Jakarta –
Peneliti Fakultas Peternakan (Fapet) Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Ir. Nafiatul Umami, S.Pt., MP., Ph.D., IPM., ASEAN Eng., berhasil mengembangkan rumput pakan ternak dengan menggunakan radiasi sinar gama. Bagaimana hasilnya?
Bersama timnya, Nafiatul melakukan mutasi dari rumput gajah (Pennisetum purpureum) untuk diradiasi dengan sinar gama. Hasilnya, terciptalah inovasi “Rumput Gama Umami”.
“Rumput ini adalah hasil dari radiasi sinar gamma yang dilakukan dengan penyinaran 100 Gy,” ucapnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menjelaskan, mutasi dengan sinar gama menyebabkan perubahan dalam karakteristik fenotipe tanaman, seperti bentuk, warna, ukuran, atau sifat lainnya. Beberapa mutasi yang dihasilkan juga dapat meningkatkan produktivitas, ketahanan terhadap penyakit, atau adaptasi terhadap kondisi lingkungan tertentu.
Diteliti Mulai Tahun 2017 dan Dapat Penghargaan pada 2024
Riset untuk menciptakan Rumput Gama Umami sudah dilakukan sejak 2017. Namun, baru mendapatkan tanda daftar pada 2021 sebagai rumput hasil pemuliaan dari Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian Kementerian Pertanian RI dengan tanda daftar No. 889/PVHP/2020.
Tiga tahun setelah didaftarkan, inovasi riset ini meraih penghargaan Indolivestock Research and Innovation Awards 2024, sebuah kompetisi riset yang diinisiasi oleh Yayasan Pengembangan Peternakan Indonesia (YPPI).
Inovasi ini bersaing dengan 61 karya penelitian lain dari 24 perguruan tinggi negeri dan swasta, yang melibatkan 20 dosen bergelar magister, 24 doktor, dan 22 profesor.
Sampai saat ini, Rumput Gama Umami telah ditanam di berbagai lokasi, seperti wilayah Jawa Tengah, Palembang, hingga Kalimantan Tengah.
“Kalau lokasi banyak. Karena kami riset di media, begitu saya searching itu banyak. Misal di Brebes menanam Gama Umami untuk mencegah longsor, di Pangkalan Bun (Kalimantan Tengah) untuk sapi-sapi, di Banyuasin, Denpasar, Salatiga, Banyumas, Blora, di Yogyakarta sudah menyebar (ke banyak lokasi),” ungkap Nafiatul, saat ditemui di Gedung Animal Science Learning Center (ASLC) Fapet UGM, Jumat (26/7/2024).
Keunggulan Rumput Gama Umami
Rumput dengan sinar gama ini diketahui memiliki sejumlah kelebihan, seperti produksi biomassa hijauan yang dapat mencapai 50 kg/m2. Lalu, kandungan bulu sangat sedikit sehingga tidak gatal, daun halus, dan tidak melukai ternak, serta kandungan gula mereduksi lebih tinggi dari tetuanya.
Selain itu, salah satu yang terpenting menurut Nafiatul adalah rumput ini disukai oleh hewan ternak itu sendiri.
“Ini salah satu kelebihan (di rumput kita), karena ada sifat crunchy, renyahnya dari Gama Umami, yang kemudian ternak itu suka. Baik itu kambing, domba, maupun sapi. Yang dicari di situ,” kata Guru Besar dalam bidang Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak tersebut.
Sejak awal, riset Rumput Gama Umami terus berkembang. Awalnya, memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas rumput pakan ternak dan produktivitas yang stabil.
Namun, saat ini, riset berkembang untuk kemungkinan manfaat lain seperti sebagai bioenergi. Lalu, ke depan, bisa membantu meningkatkan mutu lahan dan memberi produk yang ramah lingkungan.
“Yang penting lagi, environment. Bisa nanti gunanya untuk regenerasi agrikultur dan digunakan untuk peningkatan mutu lahan. Misalnya, lahan-lahan di daerah yang miring, kemudian di situ longsor, erosinya tinggi, oh ternyata dia (Rumput Gama Umami) punya kemampuan untuk menahan,” jelasnya.
“Karena akarnya yang dalam, modelnya itu serabut, meng-cover lahan sehingga begitu ada air, air tidak langsung membawa tanah untuk erosi. Itu sekaligus menjadi bagian yang perlu diperhatikan nanti dalam proses pengembangan (riset),” imbuhnya.
Nafiatul berharap, hasil inovasinya bisa diteruskan dari sisi pakan, terutama agar menjadi salah satu pakan yang memberikan dampak berkualitas bagi ternak-ternak di Indonesia.
Dengan memberikan kontribusi bagi stabilitas dan kontinuitas serta kualitas untuk ternak, bisa meningkatkan produktivitas peternakan di Indonesia.
“Kita berharap juga memiliki kontribusi bagi perbaikan marginal-marginal area. Banyak sekali kan lahan yang mungkin saat ini belum bisa maksimal. Kalau kita ada tanaman yang mudah tumbuh, itu sangat berdampak, sehingga bisa menghidupkan peternakan dari sektor-sektor manapun,” tuturnya.
“Ke depan, walaupun data belum sempurna, riset terus berkembang, tapi ke arah sana yang harapannya bisa memberi kemanfaatan yang lebih,” pungkasnya.
(faz/nwy)