Jakarta –
Peringatan yang dikeluarkan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) baru-baru ini tentang gempa bumi megathrust memang menimbulkan rasa was-was pada masyarakat Indonesia. Publik menanggapinya dengan serius termasuk mulai menyiapkan tas siaga bencana.
Menanggapi hal ini, pakar Manajemen dan Mitigasi Bencana Universitas Airlangga (Unair), Dr Hijrah Saputra ST MSc, menyebutkan publik harus menangkap informasi tentang gempa megathrust secara penuh.
Karena bila peringatan BMKG dibiarkan tanpa ada penjelasan lebih lanjut malah akan berdampak besar bagi masyarakat Indonesia. Terutama bagi mereka yang belum memiliki pengetahuan lebih tentang potensi dan risiko dari gempa tersebut.
“Apabila peringatan BMKG terkait megathrust itu dibiarkan serta tidak ada penjelasan lebih lanjut akan berdampak besar bagi masyarakat yang memiliki literasi tidak baik terkait tentang potensi risiko gempa megathrust tersebut,” katanya, dikutip dari rilis di laman resmi Unair, Kamis (22/8/2024).
Seperti yang diketahui, gempa bumi megathrust adalah gempa yang disebabkan oleh pertemuan antar lempeng tektonik pada zona subduksi. Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat rawan gempa megathrust.
Alasannya karena sebagian besar wilayah Indonesia dikelilingi oleh patahan-patahan besar seperti Lempeng Eurasia, Lempeng Pasifik, dan Lempeng Samudra Hindia. Hijrah menyebutkan beberapa zona megathrust sangat perlu diwaspadai, yakni Selat Sunda atau di wilayah Mentawai Siberut.
Kedua zona tersebut menjadi wilayah yang mengalami kekosongan aktivitas seismik yang cukup lama. Karena kosong, wilayah tersebut memiliki simpanan energi yang besar.
Jadi, ketika energi besar itu lepas, akan terjadi gempa bumi yang besar bahkan menyeramkannya menimbulkan potensi tsunami.
“Apabila energi tersebut lepas akan menyebabkan gempa bumi yang besar bahkan memiliki potensi tsunami yang dahsyat bergantung kepada mekanisme sumber gempanya,” kata Hijrah.
Selama ini, gempa menjadi salah satu bencana alam yang memiliki catatan hitam bagi Indonesia. Beberapa gempa mengakibatkan korban jiwa dan kerugian material yang cukup besar.
Sebut saja tsunami Aceh tahun 2004, gempa Jogja 2006, Gempa Pangandaran 2006, Gempa Lombok dan gempa Palu 2018. Untuk itu, sudah seharusnya masyarakat Indonesia dan pemerintah belajar dari berbagai peristiwa tersebut.
Ketika Terjadi Gempa, Apa yang Harus Dilakukan?
Kini BMKG sudah mengeluarkan peringatan dini. Namun, gempa itu bisa terjadi kapan saja lantaran tidak bisa diprediksi dengan pasti.
Maka dari itu, setiap individu harus bisa siap dan siaga apabila bencana tersebut terjadi. Ketika gempa besar terjadi, Hijrah menyebutkan, masyarakat harus lari ke tempat yang aman seperti lapangan luas tanpa penghalang bangunan.
“Apabila gempa besar terjadi, masyarakat harus tahu untuk lari dan menyelamatkan diri ke tempat yang aman. Terutama, masyarakat yang tinggal di pesisir akan memiliki risiko besar saat gempa bumi berlangsung,” katanya.
Menyiapkan tas siaga bencana seperti yang ramai dilakukan masyarakat adalah langkah yang tepat. Hal ini juga diimbau Hijrah.
Setidaknya perlengkapan darurat yang harus disiapkan adalah makanan, air, dan obat-obatan. Seluruhnya disimpan dalam satu wadah yang mudah dibawa.
Hal ini akan membantu masyarakat pasca gempa bumi. Karena pada kondisi ini, pasti akan sulit mencari perlengkapan untuk bertahan hidup selama berhari-hari.
“Tentu, pada kondisi itu kita tidak dapat berbuat banyak hal, namun kita dapat diantisipasi dengan menyiapkan peralatan darurat. Bala bantuan pun tidak akan datang cepat dan membutuhkan waktu yang panjang untuk menunjang kebutuhan pasca gempa bumi telah usai,” tambahnya.
Pentingnya Simulasi Bencana
Meskipun persiapan pasca bencana adalah hal yang perlu dilakukan, Hijrah menekankan langkah paling penting dalam menghadapi gempa hadir di ranah pemerintah. Sebagai negara rawan bencana, pemerintah bisa melakukan simulasi bencana kepada masyarakat, sehingga masyarakat bisa tereduksi dan tidak panik ketika bencana terjadi.
Berbagai lembaga yang menurut Hijrah bisa berperan dalam langkah ini adalah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) serta pemerhati bencana.
“Melihat beberapa pekan lalu terdapat aktivitas gempa kecil di Bengkulu, Ambon, dan Bali. Sudah waktunya untuk memperkuat kesiapan kita. Mungkin gempa kecil-kecil ini bisa mengurangi risiko gempa besar, tapi tetap saja kita harus bersiap kalau-kalau yang besar datang,” tegasnya.
Jepang bisa menjadi negara contoh bagi Indonesia dalam hal mitigasi bencana. Menurut Hijrah, Negeri Sakura itu telah memperhatikan berbagai faktor mitigasi bencana.
Termasuk masalah standar bangunan tahan gempa hingga early warning berbasis teknologi agar masyarakat bisa mendapat peringatan bencana sedini mungkin. Kini, saatnya Indonesia menghadapi ancaman gempa dengan serius.
“Aktivitas gempa yang meningkat belakangan ini adalah pengingat bahwa kita hidup di wilayah yang rentan bencana. Jangan menunggu sampai bencana besar terjadi baru kita bertindak. Mulai sekarang, mari kita tingkatkan kesiapsiagaan kita,” tutupnya.
(det/faz)