Jakarta –
Di hadapan lebih dari 100 sastrawan dan pegiat bahasa, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti, ungkap beberapa rencana terkait dunia sastra. Hal ini sebagai upaya agar literasi dan rasa cinta kepada sastra bisa tumbuh di kalangan anak-anak muda.
Mu’ti meyakini bila peradaban Indonesia bisa dibangun dengan lebih baik dengan karya-karya anak bangsa. Untuk menciptakan karya tersebut, salah satunya ditemukan melalui imajinasi tentang masa depannya.
“Bangsa ini bisa maju dengan pikiran dan karya-karya besar dari anak bangsa yang mereka temukan dari imajinasi dan fantasi mengenai masa depannya. (caranya) Dengan membaca karya para penyair yang luar biasa,” ucapnya.
Hal tersebut disampaikan Mu’ti dalam acara Pak menteri Ngariung di Kantor Badan Bahasa, Jalan Daksinapati Barat IV, Rawamangun, Jakarta Timur, Jumat (8/11/2024) malam.
Karya Sastra di Ruang Kelas
Berhadapan langsung dengan tokoh-tokoh besar di dunia sastra, Mu’ti mengaku ingin mendapatkan banyak saran. Terutama untuk menghidupkan kembali semangat membaca anak-anak Indonesia.
Tidak hanya membaca, ia juga berharap kemampuan menulis anak Indonesia ikut meningkat. Tulisan jenis apapun, baik puisi, pantun, bahkan novel dan karya sastra lain.
“Mungkin sudah harus kita perjuangkan lagi menulis karya-karya sastra. Kita ingin generasi bangsa ini (bisa) membangun negeri dengan karya-karya hebat,” tegasnya.
Berbagai karya-karya hebat ini akan diperkuat dengan publikasi langsung di bawah Kemendikdasmen. Mu’ti juga merencanakan agar para siswa tidak hanya membaca buku teks pelajaran, tetapi juga buku sastra.
“Kami merencanakan selain buku-buku teks yang dibaca dan menjadi bagian dari mata pelajaran di kelas dan di sekolah, (akan) semakin banyak bacaan di luar buku teks. Salah satunya adalah buku sastra,” ucap Mu’ti.
Ia ingin banyak buku karya sastra bisa diterbitkan dan dibagikan gratis kepada siswa. Sehingga siswa bisa membaca karya sastra dari penyair besar atau mungkin karya mereka sendiri.
Sastra Bisa Dikenalkan Sejak Usia Dini
Selama diskusi berlangsung, ada saran dari pegiat bahasa, sastra dan literasi terkait standarisasi pelajaran bahasa Indonesia di dalam kurikulum. Selanjutnya ada permintaan bila sastra Indonesia yang sebaiknya masuk ke dalam kurikulum pendidikan dasar, utamanya sejak usia dini.
Terkait hal tersebut, Ketua Umum Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) itu juga akan mengkaji masukan tersebut.
“Nanti kita memang akan mengkaji semuanya. Insya Allah nanti materi-materi pelajaran akan kita lihat lagi. Terutama menyangkut urutan, pembobotan dan sebagainya,” tandas Mu’ti.
Sebagai informasi, sastra bukan hanya kali ini beririsan dengan dunia pendidikan. Di masa pemerintahan Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim, pemerintah meluncurkan Sastra Masuk Kurikulum.
Mengutip arsip detikEdu, Program Sastra Masuk Kurikulum memungkinkan buku-buku sastra akan menjadi pendamping pembelajaran siswa di kelas.
Program ini ditujukan untuk sekolah yang sudah mengadopsi Kurikulum Merdeka. Tetapi baru rilis pada 22 Mei 2024, program ini menuai kritik karena dinilai terlalu vulgar.
Akhirnya panduan itu ditarik Kemendikbudristek dan Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemdikbudristek Anindito Aditomo menjelaskan akan dicari cara yang lebih baik. Adapun buku panduan kala itu diperkirakan akan dirilis kembali dan bisa digunakan pada tahun ajaran baru.
Namun, dengan pergantian pemerintahan program ini akan kembali melalui tahapan pengkajian bersama dengan program lainnya oleh Kemendikdasmen.
(cyu/nwy)