Jakarta –
Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) baru-baru ini menyampaikan mereka akan menambah kuota bantuan kepada komunitas sastra dan literasi pada 2025.
Kepala Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa di Kemendikdasmen, Endang Aminudin menjelaskan bantuan ini diberikan pemerintah sebagai bentuk apresiasi kepada mereka yang telah bergerak dalam pengembangan literasi di Indonesia. Lantas, bisakah komunitas membantu meningkatkan literasi?
DetikEdu berkesempatan mewawancarai beberapa anggota komunitas Membaca Raden Saleh (MRS) yang secara rutin mengadakan kegiatan membaca. Kami bertanya mengenai peran komunitas dalam meningkatkan literasi. Apa kata mereka?
Peran Komunitas dalam Meningkatkan Literasi
Seorang penulis buku sekaligus anggota komunitas MRS, Danny I Yatim berpendapat komunitas memang dapat membantu meningkatkan literasi, meskipun bukan satu-satunya cara.
Danny telah bergabung dengan komunitas Membaca Raden Saleh sejak pertama kali didirikan pada 2022. Komunitas ini didirikan oleh dua penulis Novel Pangeran dari Timur, Iksaka Banu dan Kurnia Effendi, serta editornya, Endah Sulwesi di perpustakaan Baca di Tebet, Jakarta Selatan.
Komunitas yang telah memiliki anggota lebih dari 300 orang ini secara rutin mengadakan kegiatan membaca yang diselenggarakan setiap satu bulan sekali di beberapa tempat, mulai dari perpustakaan, museum, hingga kampus.
“Di komunitas ini (MRS), kita rutin bertemu sebulan sekali membaca satu bab buku Pangeran dari Timur,” ujar Danny kepada detikEdu beberapa waktu lalu.
Tidak hanya itu, Danny mengatakan komunitasnya memiliki WhatsApp grup. Tujuannya untuk berdiskusi mengenai literasi dengan bermacam orang dari berbagai latar belakang.
Danny menjelaskan kegiatan membaca dan diskusi yang dilakukan oleh MRS tersebut dapat membantu meningkatkan literasi. Hal ini lantaran menyatukan berbagai orang dengan minat yang sama.
“Jadi, apakah komunitas membantu meningkatkan literasi? Jawaban saya iya,” jelas Danny.
Melalui komunitas MRS, Danny juga berkesempatan bertemu dengan anak-anak muda. Ia kerap mendengar anggapan yang mengatakan anak muda ‘tidak suka membaca buku’.
“Saya selalu mengatakan bohong! Justru anak muda Indonesia banyak yang suka baca buku. Tetapi, barangkali belum menemukan wadah yang tepat,” imbuh penulis buku Tetap Aktif pada Usia Emas tersebut.
Danny berharap, komunitas literasi tidak hanya berhenti di kegiatan membaca. Tetapi juga berlanjut pada pembahasan dan diskusi dari setiap isi bab buku.
“Dengan membahas bab, kita tahu sejarah dan proses kreatif penulisnya, serta tahu pendapat-pendapat dari pembaca lain,” kata Danny.
Membantu Memahami Konteks Isi Buku
Sementara itu, mantan kepala perwakilan di Departemen Luar Negeri (sekarang Kementerian Luar Negeri) sekaligus anggota MRS, Hendra Henny Andries menyampaikan komunitas memungkinkan seseorang untuk memahami lebih jauh mengenai isi dan konteks dari buku yang dibaca.
Henny menambahkan pemahaman ini didapat melalui pertemanan dengan sesama pembaca buku melalui komunitas.
“Saya sebetulnya belum lama (mengikuti MRS). Saya diajak oleh teman karena tertarik dengan acara yang ditawarkan,” ujar Henny kepada detikEdu.
Henny yang juga aktif di beberapa kegiatan kebudayaan menjelaskan meski membaca buku adalah hak orang, tetapi ia berpendapat semua orang sudah seharusnya membaca buku. Terlebih para pemimpin negara.
“Bagi saya buku bukan hanya jendela dunia, tetapi juga kekhasan dari kehidupan seseorang,” ucap lulusan Fakultas Sastra (kini Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya), Universitas Indonesia tersebut.
Menambah Referensi dan Mengasah Keahlian
Elisa Nur Utari yang saat ini menjabat sebagai humas di MRS menerangkan komunitas dapat berperan dalam membantu meningkatkan literasi. Karena memungkinkan seseorang untuk mendapatkan lebih banyak referensi bacaan.
“Setiap hari selalu ada saja rekomendasi buku dari obrolan bersama teman-teman yang lain,” kata Elisa kepada DetikEdu.
“Saya banyak belajar hal baru dari anggota lain,” tambahnya.
Elisa yang juga aktif di Gerakan Literasi Baca Buku Sejarah, menyampaikan membaca buku secara bersama-sama memberikan kesempatan kepada pembaca untuk memahami isi buku secara lebih mendalam.
“Dari satu buku yang kita baca, ternyata ada deretan (peristiwa) di belakangnya,” imbuh lulusan Sastra Jawa, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB), Universitas Indonesia tersebut.
Tidak hanya itu, komunitas juga memberikan kesempatan kepada para anggotanya untuk saling berbagi minat yang sama, seperti minat dalam membaca dan menulis.
Elisa mengaku keahlian menulis yang ia miliki semakin terasah setelah bergabung dengan MRS. Terlebih, dengan hadirnya banyak penulis buku dan sastrawan di komunitas tersebut.
“Dari komunitas ini saya juga mendapat kesempatan untuk menulis antologi cerpen,” ucapnya
Elisa berharap komunitas MRS dapat terus menjangkau seluruh generasi dan saling merangkul untuk memupuk potensi dari masing-masing anggota.
(nwy/nwy)