Jakarta –
Dosen Departemen Statistika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Prof Dr rer pol Heri Kuswanto MSi berhasil meraih pendanaan riset dari Advanced Research and Invention Agency (ARIA), senilai 345.000 poundsterling atau sekitar Rp 7,5 miliar (kurs Rp 21.900).
ARIA merupakan lembaga riset independen dari Inggris yang mengadakan program kompetitif berfokus pada solusi untuk mencegah krisis iklim.
Dari sekitar 120 proposal yang masuk dari seluruh dunia, hanya 21 yang lolos seleksi. ITS menjadi satu-satunya perguruan tinggi dari Indonesia yang terpilih, sejajar dengan kampus-kampus elite dunia seperti University of Oxford, University of Cambridge, dan Imperial College London.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Melalui riset yang berjudul Towards Robust and Unbiased Validation of SAI Simulations (TRUSS): Advancing Ensemble Calibration for Reliable Geoengineering Impact Analysis, Heri akan berfokus menangani persoalan dalam simulasi proyeksi iklim.
Khususnya yang melibatkan teknologi Stratospheric Aerosol Injection (SAI) atau penyemprotan partikel ke atmosfer. Pendekatan ini masih menyisakan banyak pertanyaan ilmiah, terutama terkait dampaknya terhadap iklim.
“Teknologi tersebut merupakan bagian dari pendekatan Solar Radiation Management (SRM) yang memerlukan kajian riset mendalam mengenai dampaknya,” ujar Dekan Sekolah Interdisiplin Manajemen dan Teknologi (SIMT) ITS itu dalam keterangan ITS yang dikutip detikedu, Senin (19/5/2025).
SRM adalah upaya untuk mengatur intensitas sinar matahari guna mencegah peningkatan suhu bumi. Selama ini, lanjutnya, penilaian terhadap dampak SRM hanya mengandalkan rata-rata hasil simulasi iklim tanpa mempertimbangkan keragaman antarmodel yang besar. Hal ini berisiko menimbulkan bias yang dapat menyesatkan pengambilan keputusan.
Untuk menjawab tantangan tersebut, Heri mengembangkan pendekatan TRUSS yang menggabungkan metode statistik Bayesian Model Averaging (BMA) dan machine learning, seperti algoritma XGBoost. Konsep ini dapat menghasilkan validasi model iklim yang lebih akurat dengan mempertimbangkan ketidakpastian data.
“Bukan sekadar teknis, inovasi ini juga akan menjadi dasar ilmiah penting dalam pengambilan kebijakan iklim global,” ujar alumnus Leibniz University Hannover, Jerman tersebut.
Riset yang dijadwalkan berlangsung selama tiga tahun ini akan fokus pada wilayah Indonesia dan Asia Tenggara, dengan ruang lingkup berupa dampak SRM terhadap fenomena seperti kekeringan, curah hujan ekstrem, dan indeks iklim yang relevan.
“Validasi model dilakukan dengan mencocokkan hasil simulasi dengan data kejadian iklim historis,” ungkap Guru Besar Statistika ITS ini.
Dalam pelaksanaannya, Heri menggandeng peneliti internasional seperti Dr Daniela Visioni dari Cornell University dan Dr Matthew Henry dari Inggris, serta melibatkan 2 dosen ITS dan 5 mahasiswa dari bidang statistika dan informatika.
Lelaki asal Gresik ini menuturkan, prestasi tersebut menjadi penanda penting bahwa ilmuwan Indonesia memiliki kapasitas yang sejajar dengan peneliti kelas dunia.
Tak hanya itu, menurutnya, hal ini juga memperkuat komitmen ITS dalam kemajuan sains dan teknologi. “Ini bukan hanya pencapaian pribadi, tetapi juga pengakuan bahwa ITS mampu bersaing di level internasional dalam ranah riset fundamental,” katanya.
(pal/nwk)