Jakarta –
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti tegaskan pihaknya sudah selesai melakukan kajian tentang ujian nasional (UN). Namun, ia belum bisa memastikan apakah sistem evaluasi capaian hasil belajar itu akan bernama UN.
Kendati demikian, Mu’ti mengingatkan peserta didik tidak perlu khawatir karena UN tidak akan berlangsung pada tahun 2025. Untuk mengukur capaian belajar siswa tahun ajaran 2024/2025, Asesmen Nasional (AN) akan tetap berlangsung.
“Kami sampaikan bahwa tahun 2025 ini tidak ada ujian nasional tapi yang ada dalam anggaran kami (tahun ajaran 2024/2025) adanya Asesmen Nasional,” ujar Mu’ti dalam Taklimat Media di Gedung A Kemendikdasmen, Selasa (31/12/2024).
Terkait nama sistem evaluasi belajar siswa yang akan digunakan nanti, Mu’ti menyebutkan akan memberi pengumuman resmi seusai Hari Raya Idul Fitri atau bulan April 2025 mendatang.
“Untuk tahun ajaran 2025/2026 bentuknya seperti apa, namanya apa, tunggu sampai kita umumkan. Tapi tetap akan ada evaluasi, karena evaluasi itu adalah amanah undang-undang. Tunggu sampai setelah Idul Fitri,” tambahnya.
Sistem Evaluasi yang Baru
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah itu menegaskan UN hanyalah salah satu nama dari sistem evaluasi hasil belajar siswa. Sepanjang sejarah Indonesia, pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan sudah memberikan berbagai nama dan bentuk UN.
Dari ujian penghabisan yang menjadi penentu kelulusan, ujian sekolah, Evaluasi Belajar Tahap Akhir (EBTA), Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (EBTANAS), hingga kini Asesmen Nasional (AN).
“Memang itu menjadi bagian dari sejarah kita,” jelasnya.
Dahulu UN adalah menjadi penentuan kelulusan siswa, tetapi kemudian pemerintah kembali mengevaluasi penerapannya. Hingga akhirnya ditetapkan bila UN bukanlah penentuan kelulusan, tapi kelulusan dilakukan dengan ujian sekolah berstandar nasional.
“Kelulusan itu tidak ditentukan dari ujian nasional tapi ditentukan dari ujian sekolah. Karena menurut undang-undang yang punya kewenangan kelulusan itu satuan pendidikan yang terakreditasi,” bebernya.
Namun, UN kembali dievaluasi hingga akhirnya tak dipergunakan pada 2021. Sistem ini beralih nama menjadi Assessment Nasional (AN) berbasis komputer. AN dijelaskan Mu’ti bersifat sampling dan tidak menjadi penentu kelulusan.
Ketika ia menjabat, Mu’ti menemukan bahwa banyak pihak yang menilai AN tidak memadai. Salah satu pendapat terkait hal tersebut datang dari tim seleksi nasional masuk perguruan tinggi.
“Mereka memerlukan hasil belajar yang sifatnya individual. Sementara AN kan sifatnya sampling,” imbuhnya.
Dari sejarah yang ada, Kemendikdasmen mencoba mengkaji untuk menciptakan sistem evaluasi yang tepat. Meski belum bisa mengatakan namanya, menurut Mu’ti sistem evaluasi yang baru akan berbeda dengan sebelumnya.
“Karena itu maka kami sudah mengkaji semua pengalaman sejarah itu, termasuk kekhawatiran masyarakat. Nanti pada akhirnya kami memiliki sistem evaluasi baru yang dia akan berbeda dengan sebelumnya,” tegas Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.
“Nah tapi sistem evaluasi baru yang berbeda itu seperti apa ya tunggu sampai kami umumkan,” tandasnya.
(det/nwk)