Jakarta –
Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendikti Saintek), Prof Satryo Soemantri Brodjonegoro pastikan pembekuan BEM Fakultas Ilmu Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (Unair) dibatalkan. Ia menegaskan sudah berkoordinasi dengan Rektor Unair Prof Dr Mohammad Nasih SE MT Ak.
“Saya tadi malam sudah memberi tahu Rektor Unair supaya batalkan pembekuan BEM Unair dan dia mengatakan siap,” katanya kepada wartawan dalam Pembukaan Pameran Bulan Bahasa dan Sastra di Gedung A Kemendikbud, Jl Jenderal Sudirman, Senayan, Jakarta, Senin (28/10/2024).
Beri Pesan untuk Rektor di Indonesia
Mengutip detikJatim, pembekuan BEM FISIP Unair oleh dekanat merupakan buntut usai mahasiswa mengkritik pelantikan Presiden Prabowo Subianto dan Wapres Gibran Rakabuming Raka. Mereka mengirimkan karangan bunga sebagai ungkapan ekspresi kekecewaan.
“Pembekuan ini buntut dari ungkapan ekspresi kekecewaan terhadap fenomena Pemilu 2024 yang dituangkan dalam karya seni satire bentuk karangan bunga atas pelantikan presiden dan wakil presiden,” kata Tuffahati Ullayah Bachtiar, Presiden BEM FISIP Unair.
Diketahui, karangan ini ditempatkan di Taman Barat FISIP Unair. Seni satire terlihat dari tulisan yang tertera di karangan tersebut, berbunyi:
‘Selamat atas dilantiknya Jenderal bengis pelanggar HAM dan Profesor IPK 2,3, sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia yang lahir dari rahim haram konstitusi, Jenderal TNI Prabowo Subianto Djojohadikusumo (Ketua Tim Mawar) – Gibran Rakabuming Raka (Admin Fufufafa. Dari: Mulyono (Bajingan Penghancur Demokrasi)’.
Karangan bunga satire itu lalu viral di media sosial X dan TikTok dengan respons pro-kontra dan dukungan dari mahasiswa, khususnya Unair. Sempat dipanggil dari Ketua Komisi Etik Fakultas, Tuffa akhirnya mendapat surat yang ditandatangani Dekan FISIP Unair Prof Bagong Suyanto yang menyatakan organisasinya dibekukan.
Belakangan, Bagong mengatakan bahwa yang dibekukan bukan organisasinya, melainkan tiga orang pengurus yang dinilai bertanggung jawab atas karangan bunga tersebut.
Permasalahan ini menjadi catatan bagi Satyo sebagai Mendikti Saintek. Ke depannya ia akan memastikan mahasiswa memiliki kebebasan berakademik.
Perguruan tinggi memiliki keleluasaan untuk mengatur masalah akademik. Di sisi lain, Satryo mengatakan rektor perguruan tinggi seluruh Indonesia harus menghargai kebebasan diikuti dengan akuntabilitas dan tanggung jawab kepada publik.
“Saya minta pada mereka, Bapak-Ibu Rektor, tolong jaga dengan baik karena kebebasan itu harus dibarengi dengan akuntabilitas tanggung jawab pada publik,” tutup Satryo.
(det/twu)