Jakarta –
Keterbatasan fisik kerap membuat seseorang berhenti meraih mimpi yang tinggi. Namun, tidak bagi siswa SMP Muhammadiyah 13 Surabaya satu ini.
Namanya Qurrota’Ain Rizky Cahyani. Ia adalah penyandang Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) dan disleksia.
Baru-baru ini, perempuan yang akrab disapa Tata tersebut berhasil meraih best Line Master kategori usia 10-13 tahun dalam ajang We Are The World Event yang digelar pada 21 hingga 25 Agustus lalu di Jakarta.
Ajang tersebut berskala internasional dan digelar oleh Pusat Seni Paris. Lukisan Tata pun akan dipamerkan di Paris pada Desember 2024 mendatang.
“Ini pertama kali ikut lomba tingkat internasional. Perasaanya ya senang, bangga, dan ada bingung juga,” ungkap Tata dilansir dari laman Kominfo Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Jumat (30/8/2024).
Sejak Kecil Sudah Hobi Menggambar
Lukisan hasil tangan Tata memiliki judul “Infinity in Diversity“. Judul tersebut terinspirasi dari beberapa lagu luar negeri yang sering ia dengarkan.
“Ini saya gambar dengan perbedaan culture masing-masing. Medianya pakai cat air, pensil warna, dan spidol. Kalau inspirasinya dari lagu-lagu yang sering saya dengar, seperti lagu English, Cina, Jepang, Thailand dan juga Indonesia,” ujarnya.
Tata selama ini sering ikut lomba melukis. Ia merupakan siswa di Rumah Anak Prestasi (RAP) Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya.
Sejak bergabung ke dalam wadah sosial tersebut, bakat Tata mulai terlihat dalam seni. Sang ibu, Beta Ami mengatakan bahwa Tata lebih senang menggambar daripada pergi ke sekolah.
“Tata itu tidak mau sekolah. Kalau disuruh sekolah nangis saja, maunya hanya mengambar. Lalu saya bawa ke Dinas Kebudayaan Kota Surabaya supaya bisa ikut kelas inklusi, tapi tidak bisa karena fisik anaknya normal. Akhirnya disarankan untuk ke RAP Nginden,” paparnya.
Didiagnosa ADHD-Autis Ringan
Beta mengatakan, sang anak didiagnosa ADHD hingga autis ringan. Awalnya, Beta bingung bagaimana menyikapinya.
“Anak saya awalnya didiagnosis ADHD. Lalu waktu kelas 3 SD diketahui ada disleksia. Berjalannya waktu, dokter juga mengatakan kalau ada autis ringan,” ujar Beta.
Namun, Beta terus mencari tahu peluang agar potensi sang anak dalam menggambar dapat diasah. Di RAP, Tata juga mengikuti latihan public speaking, membatik, dan modeling.
“Kalau kedepan hobinya ini bisa menjadi mata pencahariannya ya saya akan mendukung. Karena secara akademik dia memang kesulitan,” harap Beta.
Kepada orang tua lain yang mempunyai anak dengan kondisi serupa Tata, Beta berpesan untuk terus bersemangat. Menurutnya, selagi kita berusaha maka selalu akan ada jalan untuk mewujudkan impian anak.
“Jadi jangan patah semangat terus berusaha, karena setiap anak pasti punya kekurangan dan kelebihan. Para orang tua di Kota Surabaya juga bisa memanfaatkan fasilitas pelatihan di RAP untuk menggali potensi diri pada anak,” ucap Beta.
(cyu/nwy)