Jakarta –
Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) akan membangun 40 SMA Unggulan Garuda di Indonesia. Sekolah ini akan fokus memberikan pembelajaran science, technology, engineering, and mathematics (STEM).
Rencana ini kemudian menuai ragam respons dari pemerhati pendidikan. Salah satunya pakar sosiologi dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof Sofyan Sjaf. Meskipun tujuannya baik untuk melahirkan siswa cerdas, tetapi ia melihat akan ada tantangan besar di baliknya.
“Pendirian sekolah ini tidak bisa dilepaskan dari tantangan besar, baik dari segi kelembagaan, infrastruktur, maupun anggaran negara,” ujar Sofyan dalam keterangan di laman IPB, dikutip Jumat (9/5/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak hanya membutuhkan banyak ruang, pendirian SMA Unggulan Garuda menurut Sofyan butuh adaptasi hingga struktur organisasi yang jelas. Ia melihat kebijakan tersebut tak selaras dengan fakta keuangan negara yang saat ini tengah dipangkas.
Bentuk Kelas Garuda di Sekolah yang Sudah Ada
Atas tantangan-tantangan tersebut, Sofyan mengusulkan agar pemerintah sebaiknya membangun Kelas Garuda. Artinya, Kelas Garuda ini tak memerlukan bangunan baru.
Kelas Garuda bisa dibuat di sekolah-sekolah unggulan yang sudah ada. Menurutnya, sudah banyak sekolah di Tanah Air yang punya reputasi dan kualitas pendidikan mumpuni.
“Kita sudah memiliki banyak sekolah negeri dan swasta dengan reputasi akademik tinggi, sekolah-sekolah ini bisa menjadi basis Kelas Garuda dengan penyesuaian tematik,” tuturnya.
Nantinya, seleksi masuk Kelas Garuda bisa dilakukan lewat sistem seleksi nasional berbasis bakat dan minat. Lebih lanjut, siswa disaring lagi berdasarkan dominasi kemampuannya, misalnya di bidang matematika, fisika, atau biologi.
“Daripada mendirikan institusi baru, akan lebih efisien jika negara bekerja sama dengan sekolah-sekolah yang sudah ada. Infrastruktur tidak perlu dibangun dari nol, cukup ditingkatkan, seperti laboratorium atau fasilitas khusus lainnya,” menurutnya.
Tak Boleh Hanya Berpihak pada Kalangan Atas
Lebih lanjut Sofyan melihat potensi SMA Unggulan Garuda diperuntukkan bagi kalangan ekonomi atas. Menurutnya, siswa dengan ekonomi kurang pun berhak mendapatkan pembelajaran yang berkualitas.
“Kita harus memastikan bahwa anak-anak dari keluarga kelas bawah juga memiliki kesempatan yang sama, melalui proses seleksi yang adil dan transparan,” tutur Sofyan.
Ia juga menyinggung soal Sekolah Rakyat yang baginya penting. Sekolah tersebut menjadi implementasi dari pasal 31 UUD 1945.
“Dengan sistem seleksi yang ketat, transparan, dan bebas dari praktik nepotisme, Kelas Garuda dapat menjadi solusi strategis dan hemat biaya untuk mencetak generasi emas Indonesia di masa depan,” tutupnya.
SMA Unggulan Garuda untuk Memajukan Saintek & Pembangunan RI
Wakil Mendiktisaintek, Prof Stella Christie sebelumnya telah menjawab anggapan dari banyak pihak yang menyebut SMA Unggulan Garuda akan memunculkan kesan sekolah favorit. Stella mengajak masyarakat agar lebih memikirkan kemaslahatan negara dibandingkan hal itu.
“Tidak ada dikotomi sekolah favorit dan nonfavorit, tetapi yang kita harus pikirkan dalam suatu pembangunan sains dan teknologi dan pembangunan ekonomi negara, kita tentu saja harus membangun talenta dari setiap lapisan. Dari talenta yang di lapisan menengah, juga talenta yang lapisan unggul. Jadi bukan dikotomi, tetapi bagaimana secara keseluruhan talenta-talenta itu harus dibangun, dan keseluruhannya itulah yang dipentingkan,” kata Stella dalam arsip detikEdu.
Adapun pembentukan SMA Unggulan Garuda berada dalam kewenangan Kemendiktisaintek, bukan Kemendikdasmen. Stella mengatakan hal ini lantaran keterkaitannya dengan pengembangan sains dan teknologi. Ia mengatakan, hingga saat ini, belum banyak lapisan yang dapat mengakses bidang tersebut.
“Oleh karena itu Pak Prabowo Subianto sejak awal ini, bahkan sejak beliau menjadi presiden terpilih, sejak Februari itu, sudah mencanangkan dan merencanakan bagaimana supaya menumbuhkan sains dan teknologi ini bisa merata dan adil, memberikan keadilan akses terhadap sains dan teknologi” jelas Stella.
(cyu/twu)