Jakarta –
Prof Dr Heru Nugroho adalah seorang dosen pembimbing di Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol), Universitas Gadjah Mada (UGM). Namun, tak hanya duduk di dalam ruangan untuk membimbing mahasiswanya, ia akhir-akhir ini tengah semangat menyambangi rumah mahasiswanya.
Tentu tak semua mahasiswa ia kunjungi. Sebab, selain tak ingin banyak diketahui, ia merasa kunjungannya ke rumah-rumah mahasiswa sebagai alasan pribadi.
Terbaru, Prof Heru membagikan pengalamannya di media sosial saat mengunjungi salah satu mahasiswanya yang baru lulus ujian skripsi yakni Surya Aji Pratama. Dia mengaku ingin melihat perjuangan yang ada di balik mahasiswanya.
Dia menganggap bahwa anak yang pandai ngobrol dengannya tentang banyak hal termasuk Surya Aji, biasanya memiliki latar belakang yang menarik. Alasan ini yang mendorongnya kemudian sampai ke rumah mahasiswanya di wilayah Gunung Kidul, sekitar 40-50 km dari kampus UGM.
“Saya kunjungi rumah keluarganya (extended family) di Kab Gunung Kidul agar saya bisa banyak belajar tentang strategi kelangsungan hidup saat ini di tengah pusaran ekonomi politik yang tidak sedang baik-baik. Di samping peran ayah yang bekerja sebagai guru honorer SD, ibu sebagai guru mengaji merangkap usaha emping, simbahnya juga mendukung ekonomi keluarga dengan berusaha menjual bahan bakar arang, sebagai supplier daun ketela,” tulisnya dalam unggahan akun Facebook resminya, yang dikonfirmasi langsung pada Kamis (24/10/2024).
“Usaha mereka memang jauh dari spirit profit oriented tetapi lebih ke arah subsistensi pemenuhan kebutuhan dan bertahan hidup agar anak/cucu bisa lulus S1 dan kalau bisa lebih dari itu. Semangat keluarga besar yg luar biasa! Surya selamat ya, mudah-mudahan kamu bisa melejit dalam menggapai cita-citamu,” tambah akun Heru Nugroho.
Prof Dr Heru Nugroho (Kiri) di rumah mahasiswanya, Surya Aji, di Gunung Kidul, Minggu (20/10/2024). Foto: Facebook: Heru Nugroho
|
Ingin Belajar dari Perjuangan Hidup Mahasiswa
Kedatangan Prof Heru ke rumah mahasiswanya, Surya Aji bukan yang pertama. Karena dia sudah pernah mengunjungi mahasiswanya yang lain di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya, termasuk di Bantul hingga Klaten.
Dia mengatakan bahwa tujuannya tak lain adalah untuk belajar langsung dari masyarakat, melalui perjuangan-perjuangan hidup yang dialami mahasiswanya.
“Anak yang pintar berinteraksi dengan saya itu kan panggung depan, panggung belakangnya itu kadang-kadang kita ga lihat. Nah, setelah lihat panggung depan dan belakang, saya baru tahu perjuangan-perjuangan hidup yang dilalui oleh mahasiswa,” kata Prof Heru saat ditemui di Gedung Fisipol UGM, Kamis (24/10/2024).
Dia bercerita bahwa selama ini yang didatangi tak hanya mahasiswa S1, melainkan juga S3. Meskipun menurutnya, kebanyakan adalah mahasiswa S1.
Selama intens berkomunikasi tentang akademik dan kehidupan mahasiswa, dia menyadari bahwa ternyata perjuangan di balik mahasiswa, bukan hanya bapak ibu, tetapi keluarga besar juga ikut membantu, terutama mahasiswa yang tinggal di Jogja.
“Itu yang mengantarkan saya datang ke Bantul-Gunung Kidul. Dan ternyata, sebagai dosen itu harus belajar kepada mahasiswanya,” ujar profesor yang memulai karier dan akademiknya sejak 1983 tersebut.
“Menjadi dosen itu biasanya ngomong, minta didengarkan. Kalau mengunjungi, saya justru belajar dan mendengarkan, lebih banyak mendengarkan saya. Bukan menasihati gitu lo, mendengarkan saya. Di situlah banyak cerita-cerita perjuangan orang luar biasa. Dan di situlah perjuangan bahagia itu berat,” imbuhnya.
Ingin Lebih Dekat dengan Mahasiswa dan Masyarakat
Meski telah melakukan pendekatan ke mahasiswa dengan komunikasi yang intens, dirinya tetap tidak menganggap sengaja membangun interaksi spesial dengan mahasiswa. Menurutnya, apa yang dia lakukan hanya hal yang seharusnya memang dilakukan dosen.
“Nggak ada membangun interaksi secara spesial (ke mahasiswa) itu nggak ada, tetap biasa. Saya sebagai dosen di Departemen Sosiologi pasti dikasih tugas: ngajar, meneliti, lalu membimbing, publikasi jurnal atau buku,” tuturnya.
Prof Heru mengenang, bahwa dulu dia tidak sedekat itu dengan mahasiswa. Sebab, ia fokus pada proyek-proyek sebagai dosen hingga kadang-kadang ‘mengingkari tugas’.
Namun, seiring waktu, dia menyadari bahwa memikirkan banyak proyek harus dihentikan dan mulai mencari fokus lain sebagai dosen. Pada akhirnya, ia menemukan energi baru yakni memahami kemanusiaan sebagai seorang pengajar.
“Setelah berhenti (dari proyek-proyek), saya mencoba mencurahkan, memfokuskan diri pada tugas sebagai dosen itu apa. Mungkin ini merupakan pertobatan saya menjelang pensiun; pertobatan akademik,” ucap dosen yang mendapat gelar Doktor dari Fakultaet fuer Soziologie, Universität Bielefeld, Jerman.
“Dulu saya juga (banyak) proyek. Itu kalau dituruti nggak akan berhenti sampai sekarang, pasti ada terus. Kalo habis bikin yang lain terus, cari uang. Saya mencoba berhenti, sudah cukup,” lanjutnya.
Kini, ia tengah fokus menyalurkan energinya untuk mendekatkan diri kepada mahasiswa dan ingin mengembalikan apa yang dia ambil dari masyarakat, seperti data-data untuk penelitian dan semacamnya.
“Itu sebetulnya spirit dari saya, saatnya mengembalikan pada mereka (masyarakat dan mahasiswa),” tutur Prof Heru.
Ia tak hanya menyambangi masyarakat dan berkomunikasi intens dengan mahasiswa untuk belajar, ia juga menayangkan jurnal dan karya ilmiahnya di website pribadinya: Tujuannya adalah agar semua pihak yang membutuhkan karyanya bisa mengakses kapan pun dan di mana pun.
(faz/faz)