Jakarta –
Data Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) menunjukkan pada tahun ajaran 2024/2025 angka putus sekolah tertinggi ada di satuan pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Berdasarkan Data Pokok Pendidikan (Dapodik) cut off 30 November 2024 yang diolah Pusdatin Kemendikdasmen jumlah siswa putus sekolah tertinggi berada di jenjang Sekolah Dasar (SD) sebanyak 38.540 (0,16%).
Adapun tingkat Sekolah Menengah Pertama sebanyak 12.210 siswa (0,12%), Sekolah Menengah Atas sebanyak 6.716 siswa (0,13%), dan SMK sebanyak 9.391 siswa (0,19%).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“SD jumlah siswa putus sekolah tertinggi karena jumlah siswa SD terbesar. Secara persentase, SMK memiliki angka putus sekolah tertinggi,” ujar Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi (Pusdatin) Yudhistira Nugraha dalam Rapat Dengar Pendapat Panja Pendidikan di Daerah 3T dan Daerah Marginal Komisi X DPR, di Jakarta, Rabu (12/3/2025) ditulis Kamis (13/3/2025).
Menurut Yudhistira ada beberapa faktor penyebab siswa tidak melanjutkan pendidikan formalnya pada tingkat tertentu. Penyebab utama putus sekolah di jenjang SD adalah faktor ekonomi keluarga dan akses pendidikan yang terbatas.
“Sementara di tingkat sekolah menengah masalah sosial dan motivasi siswa menjadi kontributor putus sekolah,” ujarnya. Ia menyambung,”Karena itu dibutuhkan kebijakan yang lebih spesifik di tiap jenjang untuk menekan angka putus sekolah.”
Angka Putus Sekolah di Daerah 3 T
Yudhistira pun mengungkapkan angka putus sekolah di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar) di semua jenjang pendidikan lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional.
Seperti diketahui penentuan daerah 3T merujuk pada Peraturan Presiden No. 63 Tahun 2020 yang menetapkan sebanyak 62 kabupaten masuk kategori tersebut.
Kabupaten Yalimo di Provinsi Papua tercatat memiliki angka putus sekolah jenjang SD tertinggi (2,40) disusul Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur (1,57). Angka ini jauh di atas rata-rata nasional putus sekolah tingkat SD sebesar 0,16.
Faktor penyebab putus sekolah di daerah 3T antara lain keterbatasan akses terhadap pendidikan, kondisi ekonomi keluarga, dan rendahnya kesadaran akan pentingnya pendidikan.
“Selain itu, adanya faktor sosial dan budaya seperti norma yang mengedepankan pekerjaan di usia muda juga dapat memengaruhi keputusan siswa untuk melanjutkan pendidikan,” ujar Yudhistira.
“Kendala transportasi dan jarak yang jauh ke sekolah juga seringkali menjadi alasan utama siswa putus sekolah,” imbuhnya.
(pal/nwk)