Jakarta –
Memiliki lebih dari 17 ribu pulau dan lautan seluas 65% lebih besar dari daratan menurut data Kementerian Perhubungan, wajar bila Indonesia punya daerah yang belum terjamah manusia. Salah satunya di wilayah Banggai, Sulawesi Tengah (Sulteng).
Belum pernah terjamah manusia, wilayah yang ada di Kabupaten Banggai, Banggai Kepulauan, dan Banggai Laut Sulawesi Tengah ternyata menyimpan potensi geologi di balik karst dan gua. Hal ini bak harta karun yang akan berguna bagi kepentingan ilmu pengetahuan global.
Rahasia ini akhirnya terbongkar melalui Ekspedisi Internasional Banggai Series 1 yang dilakukan oleh tim peneliti Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 17-27 Agustus lalu. Tidak sendirian, ekspedisi ini juga dilakukan bersama sejumlah ahli internasional.
Dosen Magister Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan UGM sekaligus koordinator ekspedisi, Drs Hendrie Adji Kusworo MSc PhD menjelaskan kegiatan ini adalah bagian dari inisiatif akademik UGM. Utamanya berfokus pada studi karst.
Mengutip laman Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, karst adalah daerah yang terdiri atas batuan kapur yang berpori. Akibatnya air selalu merembes dan mengalir ke dalam tanah.
Karst juga dapat diartikan sebagai sebuah bentuk permukaan bumi yang pada umumnya dicirikan dengan adanya depresi tertutup (closed depression), drainase permukaan, dan gua. Daerah ini dibentuk terutama oleh pelarutan batuan, kebanyakan batu gamping.
Penemuan karst dan gua di Banggai menurut sosok yang akrab dipanggil Adji ini barulah langkah awal. Nantinya ada berbagai rangkaian penelitian lanjutan yang dilakukan bersama peneliti dari berbagai negara.
“Ekspedisi ini baru merupakan langkah awal dari rangkaian penelitian yang akan dilakukan bersama antara para peneliti dari berbagai negara,” katanya dikutip dari rilis di laman resmi UGM, Senin (2/9/2024).
Keistimewaan Karst di Banggai
Seperti yang disebutkan sebelumnya, ekspedisi ini bersifat internasional sehingga turut melibatkan sejumlah peserta dari berbagai negara, seperti:
- Dr Eng Ir Didit Hadi Barianto ST Msi: pakar Geologi UGM
- Catrapatti Raditya: dari Sainsreka Explorasia (SRX) sekaligus sebagai Lead Operation Officer
- Juswono Budisetiawan: dari Sainsreka Explorasia (SRX)
- Dimas Dwi Septian dan Aries Dwi Siswanto: dari Kelompok Studi Karst Geografi UGM
- Todd Kincaid: dari Amerika Serikat seorang ahli geohidrologi internasional
- Mathias Nicoud dan Julie Coulumb: dari Prancis seorang ahli geohidrologi internasional
- Md Rosman bin Md Haniffah, Lee Kian Lie, Foong Chin Hing: peserta dari Malaysia.
Juswono Budiasetiawan, peneliti SRX menjelaskan keistimewaan karst di Banggai dengan daerah lainnya di Indonesia. Sebagai contoh karst di Kalimantan biasanya menjulang tinggi, tetapi di Banggai tersembunyi di bawah permukaan tanah dan laut.
“Hal ini membuat eksplorasi menjadi lebih menantang karena memerlukan keterampilan khusus seperti cave diving, yakni penyelaman di ruang tertutup yang sangat berbeda dari penyelaman di laut terbuka,” tuturnya.
Selama 10 hari, peneliti menyusuri tiga wilayah utama karst. Yakni Kabupaten Banggai, Kabupaten Banggai Kepulauan dan Kabupaten Banggai Laut.
Wilayah-wilayah ini dikenal memiliki berbagai gua karst yang tersebar di darat maupun laut. Bak jadi tempat harta karun, daerah tersebut sangat kaya akan formasi karst.
“Penemuan gua-gua yang tersembunyi di balik karst ini merupakan daya tarik utama yang membuat kami tertarik untuk melakukan eksplorasi lebih lanjut,” tambah Catrapatti Raditya yang juga pemimpin ekspedisi dari SRX.
Penemuan Baru di Karst Banggai
Tidak pulang dengan tangan kosong, para peneliti menemukan tiga hal menarik dari Banggai, yakni:
1. Udang Maote
Udang Maote berkaitan dengan fenomena unik di dalam gua yang peneliti sebut dengan “White Rain” atau hujan putih. Fenomena ini terjadi ketika penyelam memasuki gua dan merasakan tetesan air putih yang tampak seperti hujan.
Penamaan Udang Maote digunakan setelah tim peneliti berdiskusi dengan masyarakat setempat.
2. Cenote Indonesia
Penemuan kedua ditemukan ketika eksplorasi di cenote atau lubang dengan danau di dalamnya. Cenote biasanya ditemukan di daerah Meksiko dan kini di Indonesia.
Cenote di Kepulauan Banggai memiliki kedalaman yang signifikan yakni 33 meter dari permukaan air. Akibatnya proses penyelaman sempat mengalami kendala.
“Karena kedalamannya, peralatan khusus diperlukan, dan penyelam harus ditarik ke permukaan untuk mengurangi beban saat kembali ke atas,” ujar Juswono.
3. Lapisan Tebal Hidrogen Sulfida
Di dalam Cenote yang belum tersentuh ilmu pengetahuan dunia itu ditemukan lapisan hidrogen sulfida (H2S) yang sangat tebal. Hal ini jauh melampaui ketebalan H2S biasa yang hanya sekitar 2 meter.
H2S ditemukan di kedalaman sekitar 20 meter di mana unsur ini berinteraksi dengan oksigen yang ada di dalam air. Interaksi ini membentuk asam sulfat yang sangat korosif.
Lapisan H2S biasanya menandai batas kehidupan di laut. Tetapi yang mengejutkan ditemukan beberapa spesies udang yang berenang di atasnya.
“Udang-udang ini diduga memiliki kemampuan khusus untuk mentolerir H2S, memanfaatkan lingkungan ekstrem ini untuk mencari makanan yang tidak bisa diakses oleh makhluk lain dan ini yang menarik perhatian saya,” tutup Juswono.
Dengan ditemukannya berbagai hal menarik, ekspedisi ini diharapkan dapat menjadi landasan bagi penelitian lanjutan. Sehingga potensi karst di Indonesia bisa digali lebih dalam dan berkontribusi terhadap ilmu pengetahuan global.
(det/det)