Jakarta –
Wakil Presiden Republik Indonesia (Wapres RI) Gibran Rakabuming Raka meminta agar sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dihilangkan.
Gibran menyebut arahan itu sudah disampaikan secara langsung kepada Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti saat Rapat Koordinasi (Rakor) Evaluasi Kebijakan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Rakor yang melibatkan seluruh Kepala Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota seluruh Indonesia tersebut digelar Kemendikdasmen di Jakarta pada Senin (11/11/2024) lalu.
“Kemarin pada waktu rakor dengan para-para kepala dinas pendidikan itu saya sampaikan secara tegas ke pak menteri pendidikan. Pak ini zonasi harus dihilangkan,” kata Gibran dalam sambutannya di acara Tanwir 1 Pemuda Muhammadiyah dikutip dari tayangan YouTube Wapres RI, Jumat (22/11/2024).
Pesan Gibran Tentang Zonasi
Gibran memang sudah menyoroti tentang sistem zonasi di PPDB sejak ia menjabat sebagai Wali Kota Surakarta. Ia sempat mengirim surat dengan kop “Wali Kota Surakarta” bernomor DK.00/2513/2024. Hal tersebut disinggungnya dalam sambutan di Kegiatan Rapat Koordinasi Evaluasi Kebijakan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Surat ini berisi keluhan-keluhan masalah pendidikan yang ada di Surakarta termasuk zonasi kepada eks Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim. Tidak hanya keluhan, pada surat itu Gibran juga memberikan solusi yang bisa dijadikan pertimbangan. Sayangnya, solusi itu tidak pernah terpakai di zaman Nadiem.
Di kesempatan yang sama, Gibran mengakui zonasi memang program yang baik. Tetapi belum bisa diterapkan di semua wilayah lantaran terus terjadi kesalahan berulang. Sehingga Gibran meminta kebijakan zonasi ini untuk dikaji lagi.
“Kita ikuti program ini, tapi sekali lagi Bapak-Ibu, tiap tahun permasalahannya sama, komplain yang diarahkan ke saya sama terus. Tiap tahun berulang, berulang, berulang. Dan akhirnya saya bersurat, ya tapi tidak ditanggapi. Jadi intinya Bapak-Ibu, ini mohon dikaji lagi, apakah akan diteruskan ataukah akan kembali ke sistem yang lama. Silakan nanti didiskusikan. Jadi jumlah guru yang belum merata dan fasilitas yang belum merata juga,” pesan dia.
Salah satu pola yang diamati menjelang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) adalah perpindahan domisili di kartu keluarga warga-warga Solo.
“Ini (zonasi) perlu dikaji lagi,” tegasnya.
Skema Kemendikdasmen
Gibran memang memberikan pekerjaan rumah (PR) khusus zonasi kepada Kemendikdasmen. Menanggapi hal itu, Mendikdasmen Abdul Mu’ti menyebut polemik yang terjadi masih terus dikaji.
“Sekarang masih omon-omon, belum ada keputusan. Masih (proses) pengkajian dari usulan-usulan yang sudah ada,” ungkapnya dalam wawancara khusus bersama detikEdu, Selasa (19/11/2024) lalu.
Sebelumnya, hasil pertemuan kepala dinas pendidikan se-Indonesia emang menjelaskan PPDB berbasis zonasi sudah sejalan dengan upaya pemerataan akses dan mutu pendidikan tetapi perlu upaya lanjutan. Kini Kemendikdasmen masih menggodok segala masukan yang ada terkait PPDB dan sistem zonasi dan keputusan akan disampaikan sebelum tahun ajaran baru 2025-2026.
“Kami masih menggodok, belum ada keputusan. Tapi kami berharap di bulan Februari nanti sudah bisa kami putuskan. Sehingga tahun pelajaran 2025-2026 yang dimulai pada bulan Juli sudah ada sistem baru,” katanya lagi.
Meski belum ada keputusan setidaknya Mu’ti memiliki dua skema perbaikan dalam PPDB Zonasi, yakni:
1. Zonasi bisa bersifat fleksibel
Salah satu masalah nyata di sistem zonasi adalah jarak. Temuan dilapangan memperlihatkan seorang siswa tidak bisa mendaftar ke sekolah tertentu karena beda wilayah administrasi baik secara kecamatan, kabupaten, atau bahkan provinsi.
Padahal jarak siswa tersebut ke sekolah lebih dekat. Perbedaan wilayah administrasi membuatnya harus mendaftar ke sekolah yang sesuai ketentuan meskipun alamatnya jauh dari sekolah.
Untuk itu skema perbaikan sistem zonasi pertama yang disampaikannya mengusung sifat fleksibilitas. Sehingga zonasi tidak terlalu kaku penerapannya di lapangan.
2. Pembagian kuota zonasi dan sistem rayon SMA
Masalah kedua yang ditemukan di lapangan terkait zonasi adalah besaran kuotanya. Mu’ti mendapat usulan bila pembagian besaran kuota sebagai berikut:
- SD: kuota zonasi hingga 90%
- SMP: kuota zonasi hingga 30-40%
- SMA: tidak gunakan zonasi tetapi rayonisasi.
Sistem rayon kembali disinggung Mu’ti lantaran di setiap satu kecamatan belum tentu memiliki sekolah SMA. Sistem rayon nantinya bisa menjadi opsi dengan persentase kuota yang sedikit sedangkan kuota lain dilimpahkan pada jalur PPDB lainnya.
“Tapi persentasenya yang dikurangi cukup 10% saja misalnya. Yang lain melalui tempat lain (jalur penerimaan lain) prestasi, afirmasi, atau mutasi,” urai Mu’ti.
Kendati demikian, itu hanyalah skema yang masih bersifat ‘omon-omon’. Lantaran Kemendikdasmen masih mengkaji dan menggodok seluruh masukan dari masyarakat tentang keberlanjutan zonasi. Keputusan akan disampaikan sebelum tahun ajaran baru 2025-2026.
(det/pal)