surya juga mengatakan ia justru banyak belajar dari Prof Heru.
“Justru saya yang banyak belajar dari beliau. Dia kan dalam artian sudah punya posisi, sudah punya semacam power. Tapi istilahnya dia merakyat,” kata Surya.
Menurutnya, apa yang dilakukan Prof Heru agak mirip dengan yang dilakukan Ki Ageng Suryomentaram, anak ke-55 Sultan Hamengku Buwono VII yang meninggalkan keraton dan memilih menjalani hidup sebagai rakyat biasa.
“Dosen-dosen di sini termasuk Prof Heru mencoba untuk melebur, jadi untuk menghilangkan semua hierarki itu. Ya nguwongke wong lah (memanusiakan manusia),” kata Surya.
Surya sendiri merasa beruntung dapat berkuliah, sebab tak banyak pemuda seumurannya yang dapat bernasib sama. Di desanya sendiri tak sampai 10 orang yang bisa kuliah.
![]() |
Tinggal di lingkungan yang menjunjung pentingnya pendidikan, ia pun mengaku ayahnya merupakan seseorang yang berkaitan ilmu. Selain berprofesi sebagai guru honorer SD, ayah Surya juga merupakan guru ngaji dan ustaz.
Selaras dengan apa yang dikatakan oleh Prof Heru dalam unggahan Facebooknya bahwa usaha di keluarga Surya jauh dari spirit profit oriented, tetapi lebih ke arah subsistensi pemenuhan kebutuhan dan bertahan hidup agar anak dan cucunya bisa lulus S1 atau lebih dari itu. Surya pun mengatakan spirit ayahnya tidak mengarah ke ekonomi.
“Ya memang saya melihat spiritnya ayah itu enggak mengarah ke ekonomi,” ucapnya.
Meski tidak sekadar profit oriented, Surya menegaskan ayahnya menanamkan pola pikir membuka jalan melalui akademik.
“Ini juga ditanamkan oleh ayah saya kalau mau mengubah sesuatu atau ingin mencapai sesuatu itu ya jalannya pendidikan,” kata Surya.
(nah/nwy)