Jakarta –
Bertemu Kepala Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota seluruh Indonesia, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) membahas masalah penerimaan peserta didik baru (PPDB) dan sistem zonasi. Hal ini dilakukan untuk memperbaiki kinerja terkait kebijakan yang telah ada.
Mendikdasmen, Abdul Mu’ti menjelaskan PPDB menjadi pintu masuk peserta didik sebelum mengenyam pendidikan di sekolah. Ia menilai PPDB perlu disempurnakan untuk memastikan akses pendidikan yang setara dan berkeadilan.
“PPDB masih memerlukan penyempurnaan untuk memastikan akses yang setara dan berkeadilan, menjaga kualitas pembelajaran, meningkatkan kualitas satuan pendidikan negeri dan swasta, serta memiliki tata kelola yang berintegritas,” kata Mendikdasmen.
Hal tersebut disampaikan Mu’ti dalam sambutannya dalam Rapat Koordinasi Evaluasi Kebijakan Pendidikan di Sheraton Grand Jakarta, Gandaria City Hotel, Jl Sultan Iskandar Muda, Kebayoran, Jakarta, Senin (11/11/2024).
PPDB menurut Mu’ti adalah wilayah strategis yang perlu diperhatikan. Karena hal ini menyangkut dengan layanan pendidikan bermutu yang akan didapatkan setiap anak Indonesia.
Untuk itu, semua permasalahan yang ada di dalamnya harus dibenahi. Termasuk masalah yang berkaitan dengan sistem zonasi.
Keberlanjutan Sistem Zonasi di PPDB 2025/2026
Hingga saat ini, Mu’ti belum bisa memastikan apakah sistem zonasi di PPDB akan dilanjutkan atau tidak. Karena regulasi kebijakan ini berkaitan dengan kewenangan pemerintah daerah dan provinsi. Sehingga juga bersinggungan dengan otonomi daerah masing-masing.
Untuk itu ia menggelar forum bertemu dengan Kadisdik seluruh Indonesia untuk mendengar masukan. Ia ingin kebijakan yang dikeluarkan Kemendikdasmen strategis dan bisa terlaksana sebaik-baiknya.
Sekum PP Muhammadiyah itu mengapresiasi hadirnya semangat zoansi. Karena melalui sistem zonasi pelayanan pendidikan yang bermutu untuk semua dapat diberikan kepada siswa.
Zonasi juga dinilai sebagai kebijakan strategis yang memastikan setiap anak Indonesia mendapat pendidikan yang tidak jauh dari tempat tinggalnya. Zonasi juga tidak membeda-bedakan siswa karena dalam satu kelas terdiri atas murid dari berbagai kelas sosial.
“Zonasi menjadi kebijakan strategis untuk memastikan bahwa setiap anak Indonesia mendapatkan layanan pendidikan bermutu, yang tidak jauh dari tempat tinggal. Selain itu, dengan zonasi, satu kelas terdiri atas murid-murid dari berbagai kelas sosial juga dimaksudkan agar terjadi proses integrasi sosial di antara para murid di lingkungan atau wilayah tertentu,” jelas Abdul Mu’ti.
Tetapi tidak bisa dipungkiri bila pelaksanaannya di lapangan tidaklah mulus. Mu’ti mengaku mendapat banyak masukan terkait berbagai persoalan teknis dan mutu layanan dari sekolah tentang sebelum dan sesudah zonasi diterapkan.
“Kami mendapatkan banyak masukan terkait dengan persoalan-persoalan teknis di lapangan dan juga persoalan yang berkaitan dengan mutu dari layanan pendidikan sebelum dan sesudah zonasi diterapkan,” ungkapnya.
Tentang kapan keputusan zonasi akan bersifat final, Mu’ti mengaku tidak akan terburu-buru. Hal ini sesuai dengan pesan yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto.
“Nanti kami akan ambil keputusan juga soal itu (zonasi) dan pesannya Pak Presiden kan memang ojo kesusu. Ojo kesusu itu bahasa Indonesianya jangan tergesa-gesa, jangan terburu-buru,” katanya.
Keputusan juga tidak akan diambil mengingat kini siswa masih berada di tengah semester genap tahun ajaran 2024/2025. Sehingga, publik diharapkan bersama karena ia ingin kebijakan akhir adalah kebijakan yang terbaik.
“Kita dengarkan semuanya, kita kaji dengan seksama mudah-mudahan nanti kita bisa ambil kebijakan yang terbaik. Sehingga sekali lagi visi kami, pendidikan bermutu untuk semua ini juga menjadi bagian dari layanan yang juga berlangsung dengan baik di lapangan,” tutup Mu’ti.
Gibran Titip Zonasi Dikaji
Acara Rapat Koordinasi Evaluasi Kebijakan Pendidikan juga dihadiri Wakil Presiden RI, Gibran Rakabuming Raka. Dalam arahannya, Gibran memohon kepada para kepala dinas pendidikan ini untuk mengkaji ulang kebijakan zonasi dalam PPDB.
“Jadi intinya Bapak-Ibu, ini mohon dikaji lagi, apakah akan diteruskan ataukah akan kembali ke sistem yang lama. Silakan nanti didiskusikan. Jadi jumlah guru yang belum merata dan fasilitas yang belum merata juga,” pinta Gibran.
Dia mengamati ada suatu pola perpindahan dalam kartu keluarga saat PPDB. Hal ini imbas kebijakan zonasi sekolah saat PPDB baru.
“Dan tiap tahun fenomenanya sama, pasti ada kenaikan, ini apa, perpindahan domisili menjelang PPDB. Ini perlu dikaji lagi. Lalu selanjutnya Bapak-Ibu, ini saya titip juga, kemarin sudah saya bahas dengan Pak Menteri juga,” harapnya.
(det/nah)