Jakarta –
Kasus viral murid SD di Medan yang dihukum belajar di lantai karena menunggak biaya sekolah/uang SPP menemui titik terang. Kini siswa tersebut bisa bernapas lega karena uang SPP-nya sudah dilunasi.
Bukan hanya tingkat SD, ia bahkan mendapat beasiswa hingga tamat SMA oleh Partai Gerindra Sumatera Utara (Sumut). Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Gerindra Sumut Ade Jona Prasetyo mengatakan beasiswa ini hasil kerja sama dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Medan.
“Kami kasih beasiswa hingga tamat SMA,” kata Jona dikutip dari detikSumut, Senin (13/1/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jalani Program Prabowo-Gibran
Dijelaskan Jona, pihaknya sudah mengunjungi sekolah dan bertemu dengan orang tua siswa yang viral tersebut. Ia menyatakan persoalan yang terjadi antara orang tua siswa dan pihak sekolah juga telah selesai dengan damai.
Persoalan tersebut terjadi ketika Kamelia, orang tua dari siswa tersebut, melakukan konfirmasi secara langsung ke sekolah. Usai sang anak mengaku malu sudah duduk belajar di lantai beberapa hari.
Kamelia pun sempat berdebat dengan wali kelas anaknya. Sebab, wali kelas bersikeras bila hukuman yang diberikan sesuai aturan sekolah. Namun, kepala sekolah mengatakan tidak membuat aturan seperti itu.
Terkait beasiswa yang diberikan hingga tamat SMA, Jona menyatakan hal ini sesuai dengan program yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto dan Wapres Gibran Rakabuming Raka, yakni pemerataan akses pendidikan.
“Kami hanya menjalankan program yang sudah dicanangkan Pak Prabowo dan Mas Gibran. Selain makan siang gratis, ada juga pemberian beasiswa,” tambahnya.
Melalui beasiswa ini, Jona berharap siswa tersebut bisa terbantu dan melanjutkan studi setinggi mungkin. Bahkan hingga bangku kuliah.
“Dan mudah-mudahan adik kita ini bisa melanjutkan ke perkuliahan, dan dapat beasiswa kuliah juga,” tandas Jona.
Tanggapan Kemendikdasmen
Isu ini juga mendapat perhatian dari Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen). Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, Gogot Suharwoto PhD sudah mengonfirmasi keadaan yang sebenarnya.
Bukan uang sekolah, orang tua siswa menunggak iuran tambahan karena sekolah siswa tersebut adalah swasta. Ia menyayangkan bila kejadian ini bisa terjadi. Karena seharusnya sekolah bisa melakukan komunikasi dahulu kepada orang tua, bukan menghukum anak.
Pihak yayasan yang menaungi sekolah tersebut juga mengaku tidak pernah mengeluarkan kebijakan untuk menghukum siswa.
Hukuman yang diterima anak tersebut berasal dari inisiatif guru wali kelasnya.
“Hukuman itu inisiatif guru wali kelasnya,” kata Gogot dikutip dari arsip detikEdu.
Kini, Kemendikdasmen menyerahkan sanksi untuk guru tersebut kepada pihak yayasan. Ia yakin yayasan memiliki prosedur untuk memberikan sanksi.
Gogot juga menegaskan tidak boleh ada kekerasan dalam proses belajar mengajar. Seharusnya sekolah memberikan rasa aman, nyaman, dan menyenangkan bagi siswa.
“Proses pembelajaran setiap peserta didik harus bebas dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi. Tidak boleh ada kekerasan dalam pendidikan. Dalam video tersebut, kasihan sekali anaknya memang terlihat tertekan,” tutup Gogot.
(det/nah)