Jakarta –
Cuaca panas ekstrem di planet Bumi menjadi sorotan dalam beberapa tahun terakhir. Terlebih, rekor suhu terpanas selalu pecah setiap tahunnya.
Pada 2023, tercatat sebagai tahun dengan rata-rata suhu global terpanas sejak masa pra-industri. Terbaru, pada Juni-Juli 2024, rekor suhu panas lainnya terpecahkan, menurut Laporan Iklim Global terbaru dari Pusat Informasi Lingkungan Nasional (NCEI) Amerika Serikat.
“Suhu permukaan global pada bulan Juli adalah 1,21°C (2,18°F) di atas rata-rata abad ke-20 sebesar 15,8°C (60,4°F)”,” tulis laporan tersebut, seperti dilansir situs World Economic Forum (WEF).
Laporan juga mengungkapkan bahwa rekor suhu tahun 2024 memecahkan rekor selama 14 bulan, melebihi periode Mei 2015 hingga Mei 2016. Semua kondisi ini, terjadi karena perubahan iklim yang diakibatkan oleh ulah manusia.
Dampak Mengerikan Cuaca Panas Ekstrem
Di berbagai wilayah di dunia, suhu panas semakin ekstrem. Laporan NCEI menyebutkan bahwa Afrika dan Eropa mempunyai rekor suhu terpanas pada bulan Juli 2024, dengan suhu melebihi rekor suhu hangat sebelumnya.
Selain itu, wilayah Asia juga mengalami suhu terpanas pada bulan Juli, dengan suhu rata-rata tertinggi di Pakistan, Selandia Baru, dan Australia yang berkontribusi terhadap rekor suhu keseluruhan.
Nyatanya, kondisi ini bukanlah kenaikan suhu biasa. Namun, ancaman nyata bagi kesehatan manusia di planet Bumi.
Contohnya saja di Eropa, pada musim panas 2022, gelombang panas di Eropa menyebabkan lebih dari 60.000 kematian terkait panas. Tahun sebelumnya, pada 2021, para akademisi yang menganalisis data dari 732 lokasi di 43 negara menyimpulkan bahwa 37% kematian terkait panas antara 1991 dan 2018 dapat dikaitkan dengan perubahan iklim.
Manusia Dituntut untuk Beradaptasi dengan Iklim yang Lebih Panas
Berbagai laporan iklim, menjelaskan bahwa kenaikan suhu ini akan menjadi tantangan besar bagi manusia dalam beberapa dekade mendatang.
Menurut penelitian yang diterbitkan oleh Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS), hal ini membuat lebih dari 3,5 miliar orang perlu beradaptasi dengan suhu di atas kisaran yang dianggap nyaman bagi manusia.
“Manusia secara tradisional tinggal di daerah dengan suhu rata-rata rata-rata antara 11°C-15°C. Sepertiga populasi global diperkirakan mengalami suhu rata-rata lebih dari 29°C yang saat ini hanya terjadi di 0,8% permukaan tanah bumi,” kata penelitian di PNAS tersebut.
Menurut studi, adaptasi terhadap suhu yang lebih tinggi ini sangat penting, terutama di wilayah perkotaan. Maka dari itu, sejumlah strategi dapat diterapkan untuk membantu penduduk perkotaan beradaptasi.
Misalnya, seperti membuat area hijau di perkotaan seperti yang dilakukan di kota Athena (Yunani) dan Freetown (Sierra Leone). Selain itu, juga penting untuk meningkatkan kesadaran penduduk terkait kenaikan suhu global ini.
Dalam hal ini, Program Lingkungan PBB juga sangat mendukung pepohonan di perkotaan. Sebab, data menunjukkan bahwa pohon dapat menurunkan suhu sebesar 1°C pada hari-hari panas.
“Hutan kota dan taman yang luas juga memberikan manfaat pendinginan hampir 1 km melebihi batasnya dengan mengangkat udara hangat ke atas permukaan tanah dan menyebarkan udara dingin. Menghubungkan ruang hijau menciptakan koridor angin yang mengurangi suhu lokal,” kata PBB.
(faz/nwk)