Jakarta –
Menteri Negara Koordinator (Menko) Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar menanggapi wacana libur satu bulan saat Ramadan bagi anak-anak sekolah. Apakah setuju?
Alih-alih setuju, sosok yang akrab dipanggil Cak Imin ini menjelaskan libur satu bulan saat puasa tidak perlu dilakukan. Terlebih jika konsep libur ini belum terlalu jelas.
“Saya kira tidak perlu ya. Karena libur Ramadan itu belum jelas konsepnya,” kata Cak Imin dikutip dari detikNews, Senin (13/1/2025).
Ingin Sekolah Tetap Jalan
Cak Imin menjelaskan, pada dasarnya kegiatan sekolah tidak akan menghentikan puasa. Sehingga ia menjelaskan meliburkan anak sekolah menjadi suatu hal yang tidak perlu dilakukan.
“Nggak perlu, tetap saja jalan. Puasa tidak menghentikan semua,” jelasnya.
Menurut Cak Imin, puasa bak sebuah kebiasaan yang dijalankan sehari-hari. Sehingga bisa dijalankan secara beriringan dengan kegiatan lainnya.
“Bukan hanya kelamaan, puasa itu seperti kebiasaan sehari-sehari jangan dibedakan, yang nggak kuat puasa ya tidak apa-apa,” imbuh dia.
Tanggapan Kemendikdasmen-Kemenag
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti menyatakan belum ada keputusan terkait hal ini bagi sekolah yang ada di bawah kementeriannya. Pihaknya bahkan belum melakukan pembahasan lebih lanjut terkait hal ini.
Menurut Mu’ti keputusan ini juga tidak bisa ditetapkan hanya dari satu kementerian. Diperlukan keputusan yang berada di level Kementerian Koordinator atau bahkan Presiden.
“Saya kira levelnya (keputusan) ada di atas kami ya. Apakah itu di tingkat menko atau mungkin malah langsung tingkat Pak Presiden. Kami belum tahu,” katanya dikutip dari arsip detikEdu.
Sedangkan bagi sekolah di bawah Kementerian Agama (Kemenag), Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar sudah memberikan pernyataan. Ia menyatakan pondok pesantren akan libur selama Ramadan.
Namun untuk sekolah-sekolah negeri maupun swasta di bawah Kementerian Agama (Kemenag), libur masih bersifat wacana. Peserta didik diharapkan untuk menunggu pengumuman.
“Khususnya di pondok pesantren itu libur. Tetapi sekolah-sekolah yang lain juga masih sedang kita wacanakan. Nanti tunggulah penyampaian-penyampaian,” ujar Nasaruddin.
DPR Ingin Siswa Non-Muslim Diperhatikan Juga
Potensi dampak negatif dan positif pada kebijakan libur sekolah selama Ramadan juga diperhatikan Komisi X DPR RI. Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian mengungkap diperlukan aturan yang dirancang secara eksklusif.
Selain itu dampak yang timbul juga harus dipertimbangkan secara matang. Hetifah juga meminta Kemenag memerhatikan siswa non-Muslim.
Karena maanfaat libur sebulan ini mungkin baik untuk siswa Muslim tetapi manfaat langsungnya tak dirasakan siswa non-Muslim. Jika pada akhirnya keputusan libur benar-benar terjadi, Hetifah menyarankan adanya program khusus bagi siswa non-muslim.
“Misalnya, program pendidikan tambahan, kegiatan seni, atau olahraga yang tetap berjalan untuk mereka yang tidak menjalankan puasa. Dengan begitu, waktu mereka tetap dimanfaatkan dengan baik, tanpa harus mengganggu kebijakan libur untuk siswa muslim,” pungkas dia.
Pro-Kontra Libur Puasa Selama Sebulan
Ada beberapa pihak yang mendukung wacana ini agar bisa terealisasi, salah satu pendapat datang dari Guru Besar bidang Sosiologi Pendidikan Universitas Airlangga Unair Prof Dr Tuti Budirahayu Dra MSi. Tuti sapaan akrabnya menyatakan setuju dengan wacana libur satu bulan selama Ramadan.
Ia menyatakan libur puasa memungkinkan siswa menjalani penguatan karakter lewat kegiatan-kegiatan di rumah maupun rumah ibadah. Aktivitas ini juga bisa berdampak bagi orang tua.
Selain itu, Tuti menjelaskan libur Ramadan juga dapat memperkuat nilai-nilai sosial dan moral siswa. Hal ini dinilai dapat membuat siswa terbiasa menghindari berbagai perilaku negatif seperti perundungan dan bentuk kekerasan lain.
“Saya rasa, jika libur Ramadan ini dapat termanfaatkan dengan sebaik-baiknya, akan dapat meredam berbagai perilaku negatif yang selama ini dilakukan siswa melalui berbagai bentuk kekerasan atau bullying antarteman di sekolah,” ucap Tuti.
Berbanding terbalik dengan Tuti, Koordinator Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriawan Salim menyebutkan libur sebulan selama Ramadan bisa memberikan dampak negatif terhadap tumbuh kembang anak.
Karena anak-anak berpotensi bisa terjebak dalam kegiatan negatif. Seperti main game daring dan menghabiskan waktu di media sosial.
Anak-anak yang libur juga akan kurang terawasi. Terlebih bila orang tua mereka memiliki pekerjaan seperti ke pasar, ladang, sawah, ataupun menjadi pegawai.
Tidak hanya siswa, guru juga akan terdampak terkait hal ini. Khususnya berkaitan dengan penghasilan guru di sekolah swasta.
Kekhawatiran ini juga didapatkan dari laporan guru-guru di daerah. Salim menceritakan bahwa ada banyak pesan yang masuk ke dirinya soal kekhawatiran guru jika sekolah diliburkan sebulan penuh.
“Guru-guru di swasta mengatakan akan dipotong gajinya, sangat signifikan, karena orang tua tidak membayar SPP. Ini akan berdampak pada penghasilan mereka,” ungkapnya.
(det/nwy)