Jakarta –
Pada umumnya, mahasiswa sarjana (S1) yang lulus tepat waktu akan diwisuda pada usia 22 tahun. Namun di usia itu, Frista Chairunnisa sudah merampungkan pendidikan S2-nya.
Ia baru saja diwisuda pada 24 Juli 2024 lalu dan lulus dari S2 Bioteknologi Sekolah Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada (UGM). Frista lahir pada 25 Agustus 2001 di Bangka Belitung.
Mengutip laman UGM, rata-rata mahasiswa yang lulus master atau S2 UGM berusia 29 tahun 6 bulan 15 hari. Artinya, Friska lebih cepat 7 tahun dari usia kelulusan rata-rata.
Masuk SD Usia 4 Tahun
Frista mengaku bukanlah siswa akselerasi saat SMP atau SMA. Akan tetapi, ia masuk SD di usia 4 tahun. Sejak kecil. Frista sudah gemar membaca dan berhitung
“Saya masuk SD di usia 4 tahun. Di bangku SMP dan SMA tidak ikut akselerasi,” katanya.
Saat masuk kuliah, ia masih berusia 16 tahun. Setelah lulus S1 Biologi, ia langsung melanjutkan S2 di Bioteknologi UGM.
Cerita Selama Kuliah S2 di UGM
Ia menceritakan salah satu pengalaman paling berharga selama menempuh pendidikan di UGM adalah bisa melakukan riset tentang penyakit kanker. Ia bercita-cita mengeksplorasi bahan herbal di Indonesia menjadi obat kanker.
“UGM memiliki pusat riset kanker yang aktif mengeksplorasi bahan-bahan alam Indonesia sebagai agen kemoprevensi kanker. Saya kira tumbuhan herbal Indonesia adalah potensi luar biasa yang bisa kita bawa untuk dikenal di mata internasional,” katanya.
Ia juga mengaku sangat bersyukur bisa belajar lebih dalam soal kanker. Bahkan, ia berhasil melihat wujud kanker untuk pertama kalinya selama menempuh S2.
Saya bersyukur tergabung dalam grup riset kanker yang yang saling mendukung dalam kegiatan riset,” tambahnya.
Akan Kembali Pulang untuk Mengabdi
Setelah studi S2-nya rampung, Frista berencana pulang kembali ke Bangka Belitung untuk mengimplementasikan ilmunya di sana. Ia juga bertekad untuk terus memperdalam ilmu biologi.
Sejauh ini, Frista bisa menyelesaikan pendidikan berkat dukungan dari orang tua dan dosen pembimbing. Selama kuliah, para dosen selalu memberi arahan untuk perkembangan risetnya.
“Beliau-beliau selalu memberi arahan bagaimana membuat pekerjaan lebih efektif dan sabar ketika saya membuat banyak kesalahan,” katanya.
(cyu/faz)