Jakarta –
Menjadi wisudawan berprestasi adalah sebuah kebanggaan tersendiri bagi seseorang juga keluarga. Untuk meraihnya, mahasiswa perlu konsisten dan bertekad kuat selama belajar di kampus.
Bagi Aidatul Fitriyah, dinobatkan sebagai wisudawan berprestasi Universitas Airlangga (Unair) tak pernah terbayangkan sebelumnya. Bahkan, ia sempat sering merasa insecure soal dirinya.
“Dulu saat maba, aku ingin jadi wisudawan berprestasi, tapi sering merasa insecure. Alhamdulillah, nggak nyangka sekarang bisa meraih gelar ini,” tuturnya, dikutip dari laman Unair, Rabu (20/11/2024).
Punya 12 Publikasi Ilmiah di Jurnal Bereputasi
Bukan tanpa alasan, perempuan yang akrab disapa Afriya ini meraih gelar tersebut karena mempunyai banyak prestasi. Hingga saat ini, sudah ada 12 publikasi ilmiah Afriya yang terbit di jurnal nasional dan internasional bereputasi.
Bahkan, hasil penelitian Afriya juga kerap mendapatkan pendanaan. Contohnya ia pernah mendapat bantuan riset dari Research Projects EU TSD Jean Monnet Erasmus+ dan IJLIL Research Article.
“Selama ini aku selalu melakukan publikasi secara gratis. Kalaupun berbayar, aku biasanya mendapatkan dana hibah dari beberapa lembaga, atau pembebasan APC dari pihak jurnal. Untuk risetnya, aku lebih sering secara mandiri, tapi kadang berkolaborasi jika diperlukan,” ungkapnya.
Selain dalam hal penelitian, Afriya juga menorehkan prestasinya lewat perlombaan. Lulusan program studi Bahasa dan Sastra Inggris Unair ini pernah menjadi juara 3rd Placed Indonesian Scholars International Convention 2024 oleh PPI UK.
Kemudian juara 1st Runner Up Social Enterprise International Challenge 2022 oleh Prokompas x RSF x Macquarie University dan bronze medal Queen’s Commonwealth International Essay Competition 2021 oleh Commonwealth Foundations UK.
Dobrak Rasa Insecure Jadi Potensi
Afriya mengaku di awal masa perkuliahan dirinya tidak percaya diri. Apalagi saat dirinya ingin mendaftar ajang mahasiswa berprestasi (mawapres).
Sadar bahwa waktu kuliah tak boleh disia-siakan karena insecure, Afriya bertekad penuh untuk memaksimalkan potensinya. Ia kemudian membuat daftar target-target yang ingin dicapai.
“Jangan pernah takut bermimpi, meski nampak mustahil. Selain ikhtiar, aku selalu manifestasi dream list aku sebelum tidur, karena kita nggak pernah tahu doa mana yang akan terkabul,” imbuh Afriya.
Afriya pun mulai mengikuti banyak kegiatan positif. Misalnya ikut konferensi internasional yang memberinya kesempatan berjejaring dengan peneliti dari berbagai dunia.
“Lebih baik gagal karena telah mencoba, daripada menyesal karena telah melewatkan kesempatan,” ungkap Afriya.
Di waktu kelulusannya, Afriya merasa senang telah bisa mendobrak rasa rendah dirinya di awal perkuliahan. Ia mengaku harapan ke depannya ingin menjadi doktor muda dan akademisi.
“Semoga Allah kabulkan impianku untuk menjadi doktor muda dan akademisi. Kemudian aku juga ingin terus berkontribusi melalui dalam riset,” tutupnya.
(cyu/nwy)