Jakarta –
Manusia tidak pernah tahu apa yang akan terjadi esok hari. Begitupun Suyanta yang baru-baru ini menyandang gelar profesor usai dikukuhkan sebagai Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM), Selasa (6/8/2024).
Mampu menyandang puncak gelar akademik tertinggi dalam Bidang Kimia Anorganik pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) UGM, Suyanta tidak henti-hentinya mengucap syukur. Bagaimana tidak, hal itu adalah buah manis dari kerja kerasnya sejak kecil.
“Saya ingin mengungkapkan rasa syukur kepada Allah SWT, Tuhan yang Maha Kudus dan Maha Agung, yang telah membimbing dan memudahkan jalan hidup saya”, katanya dikutip dari rilis di laman resmi UGM, Rabu (7/8/2024).
Gowes Sepeda Sejauh 40 Km untuk Kuliah di UGM
Pada prosesi pengukuhan guru besar, Prof Suyanta menceritakan latar belakang keluarganya. Ia berasal dari keluarga petani kecil yang tinggal di Bayat Klaten.
Sejak kecil tidak hanya belajar, tugasnya adalah membantu keluarga. Di bangku SD, ia sudah terbiasa mencari rumput dan menggembalakan sapi agar pekerjaan orang tuanya di ladang semakin ringan.
Sebagai anak petani, ia sudah memiliki kemampuan dasar-dasar pertanian. Bersama teman-temannya, ia pernah mengelola lahan untuk ditanami Palawija.
“Sebagai anak seorang petani, saya bersama teman-teman SD pernah mengolah lahan kosong yang terhampar di tepi Sungai Dengkeng yang kami tanami dengan Palawija,” ungkapnya.
Memasuki pendidikan SMP, Suyanta tak malu untuk menjadi pedagang asongan. Setiap hari, ia membawa 1 termos es lilin untuk dijajakan sambil berjalan-jalan dari dusun ke dusun.
“Pada waktu itu, jika terjual habis saya mendapat penghasilan Rp 50,” tambahnya.
Meski begitu, semangatnya dalam mengejar pendidikan tak pernah padam. Hal ini terbukti dengan berhasilnya Suyanta melanjutkan pendidikan tinggi di FMIPA UGM pada tahun 1980.
Perjalanan ini juga tak mudah, setiap Senin pagi ia berangkat naik sepeda onthel dari kediamannya di Bayat Klaten untuk sampai ke kampus UGM. Suyanta bersepeda dengan jarak sejauh kurang lebih 40 km yang memakan waktu 3 jam.
Setelah hari Senin ia akan menetap di Yogyakarta untuk berkuliah. Setelah hari Sabtu, Suyanta pulang ke Bayat dengan jarak yang sama dengan sepeda onthel miliknya.
“Itulah sebagian kenangan dan latar belakang saya. Sungguh tidak terbayang jika di hari ini saya bisa mengucap sebagai Guru Besar di UGM”, tuturnya.
Teliti Kegunaan Silika Mesopori
Dalam pidato Guru Besarnya, Suyanta menyampaikan penelitian yang berjudul Silika Mesopori MCM-41: Perkembangan Riset dan Aplikasinya, Suyanta berpendapat Aplikasi MCM-41. Bahan ini menurut Suyanta memiliki potensi besar untuk dikembangkan di masa depan.
Salah satunya bisa digunakan untuk penanganan masalah karbon dioksida (CO2). Bukan lagi sebuah isu belaka bila dunia tengah diincar dengan pemanasan global.
Penyebabnya beragam, tetapi salah satunya berasal dari efek gas rumah kaca. Saat ini, sistem penangkapan CO2 paling banyak digunakan industri dikenal sebagai adsorpsi seleksi.
Prosesnya menggunakan amina seperti monoetanolamin atau dietanolamin. Dengan Silika Mesopori MCM-41, sistem penangkapan CO2 dikenal menggunakan adsorben padat. Sistem tersebut saat ini sedang banyak dikaji.
Manfaat selanjutnya Silika Mesopori menurut Suyanta adalah bisa diaplikasikan sebagai teknik pengobatan berbasis pada drugs delivery system. Luas permukaan pori-pori yang besar memungkinkan partikel-partikel tersebut diisi dengan obat atau sitotoksin.
“Beberapa jenis sel kanker akan menyerap lebih banyak partikel daripada sel-sel sehat. Sehingga para peneliti berharap bahwa MCM-41 suatu hari nanti akan digunakan untuk mengobati jenis-jenis kanker tertentu,” tutupnya.
(det/nwy)