Jakarta –
Hutan tropis adalah payung bagi kehidupan semua makhluk di bumi. Namun, semakin hari kelestariannya terganggu akibat pemanasan global.
Dua peneliti dari Universitas Chapman, California, Amerika Serikat melaporkan dedaunan bisa rusak karena tak bisa melakukan fotosintesis di bawah suhu yang sangat tinggi. Artinya, pepohonan satu per satu bisa tumbang.
“Meskipun hutan tropis pernah mengalami pemanasan di masa lalu, peningkatan suhu saat ini belum pernah terjadi sebelumnya,” kata Gregory Goldsmith, PhD, profesor asosiasi di bidang ilmu biologi di Sekolah Tinggi Sains dan Teknologi Schmid Chapman, demikian dikutip dari arsip detikEdu.
Goldsmith dan tim telah mempelajari data dedaunan dari wilayah Asia Tenggara, Australia, Amerika Tengah, Amerika Selatan hingga Afrika. Mereka menemukan bahwa tutupan hutan tropis dunia kali ini dapat mencapai ambang batas suhu tinggi.
“Sebagian kecil daun tropis sudah mencapai atau melampaui suhu sehingga tidak dapat berfungsi lagi,” katanya.
Secara sains, potensi tersebut bisa disebut sebagai tanda-tanda kiamat. Pasalnya, kerusakan massal hutan tropis sebagai penyuplai oksigen dapat menyebabkan kematian pada hewan hingga manusia.
Pemanasan Global Picu Kerusakan Daun secara Massal
Mengutip The Guardian, menurut data dari NASA (Badan Penerbangan dan Antariksa AS) dan hasil riset yang diunggah di jurnal Nature, sekitar 0,01% daun di hutan tropis sudah terpapar suhu di luar batas normal. Peningkatan suhu global diperkirakan mencapai 3,9 derajat celcius.
Peneliti studi tersebut yakni ahli ekoinformatika di Northern Arizona University, Chris Doughty mengatakan jika tak ada solusi atas hal tersebut, maka dapat memicu kerusakan daun secara massal. Meskipun saat ini jumlah daun yang rusak masih sedikit, tetapi imbasnya masih berpengaruh pada keseimbangan ekosistem.
“Kami benar-benar terkejut bahwa ketika kami memanaskan daun sebesar 2, 3 atau 4 derajat celcius, suhu daun tertinggi justru meningkat sebesar 8 derajat celcius. Ini menunjukkan umpan balik non-linier yang mengkhawatirkan yang tidak kami duga,” kata Doughty.
Doughty juga mengkhawatirkan masalah pada dedaunan ini dapat mengurangi suplai karbon. Lebih parahnya, angka kematian manusia meningkat.
“Respons fotosintesis akan menjadi puncak gunung es dalam hal dampak berkurangnya penyerapan karbon, kemungkinan peningkatan angka kematian dan bahkan memicu kemungkinan transisi dari hutan ke sabana,” ungkapnya.
Indonesia Telah Kehilangan 230 Hektare Hutan Tropis
Menurut laporan dari Statista, Indonesia menempati urutan ke-4 sebagai negara paling banyak kehilangan hutan tropis primer. Data tahun 2022 ini menunjukkan Indonesia kehilangan seluas 230 hektare.
Adapun negara yang paling banyak kehilangan hutan adalah Brasil dengan luas 1,7 juta hektare. Kemudian, urutan ke-2 disusul oleh DR Kongo seluas 512 hektare.
Urutan ke-3 ada Bolivia, dengan kerusakan dan kehilangan hutan tropis mencapai 385,6 ribu hektare. Setelah Indonesia, negara dengan jumlah kehilangan hutan terbanyak adalah Peru yakni sekitar 161 ribu hektare.
Solusi dalam Mengatasi Pemanasan Global
Terkait dengan potensi kerusakan daun-daun akibat pemanasan global, peneliti lainnya Simon Lewis, profesor ilmu perubahan global di University College London mewanti-wanti agar masyarakat mulai menghindari penggunaan emisi. Contohnya CO2, kayu, hingga hidrokarbon.
“Kita harus melakukan semua yang kita bisa untuk menghindari skenario emisi tinggi. Dalam skenario emisi rendah, hampir semua daun pohon hutan tropis dapat terhindar dari kematian akibat kepanasan dan pohon-pohon akan bertahan hidup,” ujarnya.
Jika terus dibiarkan, maka potensi kematian massal tak cuma terjadi pada pohon. Namun, juga pada hewan-hewan yang menggantungkan hidupnya di hutan tropis.
“Namun, yang tidak diteliti dalam penelitian ini adalah gelombang panas. Kita mungkin masih melihat kematian pohon akibat kepanasan selama periode terbatas selama gelombang panas dalam skenario emisi rendah.,” tutur Lewis.
“Mengingat pohon berumur sangat panjang, kematian massal pohon yang terisolasi dapat berdampak besar pada tanaman dan hewan lain yang bergantung pada pohon-pohon besar di kanopi hutan hujan,” imbuhnya.
(cyu/pal)