Jakarta –
573 Kasus kekerasan terjadi pada 2024 di sekolah, madrasah, pesantren, luar sekolah, dan asrama. Pada kasus perundungan (bullying), mayoritas korbannya adalah laki-laki (82 persen). Sedangkan pada kasus kekerasan seksual, korbannya adalah perempuan (97 persen).
Temuan tersebut dilaporkan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) dalam laporan Data Kekerasan di Lembaga Pendidikan 2024. Data dihimpun dari pemberitaan media massa serta kanal pengaduan di Instagram @sahabatjppi dan website new-indonesia.org.
Sementara itu hasil analisis Asesmen Pendidikan (AN) 2022 menunjukkan 10-15 persen siswa berada pada kategori rawan kekerasan di sekolah.
Pada kategori tersebut, siswa laki-laki lebih rentan terhadap perilaku kekerasan dibandingkan perempuan. Temuan tersebut konsisten pada jenis perundungan (19 persen laki-laki, 11 persen perempuan), kekerasan seksual (18 persen laki-laki, 12 persen perempuan), dan hukuman fisik (13 persen laki-laki, 7 persen perempuan).
Anak Laki-laki Juga Alami Pelecehan Seksual
Kepala Pusat Standar dan Kebijakan Pendidikan (PSKP) Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) Irsyad Zamjani mengatakan perbedaan data antara kedua laporan menyorot beda dimensi pengukuran, bukan kesalahan di salah satunya.
Ia menjelaskan, instrumen AN menangkap kondisi pelecehan seksual yang bisa jadi tidak seekstrem yang dihadapi siswa perempuan, tetapi sudah termasuk kategori pelecehan seksual.
Irsyad mencontohkan, sebuah pertanyaan Survei Lingkungan Belajar (Sulingjar) AN menanyakan apakah anggota tubuh tertentu peserta AN tersebut pernah disentuh oleh pelaku. Pertanyaan ini disertai gambar ilustrasi.
“Banyak anak laki-laki mengaku demikian (pernah mengalaminya). Secara konsep, itu sudah masuk pelecehan seksual. Kendati tidak seekstrem perempuan,” ucap Irsyad pada peluncuran Data Kekerasan di Lembaga Pendidikan 2024 oleh JPPI di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (27/12/2024).
Bentuk Kekerasan Seksual
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) No 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan (PPKSP), kekerasan seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa dan atau/gender.
Kekerasan seksual berakibat/dapat berakibat pada penderitaan psikis dan/atau fisik, termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang, dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan dan atau pekerjaan dengan aman dan optimal.
Dias, salah satu guru SMA negeri di Jakarta menuturkan, salah seorang siswanya mengaku mengalami bentuk bentuk kekerasan berupa komentar cabul atas bentuk tubuhnya oleh guru olahraga. Peristiwa ini membuatnya enggan mengikuti kelas olahraga.
“Menjadi trauma. Nggak bisa mengembangkan potensinya di bidang olahraga,” kata Dias pada kesempatan yang sama.
Berikut bentuk-bentuk kekerasan seksual berdasarkan Permendikbudristek PPKSP:
- Ujaran mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan atau identitas gender korban.
- Memperlihatkan alat kelamin dengan sengaja.
- Mengucapkan ucapan bermuatan rayuan, lelucon, dan atau siulan bernuansa seksual pada korban.
- Menatap korban dengan nuansa seksual dan atau membuat korban tidak nyaman.
- Mengirim pesan, lelucon, gambar, foto, audio, dan atau video bernuansa seksual pada korban.
- Mengambil, merekam, dan atau mengedarkan foto, rekaman, dan atau visual korban yang bernuansa seksual.
- Mengunggah foto tubuh dan atau info pribadi korban yang bernuansa seksual.
- Menyebarkan info terkait tubuh dan atau pribadi korban yang bernuansa seksual.
- Mengintip atau sengaja melihat korban melakukan kegiatan secara pribadi dan/atau ruang yang bersifat pribadi.
- Membujuk, menjanjikan, atau menawarkan transaksi/kegiatan seksual pada korban.
- Memberi hukuman atau sanksi bernuansa seksual.
- Menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium, dan/atau menggosokkan bagian tubuh pada korban.
- Membuka pakaian korban.
- Memaksa korban untuk melakukan transaksi/kegiatan seksual.
- Praktik budaya komunitas pendidik, peserta didik, dan tenaga kependidikan yang bernuansa kekerasan seksual.
- Percobaan perkosaan dengan tidak terjadi penetrasi maupun terjadi penetrasi dengan benda/bagian tubuh selain alat kelamin.
- Memaksa atau memperdaya korban untuk aborsi ataupun untuk hamil.
- Membiarkan terjadinya kekerasan seksual dengan sengaja.
- Memaksa sterilisasi.
- Penyiksaan seksual.
- Eksploitasi seksual.
- Perbudakan seksual.
- Tindak pidana perdagangan orang yang ditujukan untuk eksploitasi seksual.
- Perbuatan lain yang dinyatakan sebagai kekerasan seksual dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
(twu/nwy)